Senin, 09 Juni 2014

TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Globalisasi merupakan suatu keniscayaan bagi semua bangsa, termasuk Indonesia. Bangsa Indonesia juga sudah kenyang merasakan bagaimana manis dan pahitnya terbawa arus globalisasi. Gerakan reformasi yang berhasil menumbangkan rezim Soeharto tidak lepas dari berkah reformasi. Sebaliknya, merebaknya kejahatan dan pornografi, misalnya, tidak dapat dilepaskan dari dampak buruk globalisasi. Globalisasi akan membawa perubahan yang mencakup hampir semua aspek kehidupan, termasuk bidang teknologi, sosial, dan pendidikan.

Globalisasi dunia, menurut ilmuwan sosial dipicu oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pada dekade ini berlangsung sangat cepat. Jalaludin Rahmat dalam bukunya Islam Aktual bahkan menyebut fase ini sebagai era Revolusi teknologi infomasi dan komunikasi mengingat akselarsi dan percepatan perubahan dan pengaruhnya dalam berbagai sisi kehidupan manusia.
Kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan transaksi business lewat kaca komputer. Jasa perbankan di saku dan genggaman tangan. Rentang jarak antar benua sudah bukan lagi hamatan bagi manusia untuk saling berkomunikasi melalui berbagai jejaring sosial. Dan, temuan chip komputer akan memungkinkan seseorang membawa komputer dalam saku bajunya. Komputer tersebut sangat interaktif dan wireless. Multi fungsi terdapat dalam komputer, sebagai alat telepon, fax dan penyimpan data. Di samping itu, perkembangan industri komputer akan melahirkan “Edutainment”, yakni pendidikan yang menjadi hiburan dan hiburan yang merupakan pendidikan. Dengan “Edutainment” proses pendidikan akan semakin menarik dan menghasilkan lulusan yang semakin berkualitas.
Perkembangan yang cepat di bidang teknologi, diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak kalah cepatnya akan berdampak pada aspek kultural dan nilai-nilai suatu bangsa. Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras. Namun, di sisi lain, kompetisi yang ketat pada era globalisasi akan juga melahirkan generasi yang secara moral mengalami kemerosotan: konsumtif, boros dan memiliki jalan pintas yang bermental “instant”. Dengan kata lain, kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi, khususnya pada dua dasawarsa terakhir ini, telah mengakibatkan kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”.
Di dunia pendidikan, globalisasi akan mendatangkan kemajuan yang sangat cepat, yakni munculnya beragam sumber belajar dan merebaknya media massa, khususnya internet dan media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Hasilnya, para siswa bisa menguasai pengetahuan yang belum dikuasai oleh guru. Oleh karena itu, tidak mengherankan pada era globalisasi ini, wibawa guru khususnya dan orang tua pada umumnya di mata siswa merosot.
Kemerosotan wibawa orang tua dan guru dikombinasikan dengan semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Di sisi lain, pengaruh-pengaruh pendidikan yang mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan diri, kesabaran, rasa tanggung jawab, solidaritas sosial, memelihara lingkungan baik sosial maupun fisik, hormat kepada orang tua, dan rasa keberagamaan yang diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, justru semakin melemah. Nah, disinilah urgensi para pendidik, khususnya para guru, lebih khusus lagi para pendidik dan guru yang berkecimpung pada sekolah keagamaan atau sekolah yang dikelola oleh Organisasi Keagamaan, harus mengambil perhatian masalah ini dan mencari cara-cara pemecahannya. Sekolah harus menjadi benteng terakhir yang berperan membendung dampak negatif bawaan yang muncul dari teknologi informasi dan komunikasi yang menjamur tersebut.

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.        Apakah hakekat pendidikan di era global?
2.        Apa saja yang termasuk tantangan pendidikan di era global?
3.        Bagaimana solusi menghadapi tantangan di era global?
4.        Bagaimana persiapan sumber daya manusia dalam menghadapi era global?

C.      Tujuan Makalah
Tujuan pembahasan makalah ini, yaitu:
1.    Mengetahui hakekat pendidikan di era global.
2.    Mengetahui yang termasuk tantangan pendidikan di era global.
3.    Mengetahui solusi menghadapi tantangan di era global.
4.    Mengetahui persiapan sumber daya manusia dalam menghadapi era global.






