BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Era
globalisasi memberikan dampak positif sekaligus negatif bagi dunia pendidikan.
Salah satu dampak negatif dari arus globalisasi adalah terkikisnya nilai-nilai
moral bangsa karena pengaruh budaya asing yang kadang kurang sesuai dengan
budaya bangsa Indonesia. Bangsa yang menginginkan warga negara yang cerdas,
beriman, dan bertaqwa, perlu memperhatikan pendidikan anak.
Kenyataan yang terjadi saat ini,
perhatian pada pendidikan ini belum seperti yang diharapkan terutama dari segi
penyiapan calon-calon guru. Bagi anak usia Sekolah Dasar, guru merupakan sosok
teladan. Anak belajar melalui peniruan, melalui kegiatan meniru atau menyamakan
dirinya dengan orang tua dan orang dewasa yang ada disekitarnya. Termasuk
didalamnya adalah meniru apa yang dilakukan oleh guru. Namun demikian, pengaruh
perkembangan jaman menjadikan sikap dan kepribadian guru kadang kurang dapat
dijadikan contoh dan teladan bagi peserta didik.
Kompetensi kepribadian kurang
dikembangkan melalui pendidikan di dalam kelas. Abdurrahman (2007) dalam
tulisannya mengatakan : kompetensi kepribadian guru di Indonesia nyaris
berkembang secara autodidak dalam bingkai “nilai-nilai religius” dan “nilai-nilai
ketimuran” bangsa kita yang terkadang tidak bertahan diterpa arus modernisasi
dan globalisasi. Padahal selain menguasai ilmu, teknologi, dan keterampilan
pendukung yang lain, seorang guru wajib memiliki sikap dan kepribadian yang
dapat dijadikan teladan bagi anak didik dan dan anggota masyarakat yang lain.
Kompetensi kepribadian merupakan
sumber kekuatan, sumber inspirasi, sumber motivasi, dan sumber inovasi bagi
guru untuk memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial. Oleh karena itu untuk saat ini pembentukan kompetensi
kepribadian guru mutlak untuk dikembangkan. Sikap dan kepribadian guru dapat
dibentuk melalui tindakan atau perlakuan tertentu baik dibangku kuliah maupun
di lingkungan masyarakat.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang tersebut, maka
penulis mengajukan berbagai rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan kepribadian guru?
2.
Kepribadian
apa saja yang dimiliki oleh guru profesional?
3.
Apa
pentingya kepribadian guru bagi seorang guru
4.
Apa sajakah fungsi kepribadian guru?
5.
Apa sajakah factor yang mempengaruhi
kepribadian guru?
6.
Apa
yang dimaksud dengan sikap profesionalitas guru?
7.
Apa
saja sikap profesionalitas yang harus dimiliki guru?
8.
Bagaimana
cara mengembangangkan sikap profesionalitas guru?
9.
Apa
saja bentuk penyelewengan sikap profeionalitas guru?
10.
Apa
faktor yang menyebabkan penyelewengan sikap profesionalitas guru?
C. TUJUAN
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini maka diharapkan
dapat:
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan kepribadian guru
2.
Mengetahui
kepribadian apa saja yang dimiliki oleh guru profesional.
3.
Memahami pentingnya kepribadian guru
bagi seorang guru.
4.
Memahami fungsi kepribadian guru.
5.
Memahami factor yang mempengaruhi kepribadian
guru.
6.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan sikap profesionalitas guru.
7.
Mengetahui
sikap profesionalitas yang harus dimiliki guru.
8.
Mengetahui
cara mengembangangkan sikap profesionalitas guru.
9.
Mengetahui
bentuk penyelewengan sikap profesionalitas guru.
10. Mengetahui faktor yang menyebabkan
penyelewengan sikap profesionalitas guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kepribadian Guru
Muhibbin Syah
(2005 : 225), Mcleod (1989) mengartikan bahwa kepribadian (personality) sebagai
sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata yang sangat dekat
artinya dengan kepribadian adalah karakter dan identitas. Sedangkan Syaiful
Bahri Djamarah (2005 : 39-40), Zakiah Daradjat (1980) mengatakan bahwa
kepribadian diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan
asfek kehidupan.Kepribadian menurut Theodore M. Newcomb diartikan
sebagai organisasi sikap-sikap (predispositions) yang memiliki
seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
Kepribadian
menunjuk pada organisasi sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui,
berpikir dan merasakan secara khususnya apabila dia berhubungan dengan orang
lain atau menanggapi suatu keadaan. Karena kepribadian merupakan abstrak
si individu dan kelakuannya sebagaimana halnya dengan
masyarakat dan kebudayaan, maka ketika aspek tersebut mempunyai hubungan
yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Kepribadian
merupakan organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan
sosiologis yang mendasari perilaku. Kepribadian mencakup
kebiasaan-kebiasaan, sikap dan lain-lain. sifat yang khas
dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan
dengan orang lain.
Dalam arti
sederhana, kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap
dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Menurut tinjauan
psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antara
aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya) dengan asper perilaku
behavioral (perbuatan nyata). Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional dalam
diri seorang individu, sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan
tetap (reber 1988). Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai
ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Kepribadian sebenarnya adalah suatu
masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan,
cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan.
Sedangkan
Kompetendi Kepribadian menurut H.M Surya adalah perangkat perilaku yang
berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi
yang mandiri untuk melaksanakan transformasi diri, identitas diri,dan pemahaman
diri. Menurut Djam’an Satori, Kompetensi Kepribadian adalah kompetensi yang
berkaitan dengan perilaku guru itu sendiri yang kelak harus memiliki
nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Hal ini dengan
sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi
model manusia yang memiliki nilai-nilai
luhur.
Jadi kepribadian
guru adalah perilaku seorang guru yang berkaitan dengan kemampuan individu
dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melaksanakan
tranformasi diri, identias diri, dan pemahaman diri dan memiliki nilai-nilai
luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari.
B.
Kepribadian
Seorang Guru
Sebagai seorang
guru sangat penting memiliki sikap
yang dapat mempribadi sehingga dapat dibedakan ia dengan guru yang lain.
Memang, kepribadian menurut Zakiah Darajat disebut sebagai sesuatu yang
abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan,
tindakan, dan atau ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau melalui
atasannya saja.
Ruang lingkup kompetensi guru tidak
lepas dari falsafat hidup, nilai-nilai yang berkembang, di tempat seorang guru
berada,tetapi beberapa hal yang bersifat universal yang mesti dimiliki oleh
guru dalam menjalankan fungsinya sebagai makhluk individu atau pribadi yang
menunjang terhadap keberhasilan tugas pendidikan yang diembannya.
Kemampuan pribadi guru menurut Sanusi
(dalam Djam’an:2007) mencakup hal-hal berikut:
1.
Penampilan sikap yang positif terhadap
keseluruhan tugasnyasebagai guru, terhadap keseluruhan situasi pendidikan
beserta unsur-unsurnya.
2.
Pemahaman, penghayatan dan penampilan
nilai-nilai yang seyogyanyadianut oleh guru.
Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai
panutan dan teladan bagi para siswanya. Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis.
Sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang
merupakan cerminan dari kepribadian seseorang, selama hal tersebut dilakukan
dengan penuh kesadaran. Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif
akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang. Begitu naik kepribadian
seseorang maka akan naik pula wibawa orang tersebut.
Kepribadian yang perlu dimiliki guru antara lain sebagai
berikut:
1.
Guru
sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa nerkewajiban untuk meningkatkan
iman dan ketakwaanya kepada Tuhan, sejalan dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya. Dalam hal ini guru mesti beragama dan taat dalam menjalankan
ibadahnya. Contoh: seorang guru laki-laki yang beragama islam pada hari jumat
melaksanakan ibadah salat jumat di tempat ia tinggal atau di sekolah yang ada
masjidnya bersama warga sekolah yang lainnya dan sebaliknya agar dihindari
perilaku untuk menyuruh orang lain beribadah sementara dia malah bermain catur
dengan orang yang tidak pernah beribadah.
2.
Guru
memiliki kelebihan dibandingkan yang lain. Oleh karena itu perlu dikembangkan
rasa percaya pada diri sendiri dan tanggung jawab bahwa ia memiliki potensi
yangg besar dalam bidang keguruan dan mampu untuk menyelesaikan berbagai
persoalan yang dihadapinnya. Contoh: seorang guru yang telah mengikuti
penataran tentang metode CBSA berani untuk menerapkannya dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas dan mengevaluasinya serta menyosialisasikan hasilnya kepada
rekan guru-guru yang lain dan mengajak untuk mengembangkan metode yang telah
dicobanya. Sebaliknya agar dihindari perilaku yang ragu-ragu untuk mencoba apa
yang telah dimiliki dan takut merasa gagal dengan apa yang akan dicobanya.
3.
Guru
senantiasa berhadapan dengan komunitas yang berbeda dan beragam keunikan dari
peserta didik dan masyarakatnya maka guru perlu untuk mengembangkan sikap
tenggang rasa dan toleransi dalam menyikapi perbedaan yang ditemuinya dalam
berinteraksi dengan peserta didik maupun masyarakat. Contoh: dalam situasi
belajar mengajar di kelas guru mengembangkan metode diskusi dalam mata
pelajaran tertentu dan memberikan kesempatan kepada murid untuk menyampaikan
pendapatnya bahkan mau menerima pendapat yang berbeda dari murid dengan alasan
yang rasional dan sebaliknya agar dihindari perilaku yang ingin menang sendiri
dan menganggap dirinya paling benar serta tidak mau menerima masukan dari siapa
pun termasuk murid.
4.
Guru
diharapkan dapat menjadi fasilitator dalam menumbuhkembangkan budaya berpikir
kritis di masyarakat, saling menerima dalam perbedaan pendapat dan menyikapinya
untuk mencapai tujuan bersama maka dituntut seorang guru untuk bersikap demokratis
dalam menyampaikan dan menerima gagasan-gagasan mengenai permasalahan yang ada
disekitarnya sehingga guru menjadi terbuka dan tidak menutup diri dari hal-hal
yang berbeda di luar dirinya. Contoh : seorang guru berperan sebagai moderator
dalam acara diskusi mengenai pola pendidikan di masyarakat yang melibatkan
unsur pemerintah dan masyarakata dan berani mengambil suatu kesimpulan yang
dapat diterima oleh semua pihak yang ikut dalam kegiatan tersebut dan
menghindari perilaku yang menonjokan kemampuannya saja tanpa mau menerima
masukan dari yang lain dan tidak siap untuk mendapatkan kritikan, bahkan
tertutup dari siapapun.
5.
Menjadi
guru yang baik tidak semudah membalikkan telapak tangan, hal ini menuntut
kesabaran dalam mencapainya. Guru diharapkan dapat sabar dalam arti tekun dan
ulet melaksanakan proses pendidikan karena hasil pendidikan tidak langsung
dapat dirasakan saat itu tetapi membutuhkan proses yang panjang. Sebagai
ilustrasi seorang guru memberikan materi pelajaran IPA kepada murid di kelas
mengenai pokok bahasan listrik. Maka, untuk memperoleh hasil yang diharapkan
sesuai dengan kurikulum dia mencoba untuk menyampaikan informasi dasar melalui kegiatan tatap muka di kelas,
membimbing murid untuk melakukan percobaan di laboratorium dan memberikan tugas
pengamatan mengenai peristiwa yang berkaitan dengan energi listrik di temapt
mereka tinggal dan selanjutnya melakukan tes sebagai bahan evalusi. Dalam
kegiatan yang dilakukan guru tersebut ternyata tidak semua murid yang mengalami
kesulitan. Untuk itu guru perlu melakukan remedial terhadap beberapa orang
sampai tujuan yang telah ditetapkan tercapai.
6.
Guru
mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan, baik dalam bidang
profesinya maupun dalam spesialisasinya. Contoh: dalam menyikapi kemajuan ilmu
teknologi informasi, seorang guru yang merasa kurang dalam memperoleh tambahan
pengetahuan mau menyisihkan hasil pendapatan mengajarnyaa untuk mengikuti
kursus komputer dan bahasa asing serta bergabung dengan lembaga-lembaga yang
mengembangkan pengkajian tentang ilmu dan teknologi do tempat dia tinggal dan
menghindari perilaku yang merasa malu-malu untuk bertanya dan menambah ilmu
pengetahuan bahkan merasa telah cukup dengan apa yang telah dimilikinya.
7.
Guru
mampu mengahayati tujuan-tujuan pendidikan baik secara nasional, kelembagaan,
kurikuler sapai tujuan mata pelajaran yang dimilikinya. Sebagai contoh guru
matematika di SMU harus mengetahui tujuan pendidikan dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) no. 20 tahun 2003. Selain itu juga mesti memahami
tujuan sekolah di tempat guru mengajar,tujuan bidang studi matematikan yang
diajarkannya sampai TIK dari pokok bahasan tertentu yang sedang diajarkannya di
kelas.
8.
Hubungan
manusiawi yaitu kemampuan guru untuk dapat berhubungan dengan orang lain atas
dasar saling menghormati antara satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh
seorang guru menjalin kemitraan dengan rekan guru lain tanpa memandang
perbedaan suku, agama, asal perguruan tinggi, bidang studi yang dibinanya
bahkan mencoba untuk membentuk suatu sinergi yang dapat memacu kemajuan
pendidikan di sekolah dan menghindari perilaku yang hanya mau bermitra dengan
rekan yang satu daerah atau satu almamater.
9.
Pemahaman
diri, yaitu kemampuan untuk memahami berbagai aspek dirinya baik positif maupun
negatif. Kepribadian yang efektif akan terwujud apabila seorang telah mampu
memahami identitas dirinya, siapakah dirinya, mengapa ia memilih guru sebagai
jabatannya dan kelebihan serta kekurangan apa saja yang terdapat pada dirinya.
Sebagai contoh seorang guru merasa kurang mampu untuk dapat bekerja dan belajar
sendiri dengan baik tetapi ia menyadari bahwa kalau berdiskusi dengan orang
lain dirinya akan terpacu untuk belajar. Maka, dia berusaha untuk membentuk
kelompok belajar dengan sesama rekan guru atau ikut bergabung dengan kelompok
kerja guru bidang studi yang sesuai dengan bidang studi yang dibinanya.
10.
Guru
mampu melakukan perubahan-perubahan
dalam mengembangkan profesinya sebagai inovator dan kreator. Sebagai contoh
seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas tidak terpaku pada
satu metode saja tetapi berani melakukannya dengan menggunakan berbagai metode
pembelajaran dan berinisiatif untuk membuat model pembelajaran serta
mencobakannya di kelas.
Dalam hal pengembangan kompetensi pribadi, menurut
BP3K (1975) guru harus memiliki:
1. Pengetahuan
tentang tatakrama sosial dan agamawi,
2. Pengetahuan
tentang kebudayaan dan tradisi,
3. Hakikat
demokrasi dan makna demokrasi Pancasila,
4. Apresiasi
dan ekspresi estetika,
5. Kesadaran
kewarganegaraan dan kesadaran sosial yang dalam,
6. Sikap
yang tepat tentang ilmu pengetahuan kerja, dan
7. Menjunjung
tinggi martabat manusia.
Menurut H.M Surya (2005) Kompetensi pribadi mencakup
kemampuan-kemampuan dalam:
1) Memahami
diri, yaitu bagaimana mengenal berbagai aspek diri sendiri, seperti kekuatan
dan kelemahan diri, minat, bakat, motif, kebutuhan, perasaan nilai, dan tujuan
diri,
2) Pengelolaan
diri, yaitu bagaimana memanfaatkan aspek diri secara tepat dalam ememcahkan
masalah,
3) Pengendalian
diri, yaitu bagaimana mengatur dan membuat keputusan secara tepat,
4) Penghargaan
diri, yaitu bagaimana memperoleh dan mempertahankan harga diri
Dari beberapa rincian di atas, dapat disimpulkan
bahwa kompetensi kepribadian guru mencakup perilaku manusia secara individu
yang diabatasi oleh norma-norma yang berlaku bersumber kepada filsafah
hidupnya, serta nilai-nilai yang berkembang di tempat guru berada.
C.
Pentingnya
Kepribadian Guru
Kepribadiaan
adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap
dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu,
asal dilakukan secara sadar. Apabila
seseorang melakukan perbuatan yang baik maka sering dikatakan bahwa seseorang
itu mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila
seseorang melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan
mayarakat, maka dikatakan bahwa orang itu tidak mempunyai kepribadiaan
yang baik atau mempunyai akhlak yang
tidak mulia. Oleh karena itu, masalah kepribadian adalah suatu hal yang sangat
menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik
atau masyarakat. Dengan kata lain baik tidaknya citra seseorang ditentukan oleh
kepribadian. Mengenai pentingnya kepribadian guru Muhibbin Syah (2005 :
225-226) telah mengutip bahwa seorang
psikilog terkemuka, Profesor Doktor Zakiah Daradjat (1982) menegaskan:
kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan Pembina
yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi
hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah
dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Kepribadian
guru dapat dilihat dari tindakannya, ucapannya, caranya bergaul, berpakaian dan
dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang
berat. Menurut Zakiah Daradjat (2005 : 10) Mungkin dalam hal ini, lebih baik
kita memandang kepribadian tersebut dari segi terpadu (integrated) atau
tidaknya. Seseorang yang memiliki
kepribadian terpadu, dapat menghadapi segala persoalan dengan wajar dan sehat,
karena segala unsur dalam pribadinya bekerja seimbang dan serasi. Pikirannya
mampu bekerja dengan tenang, setiap masalah dapat dipahaminya secara obyektif,
sebagaimana adanya. Maka sebagai guru ia dapat memahami kelakuan anak didik
sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya. Pertanyaan anak didik
dapat dipahami secara obyektif, artinya tidak ada dikaitkannya dengan
persangkaan atau emosi yang tidak menyenangkan. Tidak jarang guru yang merasa
rendah diri, menanggapi pertanyaan anak didik sebagai kritikan atau ancaman
terhadap harga dirinya, maka jawabannya bercampur emosi, misalnya dengan marah atau ancaman. Perasaan
dan emosi guru yang mempunyai kepribadian terpadu tampak stabil, optimis dan
menyenangkan.Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa
diterima dan disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya.
Guru
yang goncang atau tidak stabil emosinya, misalnya mudah cemas, penakut,
pemarah, penyedih dan pemurung. Menyebabkan anak didik akan terombang-ambing
dibawa oleh arus emosi guru yang goncang tersebut karena anak didik yang masih
dalam pertumbuhan jiwa itu juga dalam keadaan tidak stabil, karena masih dalam
pertumbuhan dan perubahan. Biasanya guru yang tidak stabil emosinya tersebut
tidak menyenangkan bagi anak didik, karena mereka seringkali merasa tidak
dimengerti oleh guru. Kegoncangan perasaan anak didik itu akan menyebabkan
kurangnya kemampuannya untuk menerima dan memahami pelajaran, sebab konsentrasi
pikirannya diganggu oleh perasaannya yang goncang karena melihat atau menghadap
guru yang goncang tadi.
Guru
yang pemarah atau keras, akan menyebabkan anak didik takut. Ketakutan itu dapat
bertumbuh atau berkembang menjadi benci. Karena takut itu menimbulkan derita
atau ketegangan dalam hati anak, jika ia sering menderita oleh seorang guru,
maka guru tersebut akan dijauhinya agar dapat menghindari derita yang mungkin
terjadi. Akan tetapi sebagai anak didik yang harus patuh dan tunduk kepada
peraturan sekolah, ia terpaksa tetap berada dalam kelas, ketika guru tersebut
ada, maka lambat laun guru itu akan menjadi guru yang dibenci oleh anak
didiknya. Apabila anak didik benci kepada guru, maka ia tidak akan berhasil
mendapatkan bimbingan dan pendidikan dari guru tetsebut, selanjutnya ia akan
menjadi bodoh walaupun kecerdasannya tinggi. Demikian pula dengan berbagai
emosi lainnya yang tidak stabil, akan membawa kepada kegoncangan emosi pula
pada anak didik, bahkan mungkin akan membawa kepada kegoncangan kejiwaan.
Tingkah
laku atau moral guru pada umumnya, merupakan penampilan lain dari
kepribadiannya. Bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah contoh teladan
yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang yang pertama
sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Kalaulah
tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, pada umumnya akhlak anak didik akan
rusak olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yanag dikaguminya. Atau
dapat juga menyebabkan anak didik gelisah, cemas atau terganggu jiwa karena ia
menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan contoh yang selama ini
didapatnya dirumah dari orang tuanya.
Sikap
guru dalam menghadapi segala persoalan, baik menghadapi anak didik,
teman-temannya sesama guru, kepala sekolah dan sekolah itu sendiri akan
dilihat, diamati dan dinilai pula oleh anak didik. Sikap pilih kasih dalam
memperlakukan anak didik, adalah yang paling cepat dirasakan oleh anak didik,
karena semua anak mengharapkan perhatian dan kasih sayang gurunya. Kelakuan
anak didik tidak boleh dijadikan alasan untuk membesakan perhatian, karena anak
yang nakal misalnya, seringkali dimarahi dan dibenci oleh guru, karena ia
sering mengganggu suasana sekolah. Akan tetapi guru yang bijaksana tidak akan
benci kepada anak yang nakal, dia akan lebih memperhatikannya dan berusaha mengetahui
latar belakang anak tersebut. Selanjutnya berusaha memperbaikinya secara
individual. Sebagai seoang guru banyak
yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya misalnya dengan mengajaknya bicara di
kantor atau di luar jam sekolah mungkin kita juga bias menghubungi orang tuanya
dan masih banyak lagi cara yang bisa kita lakukan. Kenakalan anak itu bisa saja
karena suasana keluarganya yang goncang dan menegangkan, atau karena broken
home, sehingga ia bingung dan tertekan perasaannya. Maka gurulah orang terdekat
tempat memantulkan perasaannya yang goncang itu.
Menurut
Zakiah Daradjat (2005 : 12) Sikap guru terhadap agama juga merupakan salah satu
penampilan kepribadian. Guru yang acuh tak acuh kepada agama akan menunjukkan
sikap yang dapat menyebabkan anak didik terbawa pula kepada arus tersebut,
bahkan kadang-kadang meyebabkan terganggunya jiwa anak didik. Sebuah contoh
yang pernah terjadi di sebuah SMP di suatu kota sebagai berikut: seorang anak didik kelas dua dibawa
ke klinik jiwa, karena mengalami gangguan kejiwaan, cemas takut dan tidak dapat
belajar. Setelah diteliti dan dikumpulkan oleh seorang dokter jiwa informasi tentang berbagai peristiwa dan
pengalaman yang terjadi pada anak tersebut, ternyata penyakit tersebut
dideritanya sejak guru olah raga memarahinya didepan kelas dengan meremehkan
ketentuan agama yaitu ketika guru tersebut akan membawa anak didiknya pergi
berenang. Anak tadi bertanya, “bagaimana mungkin anak perempuan bersama anak
laki-laki dalam pakaian renang?”
Guru
olah raga yang tidak bijaksana tersebut menjawab sambil mengejek, “apakah kamu
berenang pake rukuh (telekung).” Anak-anak terawa, tetapi anak yang bertanya
tadi diam dan merasa sangat malu serta bingung, apa yang harus diperbuatnya.
Selama ini ia tahu bahwa wanita itu harus menutupi tubuhnya karena ada
ketentuan agama yang harus dipatuhi. Akan tetapi gurunya mengejeknya ketika ia
bertanya untuk mendapatkan penjelasan agar ia dapat keluar dari kesukarannya
itu. Ia tidak dapat menyelesaikan persoalannya itu, akhirnya ia jatuh kepada
gangguan kejiwaan. Bagi anak-anak lain yang tidak mengalami gangguan kejiwaan
mendengar jawaban guru tersebut bisa saja menyebabkan mereka condong untuk
meremehkan ketentuan agama.
D.
Fungsi
Kepribadian Guru
Setiap subjek mempunyai pribadi yang unik, masing-masing
mempunyai ciri dan sifat bawaan secara luar belakang kehidupan. Banyak masalah
psikologis yang dihadapi peserta didik, banyak pula minat, kemampuan, motivasi
dan kebutuhannya. Semuanya memerlukan bimbingan guru yang berkepribadian dapat
bertindak sebagi pembimbing, penyuluh dan dapat menolong peserta didik agar
mampu menolong dirinya sendiri. Di sinilah letak kompetensi kepribadian guru
sebagai pembimbing dan suri tauladan. Guru adalah sebagai panutan yang harus
digugu dan ditiru dan sebagai contoh pula bagi kehidupan dan pribadi peserta
didiknya.
Dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem
Amongnya yaitu guru harus: Ing ngarso
sungtuladha, Ing Madya Mangun karso, Tut Wuri Handayani. Artinya adalah
bahwa guru harus menjadi contoh dan teladan, membangkitkan motif belajar siswa
serta mendorong/ memberikan motivasi dari belakang. Dalam arti, kita sebagai
calon guru dituntut melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya pola panutan
dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya. Dalan hal ini, siswa-siswa di
sekolahnya, juga sebagai seorang guru dituntut harus mampu membangkitkan
semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya serta
harus mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan
dan sanggup bertanggung jawab.
Guru bukan hanya pengajar, pelatih dan pembimbing,
tetapi juga sebagai cermin tempat subjek didik dapat berkaca. Dalam relasi
interpersonal antar guru dan subjek didik tercipta situasi didik yang
memungkinkan subjek didik dapat belajar menerapkan nilai-nilai yang menjadi
contoh dan memberi contoh. Guru mampu menjadi orang yang mengerti diri siswa
dengan segala problematikanya, guru juga harus mempunyai wibawa sehingga siswa
segan terhadapnya. Hakikat guru pendidik adalah bahwa ia digugu lan ditiru.
Berdasarkan uraian di atas, fungsi kompetensi
kepribadian guru adalah memberikan bimbingan dan suri tauladan, secara
bersama-sama mengembangkan kreativitas dan membangkitkan motif belajar serta
dorongan untuk maju kepada anak didik.
E.
Faktor
yang Mempengaruhi Kepribadian Guru
Kepribadian individu sangat beragam, hal ini terjadi karena pengaruh
sosialisasi. Namun, ada beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kepribadian yaitu :
1.
Keadaan Fisik
Setiap manusia mempunyai keadaan fisik yang berbeda dari orang lain.
Perbedaan fisik anak menimbulkan perbedaan perlakuan dari orang sekitarnya.
Anak yang fisiknya lemah cenderung dilindungi secara berlebihan sehingga tumbuh
menjadi pribadi yang tidak berani mencoba hal-hal baru. Bandingkan jika anak
secara fisik kuat dan jarang sakit, bagaimana perlakuan yang diterimanya dari
orang lain? Hal tersebut mempengaruhi anak dalam membentuk konsep diri dan
akhirnya mempengaruhi model kepribadiannya. Keadaan fisik seseorang diwarisi
dari ayah dan ibunya. Ketika berada dalam kandungan, perkembangan individu
sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dari ibu dan keadaan kejiwaan ibu. Jika
asupan nutrisi dan keadaan kejiwaan ibu baik, anak akan tumbuh baik begitupun
sebaliknya. Beberapa penyakit juga diturunkan dari orangtua, seperti diabetes,
darah tinggi dan kelainan darah. Menurut penelitian, kemampuan IQ anak pun
dipengaruhi oleh IQ orangtua kandungnya.
2.
Lingkungan fisik
(geografis)
Lingkungan fisik seperti perbedaan kesuburan tanah dan kekayaan alam akan
mempengaruhi kepribadian penduduknya. Menurut penelitian mengenai mereka yang
tinggal didaerah tandus, panas dan miskin cenderung lebih keras menghadapi
hidup dan tega menghadapi orang lain. Sedangkan lingkungan fisik yang subur
menghasilkan kepribadian yang ramah, lebih santai dan terbuka pada orang lain.
3.
Kebudayaan
Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat norma sosial budaya yang berbeda
dari masyarakat lain. Norma sosial budaya ini mempengaruhi pembentukan kepribadian
seseorang. Perbedaan nilai dan norma kebudayaan signifikan terhadap perbedaan
kepribadian. Misalnya orang yang berasal dari suku di luar Jawa akan melihat
orang Jawa sebagai individu yang halus baik tuturkata maupun gerakannya.
Perempuan Jawa pantang berbicara dan tertawa keras. Sedangkan oorang dari
sukubangsa Batak seolah-olah selalu berbicara dengan suara lantang.
4.
Pengalaman Kelompok
Melalui pergaulan kelompok seseorang akan menilai dirinya sesuai dengan
nilai kelompoknya. Pembentukan kepribadian dipengaruhi nilai kelompok
masyarakatnya. Contohnya individu mendapatkan pengalaman dari teman-teman
sebaya atau teman sepermainan.
5.
Pengalaman Unik
Perbedaan kepribadian terjadi karena pengalaman yang dialami seseorang itu
unik dan tidak ada yang menyamai. Misalnya seorang anak di waktu kecil belajar
naik sepeda dan jatuh. Sejak itu ibu selalu melarang jika anak ingin mencoba
naik sepeda lagi karena takut anak jatuh. Larangan tersebut mempengaruhi
pembentukan kepribadian, menyebabkan anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak
berani mencoba hal-hal baru karena takut gagal.
F.
Profesionalitas
Guru
Guru sebagai
pendidik professional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat
bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilinya. Masyarakat
akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak.
Walau segala
perilaku guru selalu guru diperhatikan masyarakat, tetapi guru harus tetap
bersikap professional. Sikap profesional guru adalah sikap seorang guru
dalammenjalankan pekerjaannya yangmencakup keahlian, kemahiran, dankecakapan
yang memenuhi standarmutu atau norma tertentu sertamemerlukan pendidikan
profesikeguruan.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan
kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi
penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar
pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan
yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Sikap
professional guru berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam
memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap
profesionalnya.
Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan
professional akan dibicarakan sesuai denagan sasaranya, yakni sikap
professional keguruan terhadap:
1.
Peraturan perundang-undangan
2.
Organisasi profesi
3.
Teman sejawat
4.
Anak didik
5.
Tempat kerja
6.
Pemimpin
7.
Pekerjaan
G.
Sikap Profesionalitas Guru
Segala keputusan dan tindakan guru
dalam proses pembelajaran mempunyai dampak terhadap pencapaian tujuan
pendidikan, dan segala bentuk penyikapan guru terhadap tugas-tugasnya, baik
tugas-tugas keguruan maupun non keguruan, mempunyai dampak langsung terhadap
peserta didik, baik positif ataupun negatif, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
1.
Sasaran sikap professional
a. Sikap
Terhadap Peraturan perundang-undangan
Pada butir
sembilan kode etik guru Indonesia disebutkan bahw: “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan”(PGRI ,1973).
Guru merupakan
unsur apertur Negara dan abdi Negara.oleh karena itu, guru mutlak perlu
mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaanpemerintah dalam bidang pendidikan.,
sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuanyang merupakan kebijaksanaan
tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala
peraturan-peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh departemen pendidikan dan
kebudayaan (depdikbud). Contoh peraturan yang dikeluarkan oleh depdikbud
seperti: perturan tentang berlakunya kurikulum sekolah tertentu, pembebasan
uang sumbangan pembiayaan sekolah(SPP),
penyelenggaraan evaluasi, belajar tahap akhir ( Ujian Kelulusan), dll.
Untuk menjaga
agar guru di Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang menjadi
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, maka guru harus menaati peraturan yang tertuang dalam kode etik guru
Indonesia.
b. Sikap
Terhadap Organisasi profesi
Organisasi
profesi guru yang dikenal sebagai PGRI
merupakan suatu sistem dimana unsur pembentuknya adalah guru-guru. Oleh
karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan
timbal balik antara anggota profesi dengan organisasi , baik dalam melaksanakan
kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
PGRI sebagai
organisasai profesi memerlukan pembinaan agar lebih berdayaguna dan berhasil
sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi
guru.Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung pada kesadaran, rasa
tanggung jawab dan kewajiban para anggotanya.
Dalam Kode Etik
dasar ke-6 dituliskan bahwa “guru secara pribadi dan bersama-sama,
mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.” Dsara ini sanat
tegas mewajibkan kepada seluruh anggota guru untuk selalu meningkatkan mutu dan
martabat profesi guru itu sendiri.
Untuk
meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti: kegiatan penataran, lokakarya, pendidikan
lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi banding, seminar, atau kegiatan
ilmiah lainya. Jadi kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada
pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja,
melainkan berkelanjutan.
c. Sikap
Terhadap Teman sejawat atau profesi,
Dalam kode Etik
ayat 7 disebutkan bahwa “ guru memelihara hubungan seprofesi, semangant
kekeluargaan, dan kesetiakawanaan sosial.” Ini berarti bahwa:
1)
Guru hendaknya menciptakan dan
memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.
2)
Guru hendaknuya menciptakan dan memelihara
semangant kekeluargaan dan kesetiakawanan social di dalam dan diluar lingkungan
kerjanya.
Dalam kode etik
guru Indonesia menunjukan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis
perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara
sesama anggota profesi.Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua
segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal
yaitu hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas
kedinasan.Sedangkan hubungan kekerluagaan yaitu hubungan persaudaraan yang
perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun hubungan keseluruhan dalam
ranggka menunjang tercapainya keberhasilan anggota profesi.
Sikap terhadap
teman sejawat di golongkan menjadi dua yaitu:
1) Hubungan
Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Sikap
professional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin berkerjasama, saling harga menghargai, saling
pengertian dan rasa tanggung jawab. Jika inisudah berkembang , maka akan tumbuh
rasa senasip sepenangungan serta menyadari akan kepentingan bersama,tidak
mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentinganorang
lain. (Hermawan, 1979).
Disetiap
sekolah pasti ada personil sekolah yang mendukung kinerjanya sekolah, seperti
kepala sekolah, guru, staf adminstrasi, dan semua warga sekolah yang
mendukungnya.Agar setiap personel sekolahdapat berjalan dengan baik dan
sebagaimana mestinya harus ada hubungan yang baik dan harmonis diantara sesama
personil itu.
Jika
suatu saat ada keretakan diantara personilnya maka jangan sampai berlarut-larut
dan diketahui oleh siswa dan orang tua karena akan membuat keresahan dan
ketidak percayaan kepada pihak sekolah. Untuk itu agar tidak terjadi keadaan
yang berlarut-larut maka harus saling maaf –memaafkan dan memupuk rasa serta
suasana kekeluargaan yang akrab antara sesama guru dan aperatur disekolah.
2) Hubungan
Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruan
Hubungan guru
berdasarkan lingkungan keseluruan merupakan hubungan guru dengan guru lainya /
teman sejawat. Dalam hal ini didalam
profesi keguruan masih memerlukan pembinaan yang sungguh –sungguh, Agar dapat
lebih meningkatkan profesinya.
Sebagai saudara
seprofesi guru, mereka wajib membantu dalam kesukaran , saling mendorong kemampuan dalam bidang profesinya, dan saling
menghormati hasil-hasil karyanya. Selain itu juga harus saling memberi tahu
informasi-informasi terbaru untuk meningkatkan profesinya.
Sebagai saudara
seprofesi guru juga berkewajiban saling mengoreksi dan saling menegur, jika
terdapat kesalahan-kesalan atau penyimpangan
yangdapat merugikan profesinya. Meskipun dalam prakteknya guru tidak
melakukannya.
d. Sikap
Terhadap Anak didik
Dalam kode Etik
Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: “guru berbakti membimbing peserta
didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yangf berjiwa Pancasila.”
Dasar ini mengandung prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam
menjalankan tugasnya sehari-har, yakni tujuan pendidikannasional, prinsip
membimbingan, dan prisip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Tujuan
pendidikan Nasional terdapat dalamUU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila. Prinsip
uyang lain adalah membimbing peserta didik. Pengertian dari membimbing seperti
yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalamsistem amongnya “ing
ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, Tut Wuri Handayani” yang
berarti pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh,
dan harus dapat mengendalikan peserta didik sedangkan dalam kata tut wuri
mengadung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya
sedangkan guru hanya memperhatikanya, dan dalam kata Handayani berati guru
mempengaruhi peserta didik dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian
memmbimbing mengadung arti bersikap menentukan ke arah pembentukan manusia
Indonesia setuhnya yang berjiwa pancasila.Dan bukan mendikte peserta didik,
apalagi memeksanya menurut kehendak pendidik.
Guru dalam
mendidik seharusnya tidak hanya mengurtamakan pengetahuan atau perkembanagan
intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi
peserta didik, baik, social, rohani dan jasmani maupun yang lainya sesuai
dengan hakikat pendidik. Karena peserta didik tidak dapat dipandan sebagai
objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.
e. Sikap
Terhadap Tempat kerja
Ada pepatah yang
mengatakan bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan
produktifitas. Oleh karena itu seorang guru harus dapat menciptakan suasana
yang baik dan menyenangkan ditempat kerja. Untuk menciptakan suasana kerja yang
baik ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: a. Guru sediri, b.
berhubunagan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Dalam kode etik
guru juga tertulis “guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar mengajar” oleh karena itu guru harus aktif mengupayakan suasana yang baik dengan
berbagai cara, seperti:penyedian alat belajar, pengaturan organisasi kelas yang
mantap ataupun pendekatanlainya.
Agar Suasana
yang haronis disekolah juga harus didukung oleh personil yang ada didalamnya
seperti, kepala sekolah, guru, staf administrasi, siswadan seluruh warga
sekolah. Selain itu penciptaan suasana kerja yang baik juga harus
ditunjang dengan terjalinnya hubungan
yang baik antara orang tua siswa dan masyarakat sekitar, agar membina peran
serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
Dalam menjalin
kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambil prakarsa,
misalnya dengan cara mengundang orang tua sewaktu menagambil rapor, mengadakan
kegiatan- kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar, mengikutsertakan
persatuan orang tua dalam membantu meringankan permasalahan sekolah, terutama
menagulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan sekolah.
f. Sikap
Terhadap Pemimpin.
Di dalam
organisasai guru, ada strata kepemimpinan danpengawasan dari pengurus cabang,
daerah, sampai ke pusat.Begitu juga sebagai angota besar depdikbu, ada pembagian
pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai ke
menteri pendidikan dan kebudayaan.
Pemimpin suatu
unit atau organisasai mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin
organisasainya, selain itu pemimpin juga harus dapat membina kerjasama yang
baik dengan staf yang dibawahnya untuk melaksanakan tujuan
organisasai.Kerjasama yang dijalin dapat berupa tuntutan akan kepatuhan dalam
melaksanakan arahan dan petunjuk yang Ia berikan. Kerjasama juga dapat
diberikan dalam bentuk usulan, dan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan
yang telah digariskan bersama demi kemajuan organisasai.
Dapat
disimpulkan bahwa seorang
guru harus memiliki sifat positif,
dalam arti memeiliki rasa hormat dan percaya serta kerjasama yang baik untuk
menyuseskan program yang sudah disepakati bersama baik dalam sekolah atau
diluar sekolah.
g.
Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi
guru berhubungan dengan peserta didik, melayani orang yang beragamdan sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan
yang tinggi. Tidak semua orang dikaruniai
sifat yang seperti itu namun bila seseorang telah memilih untuk memasuki
profesi guru,ia akan di tuntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.
Agar
guru dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat, guru harus
selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuanya dengan keinginan dan
permintaan masyarakat (peserta didik dan orang tuanya).Keinginan dan permintaan
orang tua selalu berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.Oleh karena itu guru harus selali dan terus-menerus meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan mutu layanan. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu
ini tertuang dalam Kode Etik Guru butir ke-6 yang berbunyi ”guru secara pribadi
dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Untuk
meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat melakuaknya secra
formal dan informal. Secara formal, seperti guru mengikuti berbagai pendidikan
lanjutanatau kursus yangsesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu
dankemampuannya.sedangkan secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuanya
dan ketampilan melaluimedia massa, seperti televisi, Koran, majalah, radio,
ataupun dengan membaca buku teks dan pengetahuan lainya yang cocok dengan
bidangnya.
Menurut
Asmuni dalam http://asmunisyukir.wordpress.com/2013 /01/17// sikapguruprofesional_mediaasmunisyukir.html, segala keputusan dan tindakan guru
dalam proses pembelajaran mempunyai dampak terhadap pencapaian tujuan
pendidikan, dan segala bentuk penyikapan guru terhadap tugas-tugasnya, baik
tugas-tugas keguruan maupun non keguruan, mempunyai dampak langsung terhadap
peserta didik, baik positif ataupun negatif, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Karena itulah, maka Guru Profesional dalam melaksanakan tugas
dan perannya haruslah bersikap kehati-hatian, sabar, disiplin, kreatif dan
rendah hati.
a.
Sikap kehati-hatian
Sikap
kehati-hatian ini bukan berarti memasung otonomi dan kreativitas guru, sehingga
menjadikan guru ‘takut’ keliru dalam berbuat. Tetapi yang dimaksud
kehati-hatian dalam konteks ini adalah kearifan, tidak “sembrono”, penuh
pertimbangan (terhadap dampak), dan tidak gegabah dalam melakukan tindakan
kependidikan, terutama dalam pencapaian tujuan pendidikan yang utuh.
Penyikapan
guru terhadap tugas-tugas kependidikan (keguruan dan non keguruan) tersebut
sangat diperlukan mengingat dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada
praktiknya cenderung bersifat transaksional dan situasional. Artinya tidak
semua aspek kependidikan dapat direncanakan, dan yang terjadi dalam praktek
tidak selalu sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya, terutama masalah
suasana kelas (pengelolaan kelas). Oleh karenanya dalam situasi, kondisi, dan
kesempatan yang berbeda, guru harus menerapkan kemampuannya secara berbeda pula
sesuai dengan tujuan, materi, media yang tersedia, karakteristik peserta
didik, serta kondisi situasional. Jadi fleksibilitas dalam pelaksanaan program
pembelajaran, kearifan dalam mengambil keputusan, serta kearifan dalam
melakukan tindakan sangatlah diperlukan.
Banyak
kasus peserta didik rendah motivasi belajarnya, bahkan pobia terhadap mata
pelajaran tertentu, sangat benci dan trauma terhadap guru tertentu, stress dan
depresi mental. Ini semua adalah dampak dari sikap ketidak hati-hatian guru,
lebih mengedepankan emosi daripada hati, sehingga hilang kearifannya dalam
bertindak. Di sinilah pentingnya sikap kehati-hatian dalam mengambil keputusan
dan melakukan tindakan terutama terhadap peserta didik.
b.
Kesabaran
Sikap sabar dapat dimiliki apabila guru telah memiliki stabilitas
emosi (emotional stability) sebagai ciri kepribadian orang dewasa. Guru
yang emosinya stabil tidak akan mudah marah dan tidak akan tergesa-gesa
(ceroboh) dalam segala tindakannya. Banyak kejadian di sekolah yang mudah
menyulut kemarahan guru. Tetapi, guru yang telah memiliki stabilitas emosi, ia
akan tetap sabar dan arif dalam menghadapi kejadian-kejadian yang menjengkelkan
tersebut.
Sikap sabar sangat erat hubungannya dengan sikap kehati-hatian.
Dampaknya bagi guru akan memiliki sifat dan sikap mulia, antara lain: (a) asih ing murid (tertanam sifat
kasih sayang kepada peserta didik); (b) telaten ing pamulange (tekun dan ulet dalam membelajarkan
peserta didik); (c) lumuh ing pamrih
(tulus ikhlas dan tidak bertendensi yang bukan-bukan dalam melaksanakan tugas);
(d) tanggap ing sasmita (mengerti
kepribadian anak, perbedaan individu setiap peserta didik, memahami situasi dan
kondisi, sehingga dalam segala tindakannya tidak emosional); (e) sepen ing panggrayangan (tidak
menimbulkan prasangka yang bukan–bukan dalam segala tindakannya; misalnya,
setiap peserta didik bertanya guru marah-marah, maka peserta didik patut
berprasangka bahwa guru tidak pecus menjawabnya sehingga untuk menutupi
ketidakpecusannya dengan gaya marah-marah); (f) jatmika ing solah (simpatik karena segala tindakannya penuh
kearifan); (g) antepan ing bebudene
(santun dalam bertingkah laku, tidak mudah marah dan tidak mudah merasa
tersinggung) (Asmuni Syukir, 1985:17-18).
Segala sikap dan sifat yang berhubungan dengan sikap kesabaran guru
tersebut sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian peserta didik
sebagaimana yang diharapkan dalam tujuan pendidikan.
c.
Kedisiplinan
Dalam konteks ini yang dimaksud kedisiplinan adalah sikap yang
menunjukkan kesetiaan dan ketaatan terhadap peraturan atau norma-norma yang
berlaku.Pengertian ini identik dengan asal kata disiplin yakni kata “disciplus”
yang berarti pengikut yang setia.
Guru harus bersikap disiplin dalam menjalankan tugas-tugasnya,
tetapi bukan disiplin dalam pengertian disiplin kolot (kuno) yang mengartika
disiplin sebagai taat kepada ketentuan atas dasar paksaan atau otoritas dari
luar, disiplin yang bersifat lahiriyah, atau disiplin yang otomatis.
Guru harus bersikap disiplin dalam pengertian modern, yaitu ketaatan
pada peraturan atas dasar kesadaran dan rasa tanggungjawab, sehingga orang akan
melaksanakan peraturan bukan karena adanya pengawasan dari luar, tetapi karena
adanya kontrol dari dalam dirinya sendiri. Inilah yang disebut self-control
atau self-discipline.
Kedisiplina guru dalam menjalan tugas sangat diperlukan sebagai
sikap keteladanan dan contoh bagi peserta didiknya. Guru tidak layak memberikan
perintah disiplin terhadap peserta didiknya apabila dirinya sendiri belum dapat
berbuat disiplin. Disinilah letak keterkaitannya dengan upaya pencapaian tujuan
pendidikan.
d.
Kreativitas
Dalam konteks ini kreativitas dimaknai sebagai suatu proses yang
memanifestasikan diri dalam kelancaran, kelenturan, dan keaslian dalam
pemikiran. Kelancaran dalam arti kata mampu memberikan banyak gagasan dalam
waktu yang terbatas.Kelenturan mampu melihat berbagai kemungkinan penggunaan
sesuatu benda, berbagai macam sudut pandang dari suatu masalah. Keaslian mampu
memberikan jawaban yang tak terduga, tak terpikirkan oleh orang lain.
(Munandar, 1988, dalam Tim Dosen IKIP Surabaya, 1994:15).
Guru Profesional harus memiliki kreativitas, karena dunia
kependidikan mengharuskan adanya inovasi dan improvisasi sesuai dengan
tuntutan situasi dan kondisi, di samping sifat ‘pekerjaan’ guru yang
situasional dan transaksional. Di sisi lain kreativitas sangat bermanfaat untuk
mengusir rutinitas yang sangat menjenuhkan, memudahkan pemecahan masalah, baik
yang menyakut profesional problem maupun personal problem. Guru
yang penuh kreativitas akan bisa menyenangi tugas-tugasnya, dan mempunyai
motivasi kerja yang tinggi. Dampaknya, motivasi belajar siswa tinggi, karena
dalam proses pembelajaran sarat akan variasi, inovasi dan improvisasi.
e.
SikapKerendahhatian
Guru profesional harus memiliki sifat dan sikap rendah hati, karena
guru bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak. Guru yang
bersikap rendah hati (tawadhu’), adalah guru yang tidak sombong dan
tidak membangga-banggakan dirinya, serta mengakui dan menghargai eksistensi
orang lain, termasuk terhadap peserta didiknya.Sikap guru yang demikian sangat
berpengaruh terhadap peserta didik yang ingin mengaktualisasikan diri untuk
menemukan jati dirinya. Sebab segala pengaruh, terutama dari guru yang menjadi
tokoh acuannya, bisa diterima dan diolahnya secara pribadi sesuai dengan
individualitasnya masing-masing, yang kemudian menjadi bagian dari
dirinya sendiri.
H.
Pengembangan
Sikap Profesional
Dalam rangka
meningkatkan mutu, (layanan, dan professional) guru haruspula meningkatkan
sikap profesionalnya.Pengembangan sikap professional dapat dilakukan baik
selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
1.
Pengembangan Sikap selama Pendidikan
Prajabatan
Pembentukan
sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, namun harus dibina sejak
calon guru memulai pendidikanya di lembaga pendidikan guru.Dalam pendidikan
prajabatan, calon guru dididik dengan berbagai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan dalam
pekerjaanya nanti.Karena guru merupakan panutan bagi siswa dan bahkan bagi
masyarakat sekitar. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasilsampingan ( by-product)
dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Misalnya sikap disiplin dan teliti
di peroleh dari pembelajaran matematika yang benar.
2.
Pengembangan Sikap selama dalam Jabatan
Pengembangan
sikap professional tidak berhenti setelah guru selesai mendapatkan pendidikan
prajabatan, namun akan tetap berlangsung selama dalam jabatan. Banyak usaha
yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap professional keguruan dalam
masa pengabdiannya sebagai guru. Peningkatan itu dapat dilakukan dengan cara
formal melaui kegiatan penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainya. Selain itu juga dapat dilakukan secarainformal seperti melalui media
massa, televisi, radio, Koran, majalah dan publikasi lainya.
I.
Penyimpangan Sikap Profesionalitas Guru
Pemerintah
sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain
melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal
bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun
dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun
paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa
sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang
pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan,
bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya
banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang
seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan.
Kesalahan-kesalahan itu antara lain:
1. mengambil jalan pintas dalam
pembelajaran,
2. menunggu peserta didik berperilaku
negatif,
3. menggunakan
destruktif discipline,
4. mengabaikan
kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik
5. merasa
diri paling pandai di kelasnya,
6. tidak
adil (diskriminatif), serta
7. memaksakan
hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka
seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi
tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
1. kompetensi
pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
2. kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan
berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
3. kompetensi
profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
4. kompetensi
sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif.
Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk
reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi
dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk
nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang
kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2000:
15).
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14
Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan
perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama,
menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati
siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan
budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang
diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan
berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah.
Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah),
dan orang tua.
J.
Faktor Penyebab Penyimpangan Sikap Profesionalitas
Guru
Jika ada
pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi
beberapa faktor.
1.
Adanya malpraktik yaitu melakukan
praktik yang salah, miskonsep.
Guru
salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan kekerasan
maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan pelanggaran.
2.
Kurang siapnya guru maupun siswa secara
fisik, mental, maupun emosional.
Kesiapan
fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua
belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar
akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin harmonis.
3.
Kurangnya penanaman budi pekerti di
sekolah.
Pelajaran
budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya
sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang
ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya
dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus
diajarkan justru dilupakan.
Selain dari
ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang
diungkapkan Plato dalam "Tipologo Plato", bahwa fungsi jiwa ada tiga,
yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan
berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh bagian bawah.
Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu sumber
kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber kekuatan menahan
hawa nafsu.
Jika pikiran,
kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak
dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran
tidak dapat berpikir bijak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak
pendidik memahami faktor-faktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya
dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat
dihindari.
Bagaimanapun
juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia
internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu
membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu
mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia
seutuhnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian
guru merupakan perilaku
seorang guru yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya
sebagai pribadi yang mandiri untuk melaksanakan tranformasi diri, identias
diri, dan pemahaman diri dan memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar
dalam perilaku sehari-hari.
Kepribadian
mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa
setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian
seseorang, selama hal tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran. Setiap
perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan
kepribadian seseorang. Begitu naik kepribadian seseorang maka akan naik pula
wibawa orang tersebut.
Fungsi
kompetensi kepribadian guru adalah memberikan bimbingan dan suri tauladan,
secara bersama-sama mengembangkan kreativitas dan membangkitkan motif belajar
serta dorongan untuk maju kepada anak didik. Kepribadian itulah yang akan
menentukan apakah ia menjadi pendidik dan Pembina yang baik bagi anak didiknya,
ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik
terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka
yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).Beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kepribadian yaitu faktor fisik, fisik (geografis), kebudayaan, kelompokdan factor unik.
Sikap profesional guru adalah sikap seorang guru dalam menjalankan
pekerjaannya yang mencakup keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi keguruan.Sikap profesionalitas guru diantaranya sikap profesionalitas guru terhadap
peraturan
perundang-undangan, organisasi
profesi, teman
sejawat, anak
didik, tempat
kerja, pemimpin dan pekerjaan.
Pengembangan sikap professional dapat dilakukan baik
selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan). Dalam menjalankan tugasnya, kadang-kadang guru melakukan suatu penyimpangan sikap terhadap
tugasnya misalnya, mengambil jalan pintas dalam
pembelajaran, menunggu
peserta didik berperilaku negatif, menggunakan destruktif
discipline,mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta
didik, merasa
diri paling pandai di kelasnya, tidak adil (diskriminatif), serta memaksakan
hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20). Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan
tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi.
Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi social,
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.
Jika
ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi
beberapa faktor antara
lain yaitu adanya malpraktik yaitu melakukan praktik yang salah,
miskonsep, kurang
siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional, kurangnya penanaman budi pekerti di
sekolah.Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe
kejiwaan seperti yang diungkapkan Plato dalam "Tipologo Plato", bahwa
fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan.
Bagaimanapun
juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia
internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu
membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu
mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia
Indonesia seutuhnya.
B. Saran
Sebagai calon guru SD, mahasiswa hendaknya
mengetahui, memahami, serta mendalami pengetahuan tentang sikap dan kepribadian yang harus dimiliki oleh guru
professional sehingga dapat menjadi acuan untuk mengaplikasikannya kelak ketika
menjadi seorang guru professional.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmuni Syukir. 2013. Sikap Guru Profesional. Diunduh dari http://asmunisyukir.wordpress.com/2013/01/17//sikapguruprofesional_mediaasmunisyukir.html pada tanggal 9 April
2013.
Djam’an Satori. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.
H.M. Surya, dkk. 2005. Kapita
selekta kependidikan SD. Jakarta: Universitas terbuka.
Sari.2012. Tujuh Kesalahan yang Sering Dilakukan Guru
dalam Pembelajaran.Diunduh dari http://ikhlasberamalmanrejosari.wordpress.com/2012/12
/19/7-tujuh-kesalahan-yang-sering-dilakukan-guru-dalam-pembelajaran/html pada tanggal 10 April 2013.
Sucipto dan
Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta:
Rineka Cipta.
izin copas gan
BalasHapusGuru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. terima kasih mas admin, dalam setiap peserta anak didik memang berbeda, kami para guru les privat ke rumah di depok selalu memperhatikan bakat maupun karakteristik pada peserta didik kami
BalasHapusTerimakasih.. bermanfaat sekali :)
BalasHapus