BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Pendidikan
merupakan sektor yang sangat menentukan kualitas suatu bangsa. Kegagalan
pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa. Keberhasilan pendidikan
juga secara otomatis membawa keberhasilan sebuah bangsa.
Saat ini,
dunia pendidikan nasional Indonesia berada dalam situasi “kritis” baik dilihat
dari sudut internal kepentingan pembangunan bangsa, maupun secara eksternal
dalam kaitan dengan kompetisi antar bangsa. Fakta menunjukkan bahwa, kualitas
pendidikan nasional masih rendah dan jauh ketinggalan dibandingkan dengan
negara-negara lain. Berbagai kritikan tajam yang berasal dari berbagai sudut
pandang terus ditujukan kepada dunia pendidikan nasional dengan berbagai alasan
dan kepentingan.
Begitu
banyak dan kompleks permasalahan di dalam pendididikan Indonesia. Kurikulum
yang berganti-ganti rupanya belum mampu menciptakan pendidikan Indonesia yang
berkualitas. Berawal dari permasalahan kompleks pendidikan, muncul banyak
tantangan masa depan pendidikan di Indonesia.
Di dalam
makalah ini akan dibahas tantangan masa depan pendidikan di Indonesia dan beberapa solusi penting pengembangan sekolah menjawab
tantangan pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
tantangan masa depan pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana
solusi menghadapi tantangan
masa depan pendidikan di Indonesia?
C.
Tujuan
1. Untuk
memahami tantangan masa depan pendidikan di Indonesia.
2. Untuk
memahami solusi tantangan
masa depan pendidikan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tantangan
Masa Depan Pendidikan di Indonesia
Bagi orang-orang yang berkompeten
terhadap bidang pendidikan akan menyadari
bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini
masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi
manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak
memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.
Masalah pertama adalah bahwa pendidikan,
khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia
robot”. Dikatakan demikian, karena pendidikan
yang diberikan ternyata berat sebelah atau tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan
keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku
belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin
hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir.
Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut
melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan,
menyukai, semangat dan sebagainya.
Masalah kedua adalah sistem pendidikan
yang top-down (dari atas ke bawah)
atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari
Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para
peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru
sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis
apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang
diisi. Otak murid dipandang sebagai safe
deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer ke dalam otak murid
dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja.
Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan guru.
Yang ketiga, dari model pendidikan
yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan
ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis
terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (wujud dari dehumanisasi) merupakan
fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan
manusia tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia).
Bukankah kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu
gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam
“strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu
kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan
politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat, melainkan justru hendak
mengajak kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi
dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan
sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan
tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu
menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain?
Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki
Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.
Berawal
dari permasalahan kompleks pendidikan, muncul banyak tantangan masa depan
pendidikan di Indonesia, antara lain:
1.
Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan di Indonesia
saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini dibuktikan antara lain dengan data di
Asia kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara.
Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam.
Kualitas pendidikan di Indonesia
dipengaruhi oleh rendahnya daya saing. Data yang dilaporkan The World
Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah,
yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei dunia.
Berdasarkan survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower
bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Abdul Malik
Fadjar (2001) menyatakan
bahwa “sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di
kawasan Asia”. Indonesia mengalami ketertinggalan
dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Hasil itu
diperoleh setelah kita membandingkan dengan negara lain. Pendidikan memang
telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk
pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber
daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di
negara-negara lain.
a.
Faktor internal, meliputi jajaran dunia
pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga
sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak
yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga
dengan baik.
b.
Faktor eksternal, adalah masyarakat pada
umumnya. Masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya
pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
2.
Kualitas Kurikulum
Kurikulum
pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah yang harus diperbaiki. Pasalnya
kurikulum di Indonesia hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum
adanya standar kurikulum yang digunakan. Tahun 2013 yang akan datang, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan perubahan kurikulum pendidikan
nasional untuk menyeimbangkan aspek
akademik dan karakter. Kurikulum pendidikan nasional yang baru akan selesai
digodok pada Februari 2013 itu rencananya segera diterapkan setelah melewati
uji publik beberapa bulan sebelumnya.
Mengingat
sering adanya perubahan kurikulum pendidikan, akan membuat proses belajar
mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan
berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti kurikulum
yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian
proses pembelajaran yang cukup lama.
3.
Guru
Hingga saat ini, masih banyak
masalah dan kendala yang berkaitan dengan guru. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan
telah banyak dilakukan antara lain melalui perbaikan sarana, peraturan,
kurikulum, dan sebagainya. Beberapa masalah dan kendala yang berkaitan dengan
kondisi guru antara lain sebagai berikut:
a.
Aspek Kualitas
Dari aspek kualitas, sebagian besar guru-guru dewasa ini masih belum memiliki pendidikan minimal yang
dituntut. Data menunjukkan bahwa dari 2.783.321 orang guru yang terdiri atas
1.528.472 orang guru PNS dan sisanya (1.254.849 orang) non-PNS. Dari
sisi kualifikasi pendidikan, hingga
saat ini dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih
sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu juga dari persyaratan
sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat
sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi.
Masih banyak guru yang belum
sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak
sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa
lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan
SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan
kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan pendidikan
yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan kehidupan
anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak
didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya”.
Walaupun guru dan pengajar bukan
satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan,
tetapi pengajaran merupakan titik sentral pendidikan
dan kualifikasi. Sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil
sangat besar pada kualitas pendidikan yang
menjadi tanggung jawabnya
b.
Kuantitas
Dari aspek kuantitas, jumlah guru yang ada masih dirasakan belum cukup untuk menghadapi
pertambahan siswa serta tuntutan pembangunan sekarang. Kekurangan guru di
berbagai jenis dan jenjang khususnya di sekolah dasar, merupakan masalah besar
terutama di daerah pedesaan dan daerah terpencil.
c.
Aspek Distribusi
Dari aspek penyebarannya/distribusi, masih terdapat ketidak seimbangan
penyebaran guru antarsekolah dan antardaerah. Kekurangan
guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing
adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan, Indonesia kekurangan
guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum
lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan
yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran
proses belajar.
4.
Relevansi Pendidikan
Relevansi
pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan dengan perkembangan di
masyarakat. Banyak jurusan atau program keahlian yang tidak relevan dengan
dunia kerja yang membutuhkan, dan yang lebih memprihatinkan adalah tidak
relevannya kualitas pendidikan dengan persyaratan lapangan kerja.
Indikasi
untuk melihat ketidakrelevansian antara pendidikan dan dunia kerja ini
sebenarnya dapat diketahui dengan mudah oleh orang awam. Yaitu, dengan melihat banyaknya angka pengangguran intelektual
saat ini. Apakah kita bisa sepenuhnya mengkambinghitamkan dunia kerja yang
jumlahnya tidak sebanding dengan angkatan kerja yang terus naik tiap tahun?
Dalam kenyataannya, banyak pula lowongan atau posisi dalam perusahaan yang tidak
terisi karena tidak ada lulusan / out put pendidikan yang bisa mengisinya.
Kriteria dan persyaratan yang diminta tidak ada yang bisa dipenuhi. Akibatnya
untuk memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan itu, perusahaan tidak jarang
harus sampai melakukan ‘pembajakan’ tenaga kerja (hijacking of man power).
5.
Elitisme
Elitisme adalah kecenderungan penyelenggaraan
pendidikan oleh pemerintah yang menguntungkan kelompok minoritas yang justru
mampu ditinjau secara ekonomi (kaum elite).
Misalnya:
a.
Kepincangan pemberian
subsidi.
b.
Mahalnya pendidikan yang
mengakibatkan hanya bisa dienyam oleh orang yang kaya.
6.
Pemerataan
Pendidikan
Pemerataan pendidikan telah
mendapat perhatian sejak lama terutama di negara-negara berkembang. Hal ini
tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan merupakan peran
penting dalam pembangunan bangsa.
Pemerataan pendidikan mencakup dua
aspek penting yaitu persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan
keadilan dalam memperoleh pendidikan yang sama dalam masyarakat. Akses terhadap
pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh
kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika
antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama.
Biaya pendidikan yang mahal membuat siswa putus
sekolah atau tidak melanjutkan. Kemiskinan menjadi
sebuah tantangan di hampir semua negara tak terkecuali di Indonesia. Kemiskinan
terjadi biasanya akibat dari berbagai faktor yang sudah tersistematis. Faktor
faktor tersebut dapat dijabarkan dengan mudah melalui lingkaran setan
kemiskinan. Seharusnya orang orang miskin ini dapat mengakses pendidikan agar
mereka dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Namun sayang ternyata sekolah
yang ada belum dapat memberikan akses terhadap orang miskin dengan berbagai
alasan yang ada.
Kemiskinan merupakan permasalahan
yang kompleks dan membutuhkan solusi yang inovatif dan berkelanjutan. Salah
satu cara untuk menuntaskan kemiskinan ialah dengan cara memutus salah satu
rantai didalam lingkaran setan kemiskinan. Pendidikan tepat guna yang
menyenangkan untuk semua dapat menjadi salah satu alternatif solusi yang dapat
meningkatkan kualitas hidup adik adik kita yang kurang beruntung.
B.
Solusi menghadapi tantangan masa depan
pendidikan di Indonesia
Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menghadapi tantangan pendidikan ialah dengan meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia yaitu usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan
proyek peningkatan lain: Proyek
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan,
Proyek Bantuan Meningkatkan Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya
(BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan
Langsung (DBL), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid.
Selain itu juga memberikan penghargaan kepada insan pendidikan, meningkatkan profesionlisme guru
dan pendidik, sebisa mungkin kurangi dan berantas korupsi karena sangat
merugikan negara.
Dalam
konteks pembangunan sektor pendidikan, pendidik merupakan pemegang peran yang
amat sentral. Guru adalah jantungnya pendidikan. Tanpa denyut dan peran aktif
guru, kebijakan pembaruan pendidikan secanggih apa pun tetap akan sia-sia.
Sebagus apa pun dan semodern apa pun sebuah kurikulum dan perencanaan strategis
pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, tidak akan membuahkan
hasil optimal. Artinya, pendidikan yang baik dan unggul tetap akan tergantung
pada kondisi mutu guru. Beberapa upaya untuk meningkatkan mutu guru adalah
sebagai berikut:
1.
Sertifikasi guru
Sertifikasi
adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Hingga saat ini
sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.
Sedangkan pelaksanaan sertifikasi dilakukan dalam bentuk portofolio sesuai
dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007.
Sertifikasi
guru dalam jabatan merupakan kebijakan pemerintah untuk memenuhi standar guru
yang dipersyaratkan, yaitu memiliki kualitas akademik minimal S-1/D-IV yang
relevan dan memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran (agent of learning)
dan key person in the classroom (Davies dan Ellison, 1992). Sertifikasi
guru merupakan upaya peningkatan mutu guru yang disertai peningkatan
kesejahteraan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan
pendidikan di tanah air secara berkesinambungan. Bentuk kesejahteraan guru
adalah tunjangan profesi yang besarnya satu kali gaji dan diberikan apabila
seorang guru telah memperoleh sertifikat pendidik.
Sertifikasi
guru memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk memberikan kesejahteraan
yang lebih baik kepada guru, dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas guru.
Namun demikian, dalam pelaksanaan sertifikasi guru perlu adanya pengawasan.
Jika tidak dikhawatirkan akan terjadi praktik-praktik yang tidak seharusnya
dilakukan seperti KKN yang dilakukan antara institusi yang diberi kewenangan
untuk melakukan uji sertifikasi dengan para guru yang berkeinginan sekali untuk
lulus dan mendapat sertifikat pendidik. Oleh karena itu, baik pemerintah,
masyarakat, dan organisasi profesi pendidik terutama PGRI serta organisasi
sejenis harus saling bersinergi dan bekerja keras untuk mengawasi dan memantau
pelaksanaan sertifikasi sehingga benar-benar dapat dilaksanakan sesuai dengan
harapan. Jika diperlukan, bisa dibentuk lembaga pemantau dan pengawas
independen pelaksanaan sertifikasi guru.
Hal
tersebut sesuai dengan hasil Kajian Implementasi Sertifikasi Melalui Penilaian
Portofolio dan PLPG (2008), yang menyatakan bahwa secara umum, kompetensi guru
yang lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio tidak banyak mengalami
peningkatan, dan bahkan ada kecenderungan menurun. Sebagian guru yang telah
lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio seringkali tidak masuk dan
mengajar dengan semaunya saja karena merasa sudah punya sertifikat dan telah
mendapat tunjangan profesi. Sebaliknya, kompetensi guru yang lulus melalui PLPG
pada umumnya meningkat, meskipun belum signifikan. Hal ini terjadi karena
metode, pendekatan, dan karakteristik sertifikasi melalui penilaian portofolio
dan PLPG sangat berbeda. Penilaian portofolio menekankan pada dokumen sedangkan
PLPG menekankan pada proses pembelajaran. Di samping itu, kurangnya pemahaman
pihak-pihak yang terlibat dalam penetapan kuota dan penetapan peserta
sertifikasi guru pada tingkat Kabupaten/Kota tentang aturan yang digunakan
sebagai dasar penetapan kuota dan peserta juga menjadikan permasalahan
tersendiri dalam pelaksanaan sertifikasi.
2.
Continuous Professional Development (CPD)
Upaya
lain yang dilakukan dalam rangka peningkatan mutu dan profesionalisme
guru juga telah dilakukan oleh pemerintah. Peningkatan profesionalisme
dilakukan melalui pendidikan, pelatihan-pelatihan singkat maupun
berkesinambungan, dengan pembiayaan dari pemerintah, yang dikenal dengan Continuous
Professional Development (CPD).
Beberapa upaya yang dilakukan dengan pendekatan CPD ini adalah dengan memberdayakan unsur-unsur sebagai berikut.
a.
KKG (Kelompok Kerja Guru) dan
MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
KKG
merupakan kelompok atau forum musyawarah kerja guru di tingkat pendidikan
dasar, sedangkan MGMP yaitu forum musyawarah kerja guru di tingkat pendidikan
menengah, yang tercatat dan diakui keberadaannya oleh Pemerintah Daerah melalui
Dinas Pendidikan.
Kaitannya
dengan kualifikasi dan sertifikasi guru maka KKG/MGMP dapat menjadi tempat para
guru untuk saling membantu dalam meningkatkan kemampuannya guna mencapai
kualifikasi standar guru yang disyaratkan (S1/D4) dan sertifikasi profesi
sebagai guru. Dalam KKG/MGMP para guru dapat saling belajar dan saling
memberikan semangat untuk maju bersama meningkatkan kualifikasi dan
profesionalitasnya secara terus menerus.
b.
KKKS (Kelompok Kerja Kepala
Sekolah) dan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah)
Kepala
sekolah dapat beperan positif terhadap perkembangan para guru, yaitu para
kepala sekolah mampu meningkatkan potensi guru-guru sekaligus memberikan ruang
gerak dan kebebasan untuk maju bagi para guru guna meningkatkan komitmen
tanggung jawab tugasnya.
Para
guru perlu mendapatkan dorongan kuat dari para kepala sekolah untuk berani
keluar dari dunia rutinitas hariannya masuk kedalam dunia dinamis yang
merupakan syarat dari sutau perkembangan profesionalisme para guru itu sendiri
dalam rangka meningkatkan kompetensi untuk mendukung tugas luhurnya sebagai
guru yang profesional.
Sebaliknya
kepala sekolah dapat menjadi penghambat perkembangan para guru, jika para guru
tidak mendapat dukungan untuk secara dinamis mengembangkan potensinya dengan
berinteraksi dengan jaringan guru-guru dari satuan pendidikan lainnya dan
lembaga-lembaga lainnya. Dengan interaksi keluar yang terarah maka para guru
akan mendapatkan berbagai best practices dari jaringannya sehingga
individualnya akan terbangkitkan untuk maju bersama rekan guru lainnya.
c.
LPMP dan P4TK
Dalam upaya menumbuhkembangkan KKG dan MGMP, perlu
mendapatkan pasokan informasi, material dan juga finansial secara sistematis
sampai mereka menjadi grup-grup dinamis yang dapat mengembangkan dan membiayai
kelompoknya sendiri. Lembaga yang dapat memberikan masukan diantaranya Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidik (LPMP) dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK). Fungsi LPMP dan P4TK terkait dengan
pengembangan profesionalisme guru berkelanjutan adalah antara lain:
1)
LPMP dan P4TK dapat berperan
dalam mengembangkan profesionalisme guru melalui berbagai kegaiatan dengan
bekerjasama dengan KKG/MGMP.
2)
LPMP dan P4TK dapat membuat
jaringan kerja dinamis dengan seluruh KKG/MGMP di daerahnya masing-masing.
3)
Pembuatan jaringan dapat dimulai
dengan pendataan profil dan pemetaan KKG/MGMP, membuat perencanaan pengembangan
jaringan kerja yang menghubungakan antara KKG/MGMP dan LPMP dan P4TK.