BAB II
PEMBAHASAN

A.  Hakikat Pendidikan di Era Global
1.      Pengertian Pendidikan
Dilihat dari pandangan antropologik, melihat pendidikan dari aspek budaya antara lain pemindahan pengetahuan dan nilai – nilai kepada generasi berikutnya. Pendekatan sistem perlu dipergunakan dalam menjelaskan pendidikan, karena pada era global sekarang ini dunia pendidikan telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi hal ikhwal. Proses pendidikan merupakan upaya yang mempunyai dua arah yaitu yang pertama bersifat menjaga kelangsungan hidupnya (Maintenance synergy) dan kedua menghasilkaan sesuatu (Effective synergy).
Rogers, Burdge, Korsching dan Donner Meyer (1988:437) menyatakan bahwa pendidikan sebagai proses trasmisi dudaya mengacu kepada setiap bentuk pembelajaran budaya (culturale learning) yang berfungsi sebagai transmisi pengetahuan, mobilitas sosial, pembentukan jati diri dan kreasi pengetahuan.
Toffler (dalam Sonhadji, 19993 : 4) menyatakan bahwa sekolah atau lembaga pendidikan masa depan harus mengarahkan peserta didiknya untuk belajar bagaimana belajar (learn how learn). Kebutaan dalam era global adalah ketidakmampuan belajar bagaimana belajar. Raka Joni merumuskan bahwa ciri utama manusia masa depan Indonesia adalah manusia yang mendidik diri sendiri sepanjang hayat dan masyarakat belajar yang terbuka tetapi memiliki pandangan hidup yang mantap. Maka peserta didik harus dibekali informasi tentang latar belakang yang memberi dampak pengganda pada pembelajarannya sehingga dapat memberikan motivasi yang besar untuk membaca dan mempelajari informasi dari berbagai sumber. Kita harus siapkan kompetensi agar siswa eksis di era global yang sangat kompetitif, maka sangat strategis dalam pembudayaan pembelajaran di sekolah dengan siswa menjadi pusat pembelajaran dalam proses pencarian informasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Makagiansar yang menyatakan bahwa agar pendidik dapat mempersiapkan peserta didik yang eksis, maka pendidik harus mengenbangkan kemampuan mengantisipasi, mengerti dan mengatasi situasi, mengakomodasi serta mereorientasi kepada peserta didik.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah

2.      Pengertian Era Global
Secara etimologi, menurut kamus besar bahasa Indonesia “era” diartikan sejumlah tahun dalam jangka waktu antara beberapa peristiwa penting dalam sejarah atau masa. Sedangkan menurut kamus ilmiah popular era berarti zaman, masa atau kurun waktu. Sedangkan kata “globalisasi” berasal dari kata dasar global, yang artinya menyeluruh, seluruhnya, garis besar, secara utuh, dan kesejagatan. Jadi globalisasi dapat diartikan sebagai pengglobalan seluruh aspek kehidupan, perwujudan (perubahan) secara menyeluruh aspek kehidupan. Dan perubahan merupakan suatu proses actual yang tidak pernah hilang selama manusia hidup di muka bumi ini. Keharusan ini dimungkinkan karena manusia pada dasarnya adalah makhluk kreatif sebagai sunnatullah atas rasa, cipta, dan karsa yang diberikan maha pencipta kepadanya.
Era globalisasi dalam arti terminologi adalah sebuah perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan diantara masyarakat dan elemen-elemen yang terjadi akibat transkulturasi dan perkembangan teknologi dibidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional. Globalisasi juga dimaknai dengan gerakan mendunia, yaitu suatu perkembangan pembentukan sistem dan nilai-nilai kehidupan yang bersifat global. Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara menyeluruh dan perubahan itu dihadapi bersama sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab mau tidak mau, siap tidak siap perubahan itu akan terjadi. Era ini di tandai dengan proses kehidupan mendunia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang tranformasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya.
Istilah globalisasi menurut Akbar S. Ahmad dan Hasting Donnan yang memberikan batasan bahwa globalisasi pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat didalam teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh ( menjadi hal-hal ) yang bisa dijangkau dengan mudah.
Menurut Anthony Giddens (2005 : 84) menyatakan bahwa globalisasi dapat diartikan sebagai intensifikasi relasi sosial sedua yang menghubungkan lokalitas yang saling berjauhan sedemikian rupa sehungga jumlah peristiwa sosial dibentuk oleh peristiwa yang terjadi pada jarak bermil- mil.Pandangan berbeda tentang globalisasi yang dikemukakan oleh Ulrich Beck, pemikir filsafat sosial Jerman bahwa dalam globalisasi ada tiga pengertian kunci yaitu: (Sindhunata, 2003)
a.       Deteritorialisasi yang berarti batas – batas geografi ditiadakan atau tidak lagi berperan dan tidak lagi menentukan dalam perdagangan antarnegara.
b.      Transnasionalisme ialah mentiadakan batas- batas geografis seperti blok- blok.
c.       Mutilokal dan translokal, dimana globalisasi memberikan kesempatan bagi manusia di berbagai belahan dunia membuka horison hidupnya seluas dunia, tanpa kehilangan kelokalannya.
Globalisasi bersifat multimedia karena dapat dilihat dari berbagai aspek. Menurut Baharudin Darus menyatakan bahwa ada lima aspek globalisasi yaitu :
a.         Globalisasi informasi dan komunikasi;
b.        Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas;
c.         Globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya dan kesadaran;
d.        Globalisasi media massa cetak dan elektronik;
e.         Globalisasi polotik dan wawasan.
Menurut Thomas L. Friedman (2000), globalisasi adalah sebuah sistem yang netral yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif, bisa memperkuat atau melemahkan sendi-sendi kehidupan, menyeragamkan atau mempolarisasikan, juga mendemokratisasikan atau justru sebaliknya. Itu semua tergantung bagaimana kita meresponnya.

3.      Karakteristik Era Globalisasi
Era globalisasi akan ditandai dengan persaingan ekonomi secara hebat berbarengan dengan terjadinya revolusi teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi industri. Persaingan ini masih dikuasai oleh tuga raksasa ekonomi yaitu Jepang dari kawasan Asia, Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Masing-masing menampilkan keunggulan yang dimiliki. Amerika misalnya unggul dalam product technology, yaitu teknologi yang menghasilkan barang-barang baru dengan tingkat teknologi yang  tinggi, contoh pembuatan pesawat terbang supersonik, robot, dan lain-lain.
Jerman dan Jepang mengandalkan kelebihan mereka dalam process technology yaitu teknologi yang menghasilkan proses baru dalam pembuatan suatu jenis produk yang sudah ada, misalnya CD (compact disc) pertama kali dibuat oleh Belanda kemudian terus disempurnakan oleh Jepang sehingga menghasilkan CD dengan kualitas yang lebih bagus dan harga lebih murah. Selain ketiganya, belakangan muncul Cina sebagai kekuatan baru ekonomi dunia dengan pertumbuhan ekonominya di atas 9 persen –suatu jumlah tertinggi di dunia.
Kompetisi ekonomi pada era pasar bebas juga ditandai dengan adanya perjalanan lalu lintas barang, jasa, modal serta tenaga kerja yang berlangsung secara bebas, kemudian adanya tuntutan teknologi produksi yang makin lama makin tinggi tingkatannya, sehingga makin tinggi pula tingkat pendidikan yang dituntut dari para pekerjanya.
Globalisasi adalah bagian dari perubahan ruang, gerak dan waktu dari nilai-nilai manusia secara universal menuju sebuah spectrum keluarga besar masyarakat dunia ( Global Citizen )
Dari beberapa pengertian pendidikan dan globalisasi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan di era global adalah

B.  Tantangan pendidikan di era global
Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan tidak adanya jarak dan batasan antara satu orang dengan orang lain, kelompok satu dengan kelompok lain, serta antara negara satu dengan negara lain. Komunikasi  antar-negara berlangsung sangat cepat dan mudah. Begitu juga perkembangan informasi lintas dunia dapat dengan mudah diakses melalui teknologi informasi  seperti melalui internet. Perpindahan uang dan investasi modal oleh pengusaha asing dapat diakukan dalam hitungan detik.
Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri di atas yang berlangsung dengan amat cepat dan ketat di era globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri dalam menghadapi persaingan tersebut. Bangsa yang yang mampu membenahi dirinya dengan meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan mampu bersaing dalam kompetisi sehat tersebut.
Di sinilah pendidikan diharuskan menampilkan dirinya, apakah ia mampu mendidik dan menghasilkan para siswa yang berdaya saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut.
Dengan demikian, era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan. Dalam konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai tantangan pendidikan menghadapi era global.
Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing development ).
Kedua, tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM.
Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Keempat, tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.
Kemampuan-kemampuan itu harus dapat diwujudkan dalam proses pendidikan Islam yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, unggul dan profesional, yang akhirnya dapat menjadi teladan yang dicita-citakan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Pertanyaan selanjutnya, apakah yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan Islam? Untuk menjawabnya, agaknya kita perlu menengok kerangka pendidikan Islam dalam konteks kenasionalan. Sehingga kita bisa menyiapkan strategi yang tepat menghadapi sebuah tantangan sekaligus peluang tersebut.
Secara kuantitas, perkembangan jumlah peserta didik pendidikan formal Indonesia mulai dari tingkat TK hingga jenjang perguruan tinggi (PT) mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Namun secara kualitas masih tertinggal jauh ketimbang negara-negara lain, baik negara-negara maju, maupun negara-negara anggota ASEAN sekalipun.
Institusi pendidikan Islam dituntut mampu menjamin kualitas lulusannya sesuai dengan standar kompetensi global paling tidak mampu mempersiapkan anak didiknya terjun bersaing dengan para tenaga kerja asing sehingga bisa mengantisipasi membludaknya pengangguran terdidik. Di sini harus diakui, lembaga-lembaga pendidikan Islam ternyata belum siap  menghadapi era pasar bebas. Masih banyak yang harus dibenahi;  apakah sistemnya ataukah orang yang terlibat di dalam sistem tersebut.

C.  Solusi menghadapi tantangan di era global
1.             Orientasi pendidikan tidak hanya berupa teori-teori, namun harus dibarengi dengan praktik. Praktek pembelajaran harus lebih diperbanyak. Sehingga siswa akan mudah mengembangkan keterampilannya.
2.             Dalam proses belajar mengajar, guru harus benar-benar mau mengembangkan pendidikan yang berbasis siswa sehingga akan terbentuk karakter kemandirian sebagai karakter yang dituntut dalam era global.
3.             Guru harus benar-benar menguasai materi pelajaran dan ilmu mendidik. Hal ini bisa dilakukan dengan studi lanjut sesuai dengan spesialisasi, pelatihan, work shop, maupun studi banding ke institusi-institusi yang sudah maju.
4.             Perlunya pembinaan dan pelatihan tentang peningkatan motivasi belajar terhadap siswa. Harus ditanamkan pola pembelajaran yang berorientasi proses bukan hasil, sehingga siswa akan terbiasa untuk belajar maksimal dengan mementingkan pada substansi bukan formalitas. Profesi guru harus dihargai dengan maksimal.
5.             Mengembangkan budaya baca bagi kalangan anak usia sekolah maupun masyarakat umumnya. Pemerintah harus konsisten dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Contoh yang paling nyata adalah alokasi APBN untuk pendidikan seharusnya benar-benar 20 %.
6.             Perlunya dukungan dan paartisipasi komprehensif dari semua pihak yang memiliki kepentingan dengan pendidikan. Perlu adanya kerjasama antar pengelola lembaga pendidikan, pemerintah, perusahaan dan masyarakat. Jika ditinjau dari skup KSB, maka dibutuhkan kerjasama antara pengelola lembaga pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, mapun perguruan tinggi), pemerintah (Bupati KSB sebagai pemegang kebijakan tertinggi di KSB), perusahaan (PT. NNT sebagai salah satu perusahaan raksasa yang hidup dan  berperan sebagai penguras kekayaan alam KSB), dan masyarakat.

D.   Persiapan sumber daya manusia dalam menghadapi globalisasi
1.         Perlunya landasan
Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan kompetisi, yang harus dilakukan adalah penyediaan sumber daya manusia yang memiliki kesiapan mental sekaligus kesiapan skill atau manusia professional, namun demikian untuk menjadi manusia professional haruslah mempunyai landasan yaitu ajaran agama Islam, landasan motivasi, inspirasi dan aqidah. Agar mampu menjawab tantangan dan menghadapi ancaman ajaran islam memberikan petunjuk sebagai berikut:
·         Menumbuhkan kesadaran kembali tentang tujuan hidup menurut islam. Baik manusia sebagai hamba Allah, maupun kholifah Allah. Seperti yang dijelaskan pada QS. Al-Baqarah : 30 yang berbunyi :
‌ۖ خَلِيفَةً۬لۡأَرۡضِ ٱ فِى جَاعِلٌ۬ إِنِّى لِلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةِ رَبُّكَ قَالَ وَإِذۡ
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’…
Disini iman dan taqwa sangatlah penting untuk dijadikan sebagai landasan hidup. Kita sadar bahwa kepuasan lahiriyah yang pernah dinikmati oleh manusia hanyalah sebatas sementara. Dengan begitu kita akan sanggup mengatur diri kita, dan pada akhirnya mampu merasakan kenikmatan yang hakiki ketika kita berbuat baik, hal ini baik untuk hal-hal yang hubungannya dengan khaliq maupun antar sesama umat manusia. Dengan demikian, ketika kita akan terbawa arus globalisasi, maka kita akan selalu ingat kesadaran keberagaman kita, yang mempunyai aturan main didunia dan diakhirat.
·         Mempertanggung jawabkan apa yang diperbuat didunia, baik formalitas administrative sesuai ketentuan yang ada didunia sendiri maupun hakiki yang menceburkan diri dalam kehidupan globalisasi., maka seharusnya kita sadar akan tanggungjawab kita sendiri terhadap apa yang kita perbuat. Setitik apapun yang dilakukan oleh seseorang, ia akan dimintai pertanggungjawabannya[4]. Sebagaimana disebutkan dalam surat Az-Zalzalah ayat 7-8 yang berbunyi :
 (٨)يَرَهُ ۥ شَرًّ۬ا ذَرَّةٍ۬مِثۡقَالَ يَعۡمَلۡ وَمَن (٧) يَرَهُ ۥ خَيۡرً۬ا ذَرَّةٍ مِثۡقَالَ يَعۡمَلۡ فَمَن
Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat [balasan] nya. (7) Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat [balasan]nya pula. (8)
Disini, pendidikan Agama Islam yang diharapkan dapat berperan sebagai filter terhadap kemungkinan timbulnya dampak negative dari akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang cepat, serta sekaligus dapat menghilangkan pandangan dikotomi antara ilmu pengetahuan dan agama.[5]
2.        Persiapan sumber daya manusia dengan kriteria pribadi berkualitas
a.    Aspek Intelektual
·          Kemampuan Analisis
·          Kemampuan Fokus
·          Kemampuan Organisasi
·          Kemampuan Teknis Praktis
·         Kemampuan penguasaan multi bahasa, dasar : Indonesia dan Inggris ; Pilihan tambahan : Mandarin, Perancis, Jepang ( salah satu ).
·         Menyenangi bukti, music, kesenian, filsafat, dan Ilmu pengetahuan.
·         Bekerja keras untuk mendapatkan nilai/hasil yang baik
·         Memiliki wawasan nasional dan internasional
·          Sistematika kerja, kecepatan kerja dan ketelitian kerja.
b.         Aspek Ketrampilan
c.         Aspek Kepribadian ;
 16 Nilai Dasar ( Basic Values )
·       Integritas Tinngi
·      Terbuka
·       Konsisten
·      Berorientasi hasil
·      Rajin
·      Disiplin
·      Kontrol Diri
·      Keberanian
·      Kesederhanaan
·      Pendengar yang baik
·      Bisa dipercaya
·      Mempunyai tujuan jelas
·      Memikirkan orang
·      Jujur
·      Memiliki prinsip
·      Memanfaatkan peluang
·      Mengakui kesalahan
·      Kemandirian
·      Kreatif
·      Berani mengambil resiko
·      Humor
·      Daya tahan
·      Rasa hormat
·      Suka menolong
·      Kerjasama
·      Semangat belajar seumur hidup
·      Pemberdayaan
·      Kepemimpinan
·      Komitmen
·      Kebanggaan
·      Keadilan
·      Kesabaran.







BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan

B.       Saran
1.     






















DAFTAR PUSTAKA


2 komentar: