Selasa, 03 Juni 2014

PENDIDIKAN ORANG DEWASA DAN USIA LANJUT



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan bagi orang dewasa dan usia lanjut. Tidak selamanya kita berbicara dan mengulas di seputar pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Kenyataan di lapangan, bahwa tidak sedikit orang dewasa dan usia lanjut yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan informal maupun nonformal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Masalah yang sering muncul adalah bagaimana kiat, dan strategi membelajarkan orang dewasa dan usia lanjut yang notabene tidak menduduki bangku sekolah.
Dalam hal ini, orang dewasa dan usia lanjut sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa begitupun juga usia lanjut yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri, bergerak dari ketergantungan pada orang lain seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian. Kematangan psikologi orang dewasa dan usia lanjut sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri (mandiri), bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain.

Pendidikan bagi orang dewasa dan usia lanjut jelas berbeda dengan pendidikan bagi anak-anak. Hal tersebut terlihat dari materi pendidikan yang berbeda, kurikulum yang digunakan, karakteristik dari warga belajarnya (orang dewasa dan usia lanjut), dan tujuan dari pemberian pendidikan baik bagi orang dewasa dan usia lanjut. Perlu dipahami apa pendorong bagi orang dewasa dan usia lanjut untuk belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang diharapkannya, bagaimana ia dapat belajar dengan baik dan sebagainya.
Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa dan usia lanjut tentu saja mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang dewasa dan para usia lanjut sebagai siswa atau warga belajar.
Oleh karena itu, tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek yang mungkin dilakukan dalam upaya membelajarkan orang dewasa (andragogi) dan usia lanjut sebagai salah satu alternatif pemecahan kependidikan, sebab pendidikan sekarang ini tidak lagi dirumuskan hanya sekadar sebagai upaya untuk mentransmisikan pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai suatu proses pendidikan sepanjang hayat (long life education).

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.      Pendidikan Orang Dewasa
a.       Apa hakikat pendidikan orang dewasa?
b.      Bagaimana ruang lingkup pendidikan orang dewasa?
c.       Apa saja materi pendidikan yang diajarkan bagi orang dewasa?
2.      Pendidikan Usia Lanjut
a.       Apa yang dimaksud dengan pendidikan usia lanjut?
b.      Bagaimana proses pendidikan usia lanjut?
c.       Apa saja materi pendidikan yang diajarkan bagi usia lanjut?
d.      Kurikulum apa yang digunakan dalam pendidikan usia lanjut?
e.       Bagaimana pengelolaan pembelajaran bagi usia lanjut?

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan pembahasan dari makalah ini, yaitu:
1.        Pendidikan Orang Dewasa
a.       Mengetahui tentang hakikat pendidikan orang dewasa
b.      Mengetahui tentang ruang lingkup pendidikan orang dewasa
c.       Mengetahui tentang materi pendidikan yang diajarkan bagi orang dewasa
2.        Pendidikan Usia Lanjut
a.       Mengetahui tentang pengertian pendidikan usia lanjut
b.      Mengetahui tentang proses pendidikan bagi usia lanjut
c.       Mengetahui tentang materi pendidikan yang diajarkan bagi usia lanjut
d.      Mengetahui tentang kurikulum yang digunakan dalam pendidikan usia lanjut
e.       Mengetahui tentang pengelolaan pembelajaran bagi usia lanjut





















BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENDIDIKAN ORANG DEWASA
1.      Hakikat Pendidikan Oranng Dewasa
a.      Pengertian Pendidikan
Dalam UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
 melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002 : 263) (http://www.sarjanaku.com)
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Soekidjo Notoatmojo. 2003 : 16)
Pendidikan adalah kegiatan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. (Ki Hajar Dewantara). (http://www.ut.ac.id)

b.      Pengertian Orang Dewasa
Ferri Silitonga dalam (http://edukasi.kompasiana.com) dijelaskan mengenai pengertian dewasa sebagai berikut:
KUHPerdata/ BW:
1.    Kedewasaan seseorang adalah usia 21 tahun atau telah menikah.
2.    Pasal 330 KUHPerdata, menyatakan orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum pernah kawin sebelumnya.
UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan:
1.    Pasal 47, menyatakan anak yang sudah berumur 18 tahun.
2.    Pasal 50, menyatakan seseorang dianggap dewasa apabila sudah mencapai umur 18 tahun, tidak berada di bawah kekuasaan orang tua.
Setiap kebudayaan dapat membuat perbedaan usia seseorang dapat dikatakan dewasa secara resmi, yang pada umumnya didasarkan pada perubahan-perubahan fisik dan psikologik tertentu. Dalam hal ini Hurlock, membagi masa dewasa menjadi tiga periode, yaitu:
1.        Masa Dewasa Awal (18 – 40 tahun)
Pada masa ini perubahan-perubahan yang nampak antara lain perubahan dalam hal penampilan, fungsi-fungsi tubuh, minat, sikap, serta tingkah laku sosial
2.        Masa Dewasa Madya (40 - 60 tahun)
Pada masa ini kemampuan fisik dan psikologis seseorang terlihat mulai menurun. Usia dewasa madya merupakan usia transisi dari Adulthood ke masa tua. Transisi itu terjadi baik pada fungsi fisik maupun psikisnya.
3.        Masa Dewasa Akhir (60 tahun ke atas)
Pada masa dewasa lanjut, kemampuan fisik maupun psikologis mengalami penurunan yang sangat cepat, sehingga seringkali individu tergantung pada orang lain. Timbul rasa tidak aman karena faktor ekonomi yang menimbulkan perubahan pada pola hidupnya. (http://www.sarjanaku.com)

Jadi, pendidikan orang dewasa adalah pendidikan yang diperuntukkan bagi orang-orang dewasa dalam lingkungan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, mengembangkan keterampilan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru serta merubah sikap dan perilakunya.
Pendidikan orang dewasa disebut juga Andragogi adalah proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Istilah ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, pada tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles.
Andradogi berasal dari bahasa Yunani aner artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin. Istilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi yang ditarik dari kata paid artinya anak dan agogus artinya memimpin. Maka secara harfiah pedagogi berarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni atau pengetahuan mengajar anak maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelas kurang tepat, karena mengandung makna yang bertentangan.

