BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu adanya pendidikan di negara kita adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa yaitu seluruh warga negaranya. Dengan adanya
pendidikan diharapkan, semua akan mampu mengaktualisasi dirinya dalam
masyarakat, mampu membangun negaranya ke arah yang lebih baik dan lebih maju. Pendidikan
ini merupakan hak semua warga negaranya tanpa kecuali. Hak pendidikan tidak
membedakan derajat, kondisi ekonomi ataupun kelainannya. Semua berhak
memperoleh pendidikan yang layak. Semua berhak memperoleh pendidikan yang ada
disekitarnya.
Pendidikan inklusif menurut Sapon-Shevin dalam O’Neil (
1994/1995 ) didefinisikan sebagai suatu sistem layanan pendidikan khusus yang
mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khususdilayani sekolah-sekolah terdekat
di kelas biasa bersama dengan teman teman-teman seusianya. untuk itu perlu
adanya rekonstruksi di sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung
kebutuhan khusus bagi setiap anak.
Keberadaan anak berkebutuhan khusus di masyarakat masih
belum dapat sepenuhnya diterima, sehingga banyak hal yang menyangkut hak
anak-anak berkebutuhan khusus belum dapat diperoleh atau dengan kata lain masih
terjadi deskriminasi terhadap anak-anak berkebutuhan khusus baik dalam bidang
sosial, hukum ataupun pendidikan. Untuk itu banyak usaha dari pemerintah
ataupun gerakan masyarakat internasional yang peduli dengan anak-anak
berkebutuhan khusus yang melahirkan kesepakatan dan perangkat hukum
perundang-undangan yang mengikat.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa tujuan adanya
pendidikan inklusif tersebut?
2.
Bagaimana bentuk
landasan untuk pendidikan inklusif?
C.
Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari tentang tujuan dan landasan pendidikan inklusif,
maka dapat mengidentifikasi :
1.
Menguraikan tujuan
adanya pendidikan inklusif.
2.
Menjelaskan
landasan-landasan dari pendidikan inklusif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tujuan Pendidikan Inklusi
Pendidikan
merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan
hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk
memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa
terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel)
seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).
Anak – anak yang
memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus
disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah
Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun
tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus. Tembok
eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling
mengenal antara anak – anak difabel dengan anak – anak non-difabel. Akibatnya
dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang
teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat.
Masyarakat
menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok
difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari
kehidupan masyarakat di sekitarnya. Seiring dengan berkembangnya tuntutan
kelompok difabel dalam menyuarakan hak – haknya, maka kemudian muncul konsep
pendidikan inklusi.
Salah satu
kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi
adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional
Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini
disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem
pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya
adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan
masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih
menyisakan persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi
pendidikan, dalam hal ini para guru. Tujuan yang lain adalah memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak mendapatkan pendidikan yang layak
sesuai dengan kenutuhannya, membantu mempercepat program penuntasan wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu, membantu meningkatkan mutu
pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus
sekolah, selanjutnya yaitu menciptakan sistem pendidikan yang menghargai
keberagaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
B.
Landasan Pendidikan Inklusi
Penerapan pendidikan
inklusif di Indonesia dilandasi oleh:
1.
Landasan filosofis
Landasan filosofis bagi pendidikan
Inklusif di Indonesia yaitu:
a.
Bangsa Indonesia adalah
bangsa yang berbudaya dengan lambang Negara burung Garuda yang berarti “bhineka
tunggal ika”. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi,
dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang menjunjung tinggi persatuan dan
kesatuan dalam NKRI.
b.
Pandangan agama
(khususnya islam): manusia dilahirkan dalam keadaan suci, kemuliaan manusia di
hadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi takwanya, allah tidak akan
merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri, manusia diciptakan
berbeda-beda untuk saling silaturrahmi.
c.
Pandangan universal hak
azasi manusia menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak,
pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
d.
Pendidikan inklusi
merupakan implementasi pendidikan yang berwawasan multikulturalyang dapat
membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang
berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis.
2.
Landasan yuridis
a.
Nasional
1)
UUD 1945 (amandemen)
pasal 31
a)
Ayat(1): “setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan”
b)
Ayat(2): “setiap warga
Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”
2)
UU No. 20 tahun 2003
tentang system pendidikan nasional pasal 5
a)
Ayat(1): setiap warga
Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
b)
Ayat(2): warga Negara
yang mempunyai kelainan fisik, emosional, intelektual, dan atau social berhak
memperoleh pendidikan khusus
c)
Ayat(3): warga Negara
di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil
berhak memperoleh pendidikan layanan khusus
d)
Ayat(4): warga Negara
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus.
3)
UU No. 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak
a)
Pasal 48: pemerintah
wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (Sembilan) tahun untuk semua
anak.
b)
Pasal 49: Negara,
pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
4)
UU No. 4 tahun 1997
tentang penyandang cacat
Pasal 5: setiap penyandang cacat
mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.
5)
Permendiknas No. 70
tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa
6)
Surat Edaran Dirjen
Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 januari 2003: “setiap kabupaten/kota
diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan di sekurang-kurangnya
4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP,SMA, SMK.
7)
Deklarasi Bandung:
“Indonesia menuju pendidikan inklusif” tanggal8-14 agustus 2004
a)
Menjamin setiap anak
berkelainan dan anak berkelainan lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam
segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, social,
kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi
penerus yang handal
b)
Menjamin setiap anak
berkelainan dan anak berkelainan lainnya sebagai individu yang bermartabat,
untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai
dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang
merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis,
sosiologis, hokum, politis maupun kultural
c)
Menyelenggarakan dan
mengembangkan pengelolaan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak
berkelainan dan anak berkelainan lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat
mengembangkan keunikan potensinya secara optimal
d)
Menjamin kebebasan anak
berkelainan dan anak berkelainan lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif
maupun proaktif dengan siapapun, kapanpun, dan di lingkungan manapun, dengan
meminimalkan hambatan
e)
Mempromosikan dan
mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum ilmiah,
pendidikan dan pelatihan dan lainnya secara berkesinambungan
f)
Menyususn rencana aksi
(action plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesibilitas fisik dan
non-fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, rekreasi,
kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anaka berkelainan lainnya
g)
Pendidikan inklusif
yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif antara pemerintah,
institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industry, orang tua
serta masyarakat.
b.
Internasional
1)
Salamanca statement and
framework for action on special needs education (1994)
Article 2: We believe and pro claim
that:
a)
EVERY CHILD HAS A
FUNDAMENTAL RIGHT TO EDUCATION, and must be given the opportunity to achieve
and maintain and acceptable level of learning
b)
EVERY CHILD has UNIQUE
CHARACTERISTIC, INTERESTS, ABILITIES, and LEARNING NEEDS
c)
Educations systems
should be designed and educational programmes implemented to take into account
the WIDE DIVERSITY OF THESE CHARACTERISTIC and NEEDS
d)
Those with SPECIAL
EDUCATIONAL NEEDS MUST BE ACCESS TO REGULAR SCHOOLS which should accommodate
them within should a child centred pedagogy capable of meeting these needs
e)
REGULAR SCHOOLS WITH
THIS INCLUSIVE ORIENTATION are the most effective means of COMBATING
DISCRIMINATORY ATTITUDES, CREATING WELCOMING COMMUNITIES BUILDING IN INCLUSIVE
SOCIETY AND ACHIEVING EDUCATION FOR ALL; more over, they provide an effective
education to the majority of children and improve the efficiency and ultimately
the cost-effectiveness of entire education system
Article 3
a)
The guiding principle
that informs thir Framework is that schools should ACCOMMODATE ALL CHILDREN
regardless of their physical, intellectual, social, emotional, linguistic, or
other conditions
b)
This should include
DISABLE and GIFTED CHILDREN, STREET and WORKING CHILDREN, CHILDREN FROM REMOTE
or NOMADIC POPULATIONS, CHILDREN FROM LINGUISTIC, ETHNIC OR CULTURAL MINORITIES
and children from other DISADVANTEGED or MARGINALIZED AREAS OR GROUPS
c)
These conditions create
a range of different challenges to school systems. In the context of this
Framework, the term special educational needs refers to all those children and
youth whose needs arise from disabilities ornlearning difficulties
d)
Many children
experience learning difficulties and thus have special educational needs are
some time during their scooling
e)
SHOOLS HAVE .TO FIND
WAYS of successfully EDUCATING ALL CHILDREN, including those who have serious
disadvantages and disabilities
f)
There is an emerging
consensus that CHILDREN AND YOUTH WITH SPECIAL EDUCATIONAL NEEDS should be
INCLUDED in the EDUCATIONAL ARRANGEMENTS made for the MAJORITY OF CHILDREN
g)
This has led to the
CONCEPT OF THE INCLUSIVE SCHOOL is that of DEVELOPING A CHILD-CENTRED PEDAGOGY
CAPABLE of successfully educating all children, INCLUDING those who have
SERIOUS DISADVANTAGES AND DISABILITIES.
2)
Deklarasi Bukittinggi
tahun 2005
a)
Sebuah pendekatan
terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang akan menjamin
bahwa strategi nasional untuk “Pendidikan Untuk Semua” adalah vbenar-benar
untuk semua
b)
Sebuah cara untuk
menjamin bahwa semua memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di
dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-program untuk
perkembangan anak usia dini, pra-sekolah, pendidikan dasar dan menengah,
terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk
memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap marginalisasi
dan enklusi
c)
Sebuah kontribusi
terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan mengnhormati perbedaan
individusemua warga Negara
3.
Landasan pedagogis
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003
tentang sisdiknas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung
jawab. Jadi melalui pendidikan, peserta didika berkelaian dibentuk menjadi warga Negara yang demokratis
dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai peerbedaan dan berpartisipasi
dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka
diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun
kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.
4.
Landasan empiris
Penelitian tentang inklusi telah
banyak dilakukan di Negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang
berskala besar yang dipelopori oleh the National Academy of Science (AS).
Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di
sekolah, kelas atau tempat khusus tidak effective dan diskriminatif. Layanan
ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan
terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman & Messick,
1982). Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan
identifikasi dan penempatan anak
berkelainan secara tepa, karena karakteristik mereka yang sangat
heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994/1995)
Prisoner (2003) yang melakukan survey
pada kepala sekolah tentang sikap mereka terhadap pendidikan inklusif menemukan
bahwa hanya satu dari lima sekolah tersebut yang memiliki sikap postif tentang
penerapan pendidikan inklusif. Dalam suatu penelitian menemukan bahwa guru-guru
dalam sekolah inklusif lebih memiliki sikap positif terhadap peran guru inklusi dan dampaknya
daripada guru pada sekolah regular. Meyer (2001) mengatakan bahwa siswa yang
memiliki kecacatan yang cukup ditemukan untuk memiliki keberhasilan yang lebih besar manakala mereka memperoleh
pendidikan dalam lingkungan yang menerima mereka khususnya yang berkaitan
dengan hubungan social dan persahabatan mereka dengan masyarakatnya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Salah satu tujuan
adanya pendidikan inklusif adalah untuk mendorong
terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Tujuan yang lain adalah
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak mendapatkan pendidikan
yang layak sesuai dengan kenutuhannya, membantu mempercepat program penuntasan
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu, membantu meningkatkan mutu
pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus
sekolah, selanjutnya yaitu menciptakan sistem pendidikan yang menghargai
keberagaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
2.
Pendidikan inklusif
di Indonesia memiliki beberapa landasan yaitu :
a.
Landasan filosofis
b.
Landasan yuridis
c.
Landasan empiris
d.
Landasan pedagogis
B.
Saran
Dari berbagai peraturan perundangan dan kesepakatan yang
ada tersebut telah mencakup hampir semua hak anak-anak berkebutuhan khusus,
hanyaa yang masih menjadi kendala atau permasalahan adalah point pada
pelanggaran hak-hak anak yang belum ada sangsinya sehingga masih belum adanya
pencapaian hak-hak tersebut secara optimal. Sebagai calon pendidikan, harus
tetap mampu mewujudkan hak-hak anak berkebutuhan tersebut sehingga tidak ada
deskriminasi karena telah diketahui tujuan pendidikan penting bagi semua orang.
Masyarakat pun harus memiliki kesadaran
untuk peduli dengan anak berkebutuhan khusus bukan tindakan pengucilan yang
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul salim
choiri munawir yusuf. 2009. Pendidikan
Anak Nerkebutuhan Khusus Secara Inklusif. FKIP .UNS
Laelatussy.
2011. Hakikat Pendidikan Inklusi. Diposting pada 2 agustus 2011 diunduh
dari http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2194177-hakikat-tujuan-pendidikan-inklusi/#ixzz1nq1z1KKy
Suparno.
2008. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Bardzo fajny sklep internetowy z lutownicami super ceny
BalasHapusNajlepszy sklep super asortyment oraz super ceny
Lutownica transformatorowa
Lutownica transformatorowa
Lutownica transformatorowa
Lutownica transformatorowa