4)
Selanjutnya LPMP/P4TK dapat
mendorong para vocal point (wakil aktif) tiap-tiap KKG/MGMP untuk selalu
saling berinteraksi melalui berbagai media baik Email, SMS, telepon, pertemuan
langsung dan lain-lain. Semakin intensif interaksi antar mereka semakin
cepat perkembangan KKG/MGMP dan juga perkembangan LPTK dan P4TK.
d.
Perguruan Tinggi (PT/LPTK)
Lembaga
Perguruan Tinggi baik LPTK maupun Perguruan Tinggi umum lainnya mempunyai
peranan signifikan dalam peningkatan profesionalisme guru:
1)
Perguruan Tinggi dapat
menyumbangkan andilnya dalam menjalin kerjasama dan akses networking dengan para guru atau KKG/MGMP.
2)
Perguruan Tinggi dapat menjadi
acuan kemajuan dalam bidang Ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan para
guru dalam mengaktualisasikan pengetahuannya.
3)
Perguruan Tinggi dapat melakukan
kegiatan-kegiatan di satuan-satuan pendidikan guna ikut mengaktifkan guru-guru
dan menjalin hubungan kerjasama pengembangan pedidikan. Dengan semakin banyak
persinggungan antara para guru dalam KKG/MGMP maka semangat peningkatan
kualifikasi guru akan semakin meningkat.
4)
Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari
Perguruan Tinggi dapat diarahkan guna ikut membina satuan-satuan pendidikan
beserta tenaga gurunya, sehingga secara reguler mendapatkan suntikan motivasi,
tenaga dan informasi dari mahasiswa dan dosen-dosen perguruan tinggi.
5)
Perguruan tinggi dapat melakukan networking ke satuan-satuan pendidikan
dan KKG/MGMP atau sebaliknya guna saling memahami permasalahan yang ada dan
selanjutnya mejalin kerjasama.
e.
Assosiasi profesi
Dalam
rangka meningkatkan profesionalisme guru berkelanjutan, peranan assosiasi
profesi guru yang ada sangat signifikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai cara sebagai berikut.
1)
LPMP/P4TK dan KKG/MGMP dapat
menjalin kerjasama dengan assosiasi guna lebih mengembangkan sayap kerjanya
untuk meningkatkan mutu guru.
2)
Assosiasi dapat bekerjasama dalam
menggerakkan dinamika guru dengan berbagai macam kegaiatan yang mengarah pada
pemberdayaan individu dan kelompok guru. Bagi assosiasi hal ini sangat penting
karena asosiasi akan semakin mendapat legitimasi luas sebagai organisisi yang
benar-benar memperjuangkan kemajuan guru.
3)
Asosiasi dapat mengembangkan
hubungan kerja LPMP/P4TK, KKG/MGMP dan guru secara networking, dimana
”saling tergantung” diubah menjadi ”saling mendukung”, dari ”saling
berebut” menjadi ”saling berbagi” dan dari ”saling berusaha merugikan”
menjadi ”saling berusaha menguntungkan”, dari “saling menyembunyikan informasi”
menjadi “saling sharing informasi”, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Terdapat beberapa tantangan masa depan
pendidikan di Indonesia, antara lain:
a. Kualitas pendidikan
b. Kualitas kurikulum
c. Guru
d. Relevansi pendidikan
e. Elitisme
f. Pemerataan pendidikan
2. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menghadapi tantangan pendidikan ialah dengan meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia yaitu usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan
proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan Manajemen Mutu
(BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek
Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) dan Bantuan Khusus Murid.
3.
Beberapa upaya untuk
meningkatkan mutu atau kualitas guru adalah sebagai berikut:
a.
Sertifikasi guru
b.
Continuous
Professional Development (CPD)
1)
KKG
(Kelompok Kerja Guru) dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
2)
KKKS
(Kelompok Kerja Kepala Sekolah) dan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah)
3)
LPMP
dan P4TK
4)
Perguruan
Tinggi (PT/LPTK)
5)
Assosiasi
profesi
.
B.
Saran
Semua elemen sekolah dan juga pemerintah harus bersinergi secara
positif untuk mewujudkan masa depan pendidikan yang berkualitas.
saya boleh belajar untuk membuat makalah yg baiak dan benar tampa lagiat
BalasHapusbagai mana caranya untuk mengetahui hasil dari makalah yg di buat itu plagiat atau tdk dengan plagiat
BalasHapusKita bisa belajar dari tulisan diatas...mesti ada daftar pustaka
BalasHapus