Rabu, 18 Juni 2014

TUJUAN DAN LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSI



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Salah satu adanya pendidikan di negara kita adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yaitu seluruh warga negaranya. Dengan adanya pendidikan diharapkan, semua akan mampu mengaktualisasi dirinya dalam masyarakat, mampu membangun negaranya ke arah yang lebih baik dan lebih maju. Pendidikan ini merupakan hak semua warga negaranya tanpa kecuali. Hak pendidikan tidak membedakan derajat, kondisi ekonomi ataupun kelainannya. Semua berhak memperoleh pendidikan yang layak. Semua berhak memperoleh pendidikan yang ada disekitarnya.

Pendidikan inklusif menurut Sapon-Shevin dalam O’Neil ( 1994/1995 ) didefinisikan sebagai suatu sistem layanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khususdilayani sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama dengan teman teman-teman seusianya. untuk itu perlu adanya rekonstruksi di sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung kebutuhan khusus bagi setiap anak.
Keberadaan anak berkebutuhan khusus di masyarakat masih belum dapat sepenuhnya diterima, sehingga banyak hal yang menyangkut hak anak-anak berkebutuhan khusus belum dapat diperoleh atau dengan kata lain masih terjadi deskriminasi terhadap anak-anak berkebutuhan khusus baik dalam bidang sosial, hukum ataupun pendidikan. Untuk itu banyak usaha dari pemerintah ataupun gerakan masyarakat internasional yang peduli dengan anak-anak berkebutuhan khusus yang melahirkan kesepakatan dan perangkat hukum perundang-undangan yang mengikat.

B.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa tujuan adanya pendidikan inklusif tersebut?
2.      Bagaimana bentuk landasan untuk pendidikan inklusif?
C.      Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari tentang tujuan dan landasan pendidikan inklusif, maka dapat mengidentifikasi :
1.      Menguraikan tujuan adanya pendidikan inklusif.
2.      Menjelaskan landasan-landasan dari pendidikan inklusif.























BAB II
PEMBAHASAN

A.      Tujuan Pendidikan Inklusi
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).
Anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak – anak difabel dengan anak – anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat.
Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak – haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusi.
Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam hal ini para guru. Tujuan yang lain adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kenutuhannya, membantu mempercepat program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu, membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah, selanjutnya yaitu menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keberagaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.