2.      Ruang Lingkup Pendidikan Orang Dewasa
a.        Prinsip-prinsip Pendidikan Orang Dewasa
Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan training (pelatihan) dan pendidikan, dan biasanya diterapkan pada situasi kelas formal atau untuk sistem on the job training (magang). Tiap bentuk pelatihan sebaiknya memuat sebanyak mungkin 9 prinsip yang tersebut di bawah ini. Supaya kita mudah mengingatnya (9 prinsip tersebut), maka biasanya digunakan sistem jembatan keledai atau istilah asingnya mnemonic, yaitu RAMP 2 FAME.
R    =   Recency
A    =   Appropriateness
M    =   Motivation
P     =   Primacy
2     =   2–Way Communication
F    =   Feedback
A    =   Active  Learning
M    =   Multi–Sense Learning
E    = Excercise
Prinsip-prinsip ini dalam berbagai cara sangat penting, karena memungkinkan pelatih untuk menyiapkan satu sessi secara tepat dan memadai, menyajikan sessi secara efektif dan efisien, juga memungkinkan melakukan evaluasi untuk sessi tersebut. Mari kita coba lihat ide-ide yang melatarbelakangi istilah RAMP 2 FAME. Penting untuk dicatat bahwa prinsip-prinsip ini tidak disajikan dalam satu urutan. Kedudukannya sama dalam satu kaitan antar hubungan.
R – RECENCY
Hukum dari Recency menunjukkan kepada kita bahwa sesuatu yang dipelajari atau diterima pada saat terakhir adalah yang paling diingat oleh peserta/partisipan. Ini menunjukkan dua pengetian yang terpisah di dalam pendidikan. Pertama, berkaitan dengan isi (materi) pada akhir sessi dan kedua berkaitan dengan sesuatu yang “segar” dalam ingatan peserta. Pada aplikasi yang pertama, penting bagi pelatih untuk membuat ringkasan (summary) sesering mungkin dan yakin bahwa pesan-pesan kunci/inti selalu ditekankan lagi di akhir sessi. Pada aplikasi kedua, mengindikasikan kepada pelatih untuk membuat rencana kaji ulang (review) per bagian di setiap presentasinya.
A : APPROPRIATENES (Kesesuaian)
Hukum dari appropriatenes atau kesesuaian mengatakan kepada kita bahwa secara keseluruhan, baik itu pelatihan, informasi, alat-alat bantu yang dipakai, studi kasus -studi kasus, dan material-material lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta/partisipan. Peserta akan mudah kehilangan motivasi jika pelatih gagal dalam mengupayakan agar materi relevan dengan kebutuhan mereka. Selain itu, pelatih harus secara terus menerus memberi kesempatan kepada peserta untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara informasi-informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah diperolah peserta, sehingga kita dapat menghilangkan kekhawatiran tentang sesuatu yang masih samar atau tidak diketahui.
M: MOTIVATION (motivasi)
Hukum dari motivasi mengatakan kepada kita bahwa pastisipan/peserta harus punya keinginan untuk belajar, dia harus siap untuk belajar, dan harus punya alasan untuk belajar. Pelatih menemukan bahwa jika peserta mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar atau rasa keinginan untuk berhasil, dia akan lebih baik dibanding yang lainnya dalam belajar. Pertama-tama karena motivasi dapat menciptakan lingkungan (atmosphere) belajar menjadi menye-nangkan. Jika kita gagal menggunakan hukum kesesuaian (appropriateness) tersebut dan mengabaikan untuk membuat material relevan, kita akan secara pasti akan kehilangan motivasi peserta.
P : PRIMACY (Menarik Perhatian di awal sessi)
Hukum dari primacy mengatakan kepada kita bahwa hal-hal yang pertama bagi peserta biasanya dipelajari dengan baik, demikian pula dengan kesan pertama atau serangkaian informasi yang diperoleh dari pelatih betul-betul sangat penting. Untuk alasan ini, ada praktek yang bagus yaitu dengan memasukkan seluruh poin-poin kunci pada permulaan sessi. Selama sessi berjalan, poin-poin kunci berkembang dan juga informasi-informasi lain yang berkaitan. Hal yang termasuk dalam hukum primacy adalah fakta bahwa pada saat peserta ditunjukkan bagaimana cara mengerjakan sesuatu, mereka harus ditunjukkan cara yang benar di awalnya. Alasan untuk ini adalah bahwa kadang-kadang sangat sulit untuk “tidak mengajari” peserta pada saat mereka membuat kesalahan di permulaan latihan.

2 : 2- WAY COMMUNICATION (Komunikasi 2 arah)
Hukum dari 2-way-communication atau komunikasi 2 arah secara jelas menekankan bahwa proses pelatihan meliputi komunikasi dengan peserta, bukan pada mereka. Berbagai bentuk penyajian sebaiknya menggunakan prinsip komunikasi 2 arah atau timbal balik. Ini tidak harus bermakna bahwa seluruh sessi harus berbentuk diskusi, tetapi yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara pelatih/fasilitator dan peserta/partisipan.
F: FEEDBACK (Umpan Balik)
Hukum dari feedback atau umpan balik menunjukkan kepada kita, baik fasilitator dan peserta membutuhkan informasi satu sama lain. Fasilitator perlu mengetahui bahwa peserta mengikuti dan tetap menaruh perhatian pada apa yang disampaikan, dan sebaliknya peserta juga membutuhkan umpan balik sesuai dengan penampilan/kinerja mereka.
Penguatan juga membutuhkan umpan balik. Jika kita menghargai peserta (penguatan yang positif) untuk melakukan hal-hal yang tepat, kita mempunyai kesempatan yang jauh lebih besar agar mereka mengubah perilakunya seperti yang kita kehendaki. Waspada juga bahwa terlalu banyak penguatan negatif mungkin akan menjauhkan kita memperoleh respon yang kita harapakan.
A : ACTIVE LEARNING (Belajar Aktif)
Hukum dari active learning menunjukkan kepada kita bahwa peserta belajar lebih giat jika mereka secara aktif terlibat dalam proses pelatihan. Ingatkah satu peribahasa yang mengatakan “Belajar Sambil Bekerja” ? Ini penting dalam pelatihan orang dewasa. Jika anda ingin memerintahkan kepada peserta agar menulis laporan, jangan hanya memberitahu mereka bagaimana itu harus dibuat tetapi berikan kesempatan agar mereka melakukannya. Keuntungan lain dari ini adalah orang dewasa umumnya tidak terbiasa duduk seharian penuh di ruangan kelas, oleh karena itu prinsip belajar aktif ini akan membantu mereka supaya tidak jenuh.
M : MULTIPLE -SENSE LEARNING
Hukum dari multi- sense learning mengatakan bahwa belajar akan jauh lebih efektif jika partisipan menggunakan lebih dari satu dari kelima inderanya. Jika anda memberitahu trainee mengenai satu tipe baru sandwich mereka mungkin akan mengingatnya. Jika anda membiarkan mereka menyentuh, mencium dan merasakannya dengan baik, tak ada jalan bagi mereka untuk melupakannya.
E. EXERCISE (Latihan)
Hukum dari latihan mengindikasikan bahwa sesuatu yang diulang-ulang adalah yang paling diingat. Dengan membuat peserta melakukan latihan atau mengulang informasi yang diberikan, kita dapat meningkatkan kemungkinan mereka semakin mampu mengingat informasi yang sudah diberikan. Yang terbaik adalah jika pelatih menambah latihan atau mengulangi pelajaran dengan mengulang informasi dalam berbagai cara yang berbeda. Mungkin pelatih dapat membicarakan mengenai suatu proses baru, lalu menunjukkan diagram/overhead, menunjukkan produk yang sudah jadi dan akhirnya minta kepada peserta untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Latihan juga menyangkut intensitas. Hukum dari latihan juga mengacu pada pengulangan yang berarti atau belajar ulang.

b.        Faktor-faktor Pendidikan Orang Dewasa
Faktor-faktor yang mempengaruhi orang dewasa dalam belajar dapat bersifat psikis dan fisik.
1)   Faktor Psikis
a)      Harapan masa depan
b)      Latar belakang sosial
c)      Keluarga
d)     Daya ingat
2)   Faktor Fisik
a)      Faktor penglihatan
b)      Faktor pendengaran
c)      Faktor artikulasi
d)     Faktor penyakit

c.         Tujuan Pendidikan Orang Dewasa
Pendidikan orang dewasa umumnya memiliki sasaran kelompok orang dewasa yang beraneka ragam, baik usianya, tingkat pendidikannya, lingkungan sosialnya, pelajarannya dan lain-lain.
Secara umum terdapat beberapa tujuan pendidikan orang dewasa yaitu sebagai berikut:
1)   Tujuan POD bagi pengembang kecerdasan atau intelektual warga belajar
Yaitu mengembangkan kecerdasan untuk menerima, menyimpan dan mengolah infomasi menjadi fakta. Orang yang kecerdasan intelektualnya baik, baginya tidak ada informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan dan diolah, pada waktu yang tepat dan pada saat dibutuhkan diolah dan diinformasikan kembali.
2)   Tujuan POD bagi aktualisasi dari indvidu peserta belajar
Aktualisasi tersebut mencakup pemenuhan diri (self-fulfillment), realisasi seluruh potensi, dan kebutuhan untuk menjadi kreatif. Mereka yang telah mencapai level aktualisasi diri menjadi lebih manusiawi, lebih asli dalam mengekspresikan diri, tidak terpengaruh oleh budaya.
3)   Tujuan POD bagi pengembangan personal
Pengembangan personal dapat dilakukan dengan menanamkan mindset atau sikap yang paling positif dan memberdayakan yang bisa Anda tanam, kemudian tanamkan keunggulan skill pada diri Anda, lalu perluaslah jaringan Anda.
4)   Tujuan POD bagi perubahan sosial (masyarakat)
Merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
5)   Tujuan POD bagi pengembangan SDM dalam organisasi kerja (efektivitas organisasi)
Pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi kerja adalah suatu proses peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kapasitas dari semua penduduk suatu masyarakat dalam organisasi kerja.

d.        Metode Pendidikan Orang Dewasa
1)      Belajar Pasif
Belajar pasif merupakan metode yang paling banyak dan sering digunakan dalam proses pembelajaran pada umumnya. Pada metode belajar aktif, peserta didik memperoleh informasi hanya dengan cara melihat dan mendengarkan. Contoh metode belajar pasif yaitu:
a)    Membacakan
b)   Mendengarkan kata-kata
c)    Melihat gambar
2)      Belajar Aktif
Dalam metode belajar aktif peserta didik terlibat atau berpartisipasi langsung dalam proses pembelajaran. Contoh metode belajar aktif yaitu:
a)    terlibat dalam diskusi
b)   membantu teman belajar
c)    bermain peran
Metode belajar aktif lebih baik daripada metode belajar pasif, karena ingatan dan pemahaman kita tehadap segala sesuatu yang diajarkan lebih lama mengendap di dalam ingatan kita.
3)      Kerucut Belajar
3

4
5
6
2
1
10 % kita baca
20 % kita dengar
30 % kita lihat
50 % kita dengar dan lihat
70 % kita ucapkan
90 % kita ucapkan dan lakukan
 















4)      Belajar Interaktif
Metode ini merupakan metode yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam pengalaman belajar. Contoh dari belajar interaktif yaitu:
a)      Curah pendapat atau brainstorming
b)      Peragaan atau demonstration
c)      Bermain peran atau role playing
d)     Studi kasus atau chase studies
e)      Permainan atau game



3.      Materi/Program Pendidikan bagi Orang Dewasa
Program secara umum diartikan suatu kegiatan bekajar (kurikulum) yang drancang oleh suatu lembaga (institusi) yang digunaan bagi peserta didik untuk mengikut kegiatan belajar sesuai dengan tujuan pendidikan (pembelajaran) yang ditetapkan. Misalnya program khusus menjahit bagi para peserta sesudah selesai mengikuti program untuk memasuki dunia kerja di industri konveksi atau mendirikan usaha sendiri seperti butik atau penjahitan.
Institusi atau lembaga yang menyusun program Pendidikan Orang Dewasa antara lain :
1.      Lembaga kursus
2.      Pusat pendidikan & pelatihan ( balai latihan, tenaga kerja, BLK )
3.      Pusat kegiatan belajar ( SKB )
4.      BPKB ( Badan Pengembangan Kegiatan Belajar )
5.      BPPNFI ( Badan Pengembangan Pendidikan Non Formal – Informal )
6.      Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
7.      Perguruan Tinggi ( Program Pendidikan Ekstension)
8.      Pendidikan & Pelatihan di Perusahaan / Perkantoran.

B.       PENDIDIKAN USIA LANJUT
1.      Pengertian Usia Lanjut
Pengertian usia lanjut secara tepat sangat sulit dan tidak persis satu sama lainnya. Di Jerman pada tahun 1883 ditetapkan 65 tahun sebagai masa usia lanjut, seperti halnya di Amerika Serikat yang menurut Undang-Undang Jaminan Sosial, seseorang dikatakan berusia lanjut bila telah mencapai usia 65 tahun ke atas. Di Indonesia usia lanjut diidentikkan dengan seseorang yang memasuki masa pensiun. Undang-Undang No. 4 Tahun 1965 Pasal 1 menyatakan bahwa “orang jompo ialah setiap orang yang berhubungan dengan usia lanjut, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari”. Sehubungan dengan itu Keputusan Menteri Sosial RI Nomor: HUK 3-1/50/107 tahun 1971, Pasal 1 menyatakan bahwa seseorang dinyatakan sebagai jompo, setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
2.      Pendidikan Usia Lanjut 
Pendidikan usia lanjut merupakan sebuah rangkaian proses pembelajaran, latihan, dan bimbingan bagi warga belajar usia lanjut yang meliputi:
a.    Pengalaman belajar pada masa lalu yang dimiliki warga belajar (usia lanjut)
Pengalaman belajar pada masa lalu yang dimiliki oleh usia lanjut sangat berpengaruh dalam proses belajar pada masa usia lanjut. Kelemahan yang dihadapi pada usia lanjut yaitu sulitnya menghubungkan pelajaran yang telah diterima pada masa lalu dengan pelajaran yang baru diterimanya. Hal tersebut disebabkan menurunnya daya nalar (daya ingat) warga belajar usia lanjut yang semakin menurun. Sehingga waktu belajar bagi usia lanjut memerlukan waktu yang lama dalam menghafal.
b.    Penguasaan varian-varian pengalaman belajar yang telah dimiliki
Warga belajar usia lanjut dalam hal mengingat dan menguasai kembali pengalaman belajarnya memerlukan waktu yang lama dan perlu adanya perhatian dari pendidik agar proses mengingat pengalaman belajar menjadi mudah, yaitu sebagai berikut:
1)   membantu warga belajar dalam menerapkan prinsip-prinsip pengorganisasian bahan belajar
2)   Membantu warga belajar dalam penentuan model kegiatan pembelajaran yang akan mereka jalani.
c.    Landasan belajar bagi usia lanjut
Landasan belajar bagi usia lanjut menggunakan konsep pendidikan sepanjang hayat (life long education). Dimana pendidikan sepanjang hayat adalah suatu pendidikan yang tidak terbatas usia dan berakhirnya pendidikan tersebut mencakup keseluruhan waktu hidup seseorang atau sekelompok orang (warga belajar).
Pendidikan sepanjang hayat ini dapat dijabarkan ke dalam program-program pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan motivasi dalam diri warga belajar untuk membiasakan belajar secara continue (terus menerus) sepanjang hayatnya.
d.   Gaya belajar dan usia lanjut
Gaya belajar didefinisikan sebagai karakteristik cara seseorang dalam memproses informasi, merasa, dan menyikapi terhadap dan atau dalam situasi belajar. Dengan kata lain, preferensi-preferensi watak dan kecenderungan mempengaruhi belajar seseorang. Usia lanjut memiliki perbedaan dalam hal berpikir dan menyelesaikan masalah mereka.
e.    Materi yang cocok dipelajari oleh usia lanjut
Materi belajar yang cocok bagi warga belajar usia lanjut adalah sebagai berikut:
1)      Perkembangan individu
a)      Kesehatan, meliputi:
a.    Kesehatan fisik
b.    Kesehatan emosional
c.    Cara mencegah penyakit
b)      Perkembangan intelektual
a.    Mengemukakan buah pikiran
b.    Memahami pikiran orang lain
c.    Bekerja efektif
c)      Pilihan moral
a.    Kebebasan individu
b.    Tanggung jawab atas diri sendiri
c.    Tanggung jawab atas orang lain
2)      Perkembangan partisipasi sosial
a)      Hubungan antarpribadi
(1)     Mengusahakan hubungan sosial dengan orang lain
(2)     Mengusahakan hubungan kerja yang baik dengan orang lain
b)       Keanggotaan kelompok
(1)     Memasuki kelompok
(2)     Partisipasi dalam kelompok
(3)     Partisipasi kepemimpinan dalam kelompok
c)    Hubungan antarkelompok
(1)     Kerja sama dengan kelompok rasional
(2)     Kerja sama dengan kelompok agama
(3)     Kerja sama dengan kelompok nasional (persatuan organisasi)
(4)     Kerja sama dalam kelompok sosial ekonomi
3)      Perkembangan menghadapi faktor-faktor dan daya-daya lingkungan
a)    Alamiah
(1)     Mempelajari gejala fisik (kekeringan, debu, dsb)
(2)     Mempelajari tanaman
(3)     Mempelajari hewan
(4)     Mempelajari pengaruh kimiawi (sabun, bumbu masakan, gas, minyak tanah, dsb)
b)   Teknologi
(1)   Pemberian alat-alat rumah tangga
(2)   Pemberian alat transportasi
c)    Daya sosial ekonomi
(1)   Mencari nafkah
(2)   Mencari barang dan jasa
(3)   Kesejahteraan umum
f.     Metode dan strategi pembelajaran bagi usia lanjut
Metode pembelajaran bagi usia lanjut yaitu:
1)        Metode pembelajaran yang menggali minat, bakat dan kreativitas para orang tua/manula dengan cara persuasive dan menyenangkan.
2)        Metode yang dipilih harus menyeimbangkan kemampuan intelektualitas dengan kemampuan fisik serta kecerdasan spritual dan emosional warga belajar.
3)        Tekhnik pembelajarannya adalah dengan tidak membantah, memotong, meragukan kemampuan individual, dan hal-hal lain yang mengakibatkan ketidaknyamanan para orang tua/manula.
4)        Tekhnik lainnya yaitu, dengan memuji, memberikan aplaus/jempol atas pernyataan maupun pertanyaan, memberikan kesimpulan yang baik dan benar, mengarahkan apabila diperlukan dll.
Adapun strategi pembelajaran bagi usia lanjut adalah sebagai berikut:
1.      Strateginya adalah dengan memilah kondisi individual sesuai dengan kemampuannya, baik secara intelektualitas serta kemampuan fisik.
2.      Para orang tua/manula harus merasa dibutuhkan dari sisi kompetensinya.
3.      Melakukan pembelajaran konstektual.
4.      Menerima dan memediasi serta memfasilitasi kebutuhan, ide, pemikiran, gagasan serta kreativitas yang mereka miliki.
g.    Evaluasi pembelajaran bagi usia lanjut
Hal di atas berangkat dari asumsi bahwa dalam pendidikan terdapat tiga dimensi pokok, yaitu pembelajaran, latihan, dan bimbingan. Selain itu, dalam pendidikan usia lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)        Karakteristik warga belajar
Warga belajar usia lanjut memiliki karakteristik sebagai berikut yaitu 
a)    Perbedaan orientasi terhadap pendidikan dan belajar
b)   Akumulasi pengalaman
c)    Kecenderungan khusus
2)        Pendekatan
Srivisasan dalam (Ilmu dan Aplikasi Pendidikan) mengemukakan tiga macam pendekatan orang dewasa dalam hal ini usia lanjut terhadap belajar yaitu
a)    Pendekatan yang berpusat pada masalah
b)   Pendekatan proyektif
c)    Pendekatan aktualisasi diri
3)        Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pembelajaran
Menurut Syamsu Mappa dan Anisah Basleman (Ilmu dan Aplikasi Pendidikan) proses pembelajaran orang dewasa (usia lanjut) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a)    Faktor Fisiologis, meliputi
(1)     Pendengaran, mencakup: kejelasan pendengaran dan diskriminasi nada.
(2)     Penglihatan, mencakup: intensitas penglihat, jarak penglihatan, jarak penglihatan jauh, kemampuan untuk membedakan warna, dan ketelitian penglihatan.
(3)     Kondisi fisiologis
b)   Faktor Psikologis, meliputi
(1)   Kecerdasan/bakat
(2)   Motivasi
(3)   Perhatian
(4)   Berpikir
(5)   Ingatan/lupa
(6)   Belajar lanjut (Over Learning)
(7)   Review/resitasi
c)    Faktor Lingkungan Belajar
Faktor lingkungan belajar yang dapat mempengaruhi orang dewasa dalam belajar adalah:
(1)   Tempat dimana orang dewasa (usia lanjut) itu belajar
(2)   Di luar tempat dimana orang dewasa (usia lanjut) itu belajar
d)   Faktor Sistem Penyajian
Sistem penyajian dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
(1)   Kurikulum
Kurikulum sangat berpengaruh dan sangat menentukan dalam pemilihan strategi belajar dan membelajarkan orang dewasa (usia lanjut). Oleh sebab itu struktur kurikulum harus diketahui kedudukan dan peranan tiap mata pelajaran dalam pembentukan kompetensi, pribadi, pengetahuan, keterampilan, dan sosial.
(2)   Bahan belajar
Beberapa aspek bahan belajar yang perlu dipertimbangkan dan diperhatikan dalam memilih strategi belajar dan membelajarkan orang dewasa (usia lanjut) mencakup aspek kemampuan yang akan dikembangkan, derajat kesukaran, jenis bahan, luas dan jumlah bahan, serta letak bagian dalam keseluruhan pelajaran.
(3)   Metode penyajian
Beberapa kriteria pemilihan metode penyajian, diantaranya metode penyajian dipilih sesuai dengan hakikat tujuan pembelajaran, metode penyajian dipilih sesuai dengan sifat dan hakikat bahan belajar yang disajikan, dan metode penyajian dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan belajar.


3.      Konsep Pembelajaran bagi usia lanjut
Berikut ini akan dibahas mengenai konsep pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik warga belajar usia lanjut.
Belajar berarti penambahan pengetahuan. Dalam hal ini belajar sering dikaitkan dengan menghafal. Belajar bisa pula diartikan sebagai perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan. Berikut ini adalah teori dan konsep belajar yang dianggap relevan dengan masyarakat lanjut usia.
a.    Teori Belajar
Teori belajar yang berperan dalam pendidikan usia lanjut adalah sebagai berikut:
a)  Teori-teori belajar menurut aliran behavioristik
Para penganut aliran teori belajar behavioristik mulai terkenal pada paruh abab 20-an, dan berkembang dengan pandangan-pandangan belajar seperti disiplin mental, developing inind matter, pelatihan, dan lain-lain. Para penganut aliran behavioristik mengartikan belajar sebagai perubahan tingkah laku, perubahan di dalam hal kemampuan dan kecakapan untuk berperilaku dalam cara-cara yang baru pada diri pelajar, tidak menyertakan perubahan yang diakibatkan oleh kematangan, kedewasaan, dan pertumbuhan. Perubahan tingkah laku tersebut diakibatkan oleh pengaruh lingkungan. Tokoh teori belajar aliran behavioristik meliputi: Thorndike, Pavlov, Watson, dan Skinner.
Adapun teori-teori belajar menurut aliran behavioristik antara lain sebagai berikut:
(1)   Teori Classical Conditioning
Telah kita ketahui sebelumnya teori classical conditioning yang terkenal oleh Ivav Pavlov, yang memuat prinsip dasar. Prinsip dasar tersebut adalah sebuah unconditioned stimulus (US), unconditioned response (UR), dan conditioned stimulus (CS).  (Drs. Alex Sobur, 2009:224). Prinsip-prinsip tersebut mengungkapkan bahwa pembentukan tingkah laku dapat dilakukan melalui proses atau latihan.
Ivav Pavlov menerapkan prinsip tersebut sebagai berikut anjing (US) dapat keluar air liurnya (UR) ketika hanya mendengar bunyi lonceng dan pada percobaan berikutnya air liur tidak keluar lagi meskipun lonceng dibunyikan (CS) berulang-ulang. Terbukti bahwa pengulangan hubungan dari stimulus terlihat dalam pemindahan sifat-sifat reaksi yang dihasilkan dari rangsangan atau stimulus yang satu (US) ke stimulus yang lain (CS) dalam arti bahwa proses atau latihan terus menerus akan membentuk perubahan tingkah laku.
      Peran dalam kegiatan belajar orang dewasa dan usia lanjut adalah ketika seseorang tidak mengalami kepuasan maka akan berhenti berlatih atau belajar, tatkala mengalami ketidakpuasan, ketakutan atau merasa berat dengan apa yang dihadapinya. Terlihat adanya hubungan pembentukan antara “emotional” dan “attitudional”. Contoh : pada orang dewasa banyak yang tidak suka pada pelajaran Bahasa Inggris disebabkan oleh sulitnya mencerna kata-kata Bahasa Inggris. Namun mulai saat ini banyak orang dewasa dan usia lanjut suka belajar Bahasa Inggris karena tutor yang menarik dan menyenangkan.
(2)   Teori Operant Conditioning
      Teori operant conditioning adalah teori yang terkenal dengan hubungan antara stimulus dengan respon. Skinner berpendapat bahwa perilaku manusia selalu dikendalikan oleh faktor luar (faktor lingkungan, rangsangan, atau stimulus) juga pada penguatan yang diberikan. Bila penguatan yang diberikan positif, suatu perilaku dapat dikembangkan. Namun jika penguatan negatif, maka perilaku akan dihambat.
      Skinner mengujicobakan eksperimennya dengan memasukan hewan pada ke dalam kotak, yang tidak berisi apa-apa kecuali pengungkit dan baki makanan. Dari percobaan tersebut, mengahsilkan perbedaan perubahan tingkah laku antara hewan-hewan yang dimasukkan yang menunjukkan  adanya hubungan antara stimulus dengan respon juga adanya penguatan yang diberikan.
      Peran teori operant conditioning pada orang dewasa dan usia lanjut adalah bagi guru atau fasilitator maupun buku-buku pelajaran hendaknya memiliki peran dan fungsi sebagai programmer yang berusaha membentuk perilaku warga belajar dengan memberikan urutan stimulus dan respon, sehingga perilaku akhir sebagaimana ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Jadi jika menginginkan perilaku yang berkembang maka harus ada penguatan berupa penghargaan atau penguatan positif. Ini menurut teori Operant Conditioning.
b.    Prinsip-Prinsip Belajar
Davies (1991:32), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar belajar dalam proses pembelajaran, yaitu :
a)    Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.
b)   Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
c)    Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement).
d)   Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.
e)    Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik. (http://edukasi.kompasiana.com)
Kemudian pada belajar memiliki prinsip-prinsip, diantaranya: a) belajar harus memiliki tujuan, b) tujuan harus berhubungan dengan kebutuhan hidup, c) dalam belajar harus ada usaha dan bersedia mengalami bermacam-macam kesukaran, d) harus ada perubahan tingkah laku sebagai hasil, e) harus ada hasil sambilan di samping tujuan pokok, f) harus berbuat (learning by doing),   g) belajar sebagai suatu keseluruhan, h) ada unsur bantuan dan bimbingan orang lain, i) memerlukan insight, j) ada tujuan lain di samping tujuan yang sebenarnya, k) belajar dikatakan berhasil apabila memberi sukses yang menyenangkan, l) pengulangan dan latihan perlu diberikan atas dasar pemahaman, dan m) ada kemauan untuk belajar.
4.      Desain Model Pendidikan Usia Lanjut
Metode dan strategi pembelajaran
Belajar
            Gambar dibawah ini adalah desain model pendidikan usia lanjut.
Pengalaman Belajar Pada Usia Lanjut
Penguasaan varian pengalaman belajar
Materi yang dipelajari
Landasan Belajar
Kurikulum Pembelajaran
Pengelolaan Pembelajaran
 






5.      Kurikulum Pembelajaran Bagi Usia Lanjut
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan usia lanjut yaitu Kurikulum persistent life situations, yaitu merupakan bagian dari kurikulum terpadu yang menganalisis situasi yang dihadapi manusia dalam hidupnya, masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Kurikulum Persistent Life Situations memiliki karakteristik, fungsi, prinsip dan strategi penerapan sebagai berikut:
a.    Karakteristik Kurikulum Persistent Life Situations
Karakteristik kurikulum Persistent Life Situations bagi warga belajar usia lanjut adalah sebagai berikut:
1)   Universal artinya pokok bahasannya memiliki tingkat generalisasi yang tinggi sehingga mampu memberikan kompetensi seluruh spektrum pendidikan bagi warga belajar usia lanjut.
2)   Adaptif artinya dapat memberikan kemampuan kepada warga belajar usia lanjut untuk mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3)   Transferable artinya konsep-konsep yang ada dalam pokok-pokok bahasan dapat dimanfaatkan atau digunakan bagi kehidupan di masyarakat dan kehidupan sehari-hari.
4)   Aplikatif artinya memungkinkan diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang keilmuan dan teknologi.
5)   Meaningful artinya layak, bermakna dan bermanfaat untuk diketahui dan dikuasai peserta didik sebagai landasan untuk tetap survive.
6)    Mampu untuk membentuk dan membangun pola pikir melalui kegiatan bernalar.
7)   Mampu mengembangkan kreativitas untuk mengidentifikasi dan menemukan.


b.    Fungsi Kurikulum Persistent Life Situations Bagi Warga Belajar Usia Lanjut
Kurikulum selain memiliki peranan, juga memiliki berbagai fungsi. Pada kurikulum Persistent Life Situations usia lanjut memiliki fungsi-fungsi yang sama dengan fungsi-fungsi kurikulum pada umumnya.
Secara umum fungsi kurikulum menurut Alexander Inglis (dalam buku  memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
a)    Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian pada kurikulum Persistent Life Situations bagi warga belajar usia lanjut memandang bahwa individu (usia lanjut) hidup dalam lingkungan sehingga setiap individu (usia lanjut) harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan secara menyeluruh. Individu (usia lanjut) dituntut selalu mampu menyesuaikan diri disebabkan lingkungan tempat individu berinteraksi selalu berubah dan bersifat dinamis.
b)   Fungsi Pengintegrasian
Fungsi integrasi memandang bahwa kurikulum harus berfungsi mendidik pribadi-pribadi (usia lanjut) yang terintegrasi. Hal tersebut disebabkan individu (usia lanjut) merupakan bagian integral dari masyarakat (lingkungan). Dengan perkataan lain, individu harus berkonstribusi pada pengintegrasian masyarakat.
c)    Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi memandang bahwa kurikulum harus memberikan pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan individu dalam masyarakat. Hal ini berangkat dari suatu anggapan bahwa individu (usia lanjut) berbeda dengan individu lainnya. Pembedaan (diferensiasi) di sini dimungkinkan untuk bisa mendorong proses berfikir kritis dan kompetitif diantara individu (usia lanjut).


d)   Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan memandang bahwa kurikulum harus berfungsi mempersiapkan warga belajar usia lanjut untuk mampu melanjutkan dan atau menerima materi/bahan lebih jauh.
e)    Fungsi Pemilihan
Fungsi pemilihan merupakan tindak lanjut dari fungsi perbedaan. Dimana dari perbedaan-perbedaan yang muncul harus mampu menarik dan menentukan pilihan minat individu (usia lanjut).
f)    Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostik memandang bahwa kurikulum harus mampu mengarahkan warga belajar memahami dan menerima keadaan dirinya untuk dapat mendorong dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.

c.    Prinsip Kurikulum Persistent Life Situations Bagi Usia Lanjut
Adapun prinsip kurikulum Persistent Life Situations bagi usia lanjut adalah sebagai berikut:
a)    Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur
b)    Belajar sepanjang hayat (lifelong education)
c)    Pengembangan keterampilan dan kemandirian hidup

d.   Strategi Penerapan Kurikulum Persistent Life Situations Bagi Usia Lanjut
Penerapan kurikulum Persistent Life Situations memiliki strategi sebagai berikut, yaitu: a) Penetapan Sosialisasi Kurikulum, b) Penetapan sasaran dan prosedur, c) Penetapan Waktu dan Lama Pelaksanaan Kurikulum, dan d) Penetapan Evaluasi Hasil.



6.      Pengelolaan Pembelajaran
Sebagian besar kegiatan pembelajaran dalam program pelatihan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat khususnya pada program pelatihan bagi orang usia lanjut, dilakukan di ruangan atau di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa ruangan/ kelas merupakan tempat kegiatan utama bagi kegiatan pembelajaran dalam program-program pelatihan dan program/kegiatan pendidikan luar sekolah kliennya. Penggunaan ruangan/kelas sebagai tempat kegiatan pembelajaran didasari oleh beberapa alasan sebagaimana dikemukakan oleh D. Sudjana (dalam buku Ilmu Pendidikan dan Aplikasi Pendidikan) yaitu sebagai berikut:
a)      Kegiatan pembelajaran di ruangan/kelas sudah lebih dulu dikenal dibandingkan dengan tempat kegiatan pembelajaran lainnya.
b)      Penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di ruangan/kelas lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penyelenggaraan pada fasilitas lainnya. Pembelajaran di ruangan kelas cukup dengan mencari dan menentukan ruangan yang akan digunakan, adanya sejumlah peserta didik, adanya bahan belajar dan tersedianya alat bantu pembelajaran.
c)      Melalui kegiatan pembelajaran di ruangan/kelas memungkinkan semua peserta didik dapat menerima informasi pada waktu yang sama. Demikian pula setiap peserta didik dapat memulai dan mengakhiri kegiatan belajar secara bersama-sama. Dalam ruangan/kelas mereka dapat membahas bahan belajar yang sama, dapat melihat alat peraga dan menggunakan media belajar secara bersama, dan dapat pula berinteraksi dalam ruang dan waktu yang sama.
Hanya saja agar pengelolaan pembelajaran dalam ruangan/kelas dapat berjalan lebih efektif, maka perlu memperhatikan persyaratan-persyaratan berikut ini:
a)        Adanya keterlibatan, tanggung jawab dan umpan balik dari peserta didik. Keterlibatan peserta didik merupakan syarat pertama dan utama dalam kegiatan pembelajaran di ruangan/kelas. Untuk terjadinya keterlibatan peserta didik maka mereka harus memahami dan memiliki tujuan belajar yang ingin dicapai melalui kegiatan belajar. Keterlibatan peserta didikpun harus mempunyai arti penting bagi dirinya dan perlu diarahkan secara baik oleh pendidik untuk kepentingan peserta didik. Bentuk keterlibatan peserta didik itu banyak bentuknya, salah satu contohnya adalah sekelompok peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar untuk memecahkan masalah yang dihadapi bersama, namun secara terpisah peserta didik dapat melakukan kegiatan pemecahan masalah secara perseorangan.
b)        Tanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran. Para peserta didik perlu disadarkan tentang sejauh mana tanggung jawab mereka dalam kegiatan belajar. Apabila tujuan belajar telah diketahui dengan baik dan jelas oleh peserta didik, maka mereka perlu meyakini bahwa merekalah yang harus melakukan kegiatan belajar guna mencapai tujuan belajar. Tidak sebaliknya, yaitu pendidik yang menyuruh dan memaksakan kehendaknya kepada peserta didik agar mereka berbuat untuk mencapai tujuan itu. Dalam kegiatan belajar yang dilakukan dalam kelompok kecil, seperti pekerjaan sehari-hari, peserta didik perlu merasakan bahwa merekalah yang memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas dalam kegiatan belajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh mereka, sedangkan pendidik hanya berperan untuk memberikan dorongan atau bimbingan.
c)        Adanya umpan balik (feed back) dan peserta didik. Umpan balik ini berguna bagi pendidik untuk mengetahui tingkat perubahan yang dialami oleh peserta didik pada saat sebelum dan pada saat kegiatan belajar berlangsung. Dengan adanya umpan balik ini pendidik akan memperoleh gambaran tentang perubahan yang telah dan sedang terjadi patuh diri peserta didik. Makin  banyak umpan balik yang disampaikan peserta didik, maka akan makin diketahui tentang tingkat keberhasilan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan pendidik. Umpan balik dapat dilakukan dengan bermacam cara seperti dengan bertanya, minta tanggapan, menyuruh melakukan kegiatan, dan menjelaskan kembali suatu yang telah dipelajari kepada semua peserta didik. Umpan balik di ruangan/kelas dapat diperoleh dengan menggunakan alat penghimpun informasi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi. Alat-alat tersebut antara lain berupa catatan harian, lembaran observasi, lembaran evaluasi kegiatan dan penampilan pendidik serta lembaran pesan dari peserta didik.





















BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Pendidikan dewasa atau disebut juga andragogi yaitu proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. pendidikan orang dewasa adalah pendidikan yang diperuntukkan bagi orang-orang dewasa dalam lingkungan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, mengembangkan keterampilan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru serta merubah sikap dan perilakunya.
Pendidikan usia lanjut merupakan sebuah rangkaian proses pembelajaran, latihan, dan bimbingan bagi warga belajar usia lanjut yang meliputi:
a.       Pengalaman belajar pada masa lalu yang dimiliki warga belajar (usia lanjut)
b.      Penguasaan varian-varian pengalaman belajar yang telah dimiliki
c.       Landasan belajar bagi usia lanjut
d.      Gaya belajar dan usia lanjut
e.       Materi yang cocok bagi usia lanjut
f.       Metode dan dtrategi pendidikan usia lanjut
g.      Evaluasi bagi pendidikan usia lanjut

B.        Saran
a.       Pendidikan dewasa hendaknya dilaksankan lebih komprehesif dan diajarkan sesuai dengan materi yang ada pada pendidikan orang dewasa dan relevan dengan perkembangan zaman.
b.      Pendidikan usia lanjut hendaknya dipegang atau dibina oleh orang-orang yang berkompeten dalam bidang-bidang mengurus orang lanjut usia dan kompeten dalam ahlinya.

 File Word Dapat diunduh DI SINI

3 komentar:

  1. wahh kren isi nya Terimaksih kak materi sudah diposting... sangat membantu tugas saya... :)

    BalasHapus
  2. sumbernya mana nih???????????????????????????????????????????????????????????

    BalasHapus
  3. materinya bagus mudah dipahami, tks.


    BalasHapus