B.       Landasan Pendidikan Inklusi
Penerapan pendidikan inklusif di Indonesia dilandasi oleh:
1.        Landasan filosofis
Landasan filosofis bagi pendidikan Inklusif di Indonesia yaitu:
a.       Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang Negara burung Garuda yang berarti “bhineka tunggal ika”. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam NKRI.
b.      Pandangan agama (khususnya islam): manusia dilahirkan dalam keadaan suci, kemuliaan manusia di hadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi takwanya, allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri, manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturrahmi.
c.       Pandangan universal hak azasi manusia menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
d.      Pendidikan inklusi merupakan implementasi pendidikan yang berwawasan multikulturalyang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis.
2.        Landasan yuridis
a.       Nasional
1)      UUD 1945 (amandemen) pasal 31
a)      Ayat(1): “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”
b)      Ayat(2): “setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”
2)      UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pasal 5
a)      Ayat(1): setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
b)      Ayat(2): warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, intelektual, dan atau social berhak memperoleh pendidikan khusus
c)      Ayat(3): warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus
d)     Ayat(4): warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
3)      UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
a)      Pasal 48: pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (Sembilan) tahun untuk semua anak.
b)      Pasal 49: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
4)      UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat
Pasal 5: setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
5)      Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa
6)      Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 januari 2003: “setiap kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan di sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP,SMA, SMK.
7)      Deklarasi Bandung: “Indonesia menuju pendidikan inklusif” tanggal8-14 agustus 2004
a)      Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, social, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal
b)      Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hokum, politis maupun kultural
c)      Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya secara optimal
d)     Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun proaktif dengan siapapun, kapanpun, dan di lingkungan manapun, dengan meminimalkan hambatan
e)      Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan dan lainnya secara berkesinambungan
f)       Menyususn rencana aksi (action plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesibilitas fisik dan non-fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anaka berkelainan lainnya
g)      Pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industry, orang tua serta masyarakat.
b.      Internasional
1)      Salamanca statement and framework for action on special needs education (1994)
Article 2: We believe and pro claim that:
a)      EVERY CHILD HAS A FUNDAMENTAL RIGHT TO EDUCATION, and must be given the opportunity to achieve and maintain and acceptable level of learning
b)      EVERY CHILD has UNIQUE CHARACTERISTIC, INTERESTS, ABILITIES, and LEARNING NEEDS
c)      Educations systems should be designed and educational programmes implemented to take into account the WIDE DIVERSITY OF THESE CHARACTERISTIC and NEEDS
d)     Those with SPECIAL EDUCATIONAL NEEDS MUST BE ACCESS TO REGULAR SCHOOLS which should accommodate them within should a child centred pedagogy capable of meeting these needs
e)      REGULAR SCHOOLS WITH THIS INCLUSIVE ORIENTATION are the most effective means of COMBATING DISCRIMINATORY ATTITUDES, CREATING WELCOMING COMMUNITIES BUILDING IN INCLUSIVE SOCIETY AND ACHIEVING EDUCATION FOR ALL; more over, they provide an effective education to the majority of children and improve the efficiency and ultimately the cost-effectiveness of entire education system
Article 3
a)      The guiding principle that informs thir Framework is that schools should ACCOMMODATE ALL CHILDREN regardless of their physical, intellectual, social, emotional, linguistic, or other conditions
b)      This should include DISABLE and GIFTED CHILDREN, STREET and WORKING CHILDREN, CHILDREN FROM REMOTE or NOMADIC POPULATIONS, CHILDREN FROM LINGUISTIC, ETHNIC OR CULTURAL MINORITIES and children from other DISADVANTEGED or MARGINALIZED AREAS OR GROUPS
c)      These conditions create a range of different challenges to school systems. In the context of this Framework, the term special educational needs refers to all those children and youth whose needs arise from disabilities ornlearning difficulties
d)     Many children experience learning difficulties and thus have special educational needs are some time during their scooling
e)      SHOOLS HAVE .TO FIND WAYS of successfully EDUCATING ALL CHILDREN, including those who have serious disadvantages and disabilities
f)       There is an emerging consensus that CHILDREN AND YOUTH WITH SPECIAL EDUCATIONAL NEEDS should be INCLUDED in the EDUCATIONAL ARRANGEMENTS made for the MAJORITY OF CHILDREN
g)      This has led to the CONCEPT OF THE INCLUSIVE SCHOOL is that of DEVELOPING A CHILD-CENTRED PEDAGOGY CAPABLE of successfully educating all children, INCLUDING those who have SERIOUS DISADVANTAGES AND DISABILITIES.
2)      Deklarasi Bukittinggi tahun 2005
a)      Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk “Pendidikan Untuk Semua” adalah vbenar-benar untuk semua
b)      Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-program untuk perkembangan anak usia dini, pra-sekolah, pendidikan dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap marginalisasi dan enklusi
c)      Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan mengnhormati perbedaan individusemua warga Negara
3.        Landasan pedagogis
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi melalui pendidikan, peserta didika berkelaian  dibentuk menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai peerbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.
4.        Landasan empiris
Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di Negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar yang dipelopori oleh the National Academy of Science (AS). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak effective dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman & Messick, 1982). Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak  berkelainan secara tepa, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994/1995)
Prisoner (2003) yang melakukan survey pada kepala sekolah tentang sikap mereka terhadap pendidikan inklusif menemukan bahwa hanya satu dari lima sekolah tersebut yang memiliki sikap postif tentang penerapan pendidikan inklusif. Dalam suatu penelitian menemukan bahwa guru-guru dalam sekolah inklusif lebih memiliki sikap positif  terhadap peran guru inklusi dan dampaknya daripada guru pada sekolah regular. Meyer (2001) mengatakan bahwa siswa yang memiliki kecacatan yang cukup ditemukan untuk memiliki keberhasilan  yang lebih besar manakala mereka memperoleh pendidikan dalam lingkungan yang menerima mereka khususnya yang berkaitan dengan hubungan social dan persahabatan mereka dengan masyarakatnya













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Salah satu tujuan adanya pendidikan inklusif adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Tujuan yang lain adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kenutuhannya, membantu mempercepat program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu, membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah, selanjutnya yaitu menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keberagaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
2.      Pendidikan inklusif di Indonesia memiliki beberapa landasan yaitu :
a.       Landasan filosofis
b.      Landasan yuridis
c.       Landasan empiris
d.      Landasan pedagogis

B.     Saran
Dari berbagai peraturan perundangan dan kesepakatan yang ada tersebut telah mencakup hampir semua hak anak-anak berkebutuhan khusus, hanyaa yang masih menjadi kendala atau permasalahan adalah point pada pelanggaran hak-hak anak yang belum ada sangsinya sehingga masih belum adanya pencapaian hak-hak tersebut secara optimal. Sebagai calon pendidikan, harus tetap mampu mewujudkan hak-hak anak berkebutuhan tersebut sehingga tidak ada deskriminasi karena telah diketahui tujuan pendidikan penting bagi semua orang. Masyarakat pun harus memiliki kesadaran untuk peduli dengan anak berkebutuhan khusus bukan tindakan pengucilan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA


Abdul salim choiri munawir yusuf. 2009. Pendidikan Anak Nerkebutuhan Khusus Secara Inklusif. FKIP .UNS
Laelatussy. 2011.  Hakikat Pendidikan Inklusi. Diposting pada 2 agustus 2011 diunduh dari http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2194177-hakikat-tujuan-pendidikan-inklusi/#ixzz1nq1z1KKy
Suparno. 2008. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

1 komentar: