RANGKUMAN
MODEL PENELITIAN “GROUNDED THEORY”
Makalah
Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Manajemen Berbasis Sekolah
Dosen Pengampu : Dr.
Rokhmaniyah, M.Pd.
Disusun oleh:
1.
Nani
Wahyuni (K7110546)
2.
Puguh
Gita J. (K7110)
3.
Swara Alam Syah (K7110566)
4.
Titin
Wijayanti (K7110570)
5.
Yelli
Fiolyta (K71105...)
Kelompok 5 kelas VI B
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
MODEL PENELITIAN GROUNDED THEORY
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penelitian kualitatif adalah jenis
penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh
dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan
masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif
adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk
menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala
merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.
Didalam penelitian kualitatif ada beberapa
model penelitian yang digunakan. Salah satunya model penelitian Grounded Theory dan kami akan membahas lebih mendalam tentang
model penelitian Grounded Theory.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian model
penelitian Grounded Theory?
2.
Apa saja karakteristik model penelitian Grounded Theory?
3.
Apa saja
prinsip model penelitian Grounded Theory?
4.
Bagaimana anal
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Model Penelitian Grounded Theory
Model
penelitian Grounded Theory
adalah metode penelitian kualitatif yang menggunakan sejumlah
prosedur sistematis guna mengembangkan teori dari kancah. Pendekatan ini pertama kali disusun oleh dua
orang sosiolog yaitu Barney
Glaser dan Anselm Strauss. Mereka
telah menulis 4 (empat) buah buku, yaitu; "The Discovery of Grounded Theory" (1967), Theoritical Sensitivity (1978), Qualitative
Analysis for Social Scientists (1987), dan Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and
Techniques (1990). Menurut kedua ilmuwan ini pendekatan Grounded Theory merupakan metode ilmiah,
karena prosedur kerjanya yang dirancang secara cermat sehingga memenuhi kriteria
metode ilmiah. Kriteria yang dimaksud
adalah adanya signikansi, kesesuaian antara teori dan observasi, dapat
digeneralisasikan, dapat diteliti ulang, adanya ketepatan dan ketelitian, serta
bisa dibuktikan. Ajaran utama model Grounded Theory bahwa teori harus muncul dari data atau
dengan kata lain teori harus berasal (grounded)
dalam data.
Sesuai
dengan nama yang disandangnya, tujuan dari Grounded
Theory Approach adalah
teoritisasi data. Teoritisasi adalah sebuah metode penyusunan teori yang berorientasi
tindakan/ interaksi, karena itu cocok
digunakan untuk penelitian terhadap perilaku. Penelitian ini tidak bertolak
dari suatu teori atau untuk menguji teori (seperti paradigma penelitian
kuantitatif), melainkan bertolak dari data menuju suatu teori. Oleh karena itu yang diperlukan
dalam proses menuju teori tersebut
adalah prosedur yang terencana dan teratur (sistematis). Selanjutnya, metode
analisis yang ditawarkan Grounded Theory
Approach adalah teoritisasi data (Grounded
Theory).
Pada
dasarnya Grounded Theory dapat
diterapkan pada berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, meskipun demikian seorang
peneliti tidak perlu ahli dalam bidang ilmu yang sedang ditelitinya. Hal yang
lebih penting adalah bahwa dari awal peneliti telah memiliki pengetahuan dasar
dalam bidang ilmu yang ditelitinya, supaya ia paham jenis dan format data yang
dikumpulkannya.
Penelitian
Grounded Theory adalah tehnik
penelitian induktif. Model
penelitian ini bermaslahat dalam menemukan problem-problem yang muncul dalam
situasi kebidanan dan aplikasi proses-proses pribadi untuk menanganinya.
Metodologi teori ini menekankan observasi dan mengembangkan basis praktik
hubungan intuitif antara variable. Proses penelitian ini melibatkan formulasi,
pengujian, dan pengembangan ulang proposisi selama penyusunan teori.
Model Grounded Theory memungkinkan peneliti melakukan riset
prosessual, yaitu riset yang berfokus pada “rangkaian peristiwa, tindakan, dan
aktivitas individual maupun kolektif yang berkembang dari waktu ke waktu dalam
konteks tertentu.
Grounded Theory berguna dalam situasi˗situasi ketika sedikit
sekali yang diketahui tentang topic atau fenomena tertentu, atau ketika
diperlukan pendekatan baru untu latar˗latar yang sudah dikenal. Pada umumnya,
tujuan Grounded Theory adalah membangun teori baru, walaupun sering
juga digunakan untuk memperluas atau memodifikasi teori yang telah ada.
Pelaksanaan penelitian Grounded Theory bertolak belakang dengan layaknya penelitian
pada umumnya kalau penelitian umumnya diawali dengan desain tertentu, namun Grounded Theory tidak demikian. Peneliti langsung ke
lapangan, semuanya dilaksanakan di lapangan. Rumusan masalah ditemukan di
lapangan, hipotesis asenantiasa jatuuh bangun ditempa data. Data merupakan
sumber teori, teori berdasarkan data sehingga teori juga lahir dan berkembang
di lapangan.
B.
Karakteristik Model Penelitian Grounded Theory
Ciri-ciri grounded theory (dalam
http://warungbelajarbebas.blogspot.
com/2012/05/grounded-theory.html)
sebagaimana penjelasan
Strauss dan Corbin adalah sebagai
berikut:
1.
Grounded theory
dibangun dari data tentang suatu fenomena, bukan suatu hasil pengembangan teori
yang sudah ada.
2.
Penyusunan teori tersebut dilakukan dengan analisis data
secara induktif bukan secara deduktif seperti analisis data yang dilakukan pada
penelitian kuantitatif.
3.
Agar penyusunan teori menghasilkan teori yang benar, harus
dipenuhi 4 (empat) kriteria yaitu:
a. cocok (fit), yaitu apabila
teori yang dihasikan cocok dengan kenyataan sehari-hari sesuai bidang yang
diteliti.
b. dipahami (understanding),
yaitu apabila teori yang dihasilkan menggambarkan realitas (kenyataan) dan
bersifat komprehensif, sehingga dapat dipahami oleh individu-individu yang
diteliti maupun oleh peneliti.
c. berlaku umum (generality),
yaitu apabila teori yang dihasilkan meliputi berbagai bidang yang bervariasi
sehingga dapat diterapkan pada fenomena dalam konteks yang bermacam-macam.
d. pengawasan (controll), yaitu
apabila teori yang dihasilkan mengandung hipotesis-hipotesis yang dapat
digunakan dalam kegiatan membimbing secara sistematik untuk mengambil data
aktual yang hanya berhubungan dengan fenomena terkait.
Dalam teori ini
juga diperlukan
dimilikinya kepekaan teoretik (theoretical sensitivity) dari si
peneliti. Kepekaan teori adalah kualitas pribadi si peneliti yang memiliki pengetahuan
yang mendalam sesuai bidang yang diteliti, mempunyai pengalaman penelitian
dalam bidang yang relevan. Dengan pengetahuan dan pengalamannya tersebut si
peneliti akan mampu memberi makna terhadap data dari suatu fenomena atau
kejadian dan peristiwa yang dilihat dan didengar selama pengumpulan data.
Selanjutnya si peneliti mampu menyusun kerangka teori berdasarkan hasil
analisis induktif yang telah dilakukan. Setelah dibandingkan dengan teori-teori
lain dapat disusun teori baru.
4.
Kemampuan peneliti untuk memberi makna terhadap data sangat
diperngaruhi oleh kedalaman pengetahuan teoretik, pengalaman dan penelitian
dari bidang yang relevan dan banyaknya literatur yang dibaca. Hal-hal tersebut
menyebabkan si peneliti memiliki informasi yang kaya dan peka atau sensitif
terhadap kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam fenomena yang
diteliti.
C.
Prinsip-
prinsip Penelitian Grounded Theory
Prinsip-prinsip grounded
theory dalam http://warungbelajarbebas.blogspot.
com/2012/05/grounded-theory.html
dikatakan sebagai metode ilmiah meliputi sebagai berikut:
1.
Perumusan
Masalah
Pemilihan dan perumusan masalah merupakan pusat terpenting dari suatu
penelitian ilmiah. Dengan memasukkan semua batasan dalam perumusan masalah,
masalah tersebut memungkinkan peneliti untuk mengarahkan penyelidikan secara
efektif dengan menunjukkan jalan ke pemecahan itu sendiri. Dalam pengertian
nyata, masalah adalah separuh dari pemecahan.
2.
Deteksi
Fenomena
Fenomena stabil secara relatif, ciri umum yang muncul dari dunia yang kita
lihat untuk dijelaskan. Yang lebih menarik, keteraturan penting yang dapat
dibedakan ini kadang-kadang disebut “efek”. Fenomena meliputi suatu cakupan
ontologis yang bervariasi yang meliputi objek, keadaan, proses dan peristiwa, serta
ciri-ciri lain yang sulit digolongkan.
3.
Penurunan
Teori (theory Generation)
Menurut Gleser dan Strauss, grounded theory dikatakan muncul secara
induktif dari sumber data sesuai dengan metode “constant comparison” atau
perbandingan tetap. Sebagai suatu metode penemuan, metode perbandingan tetap
merupakan campuran pengodean sistematis, analisis data, dan prosedur sampling
teoritis yang memungkinkan peneliti membuat penafsiran pengertian dari sebagian
besar pola yang berbeda dalam data dengan pengembangan ide-ide teoritis pada
level abstraksi yang lebih tinggi, daripada deskripsi data awal.
4.
Pengembangan
Teori
Gleser dan Strauss memegang suatu perspektif dinamis pada konstruksi teori.
Ini jelas dari klaim mereka bahwa strategi analisis komparatif untuk pnurunan
teori meletakkan suatu tekanan yang kuat pada teori sebagai proses; yaitu,
teori sebagai satu kesatuan yang pernah berkembang, bukan sebagai suatu produk
yang sempurna.
5.
Penilaian teori (Theory
Appraisal)
Gleser dan Strauss menjelaskan bahwa ada yang lebih pada penilaian teori
daripada pengujian untuk kecukupan empiris. Kejelasan, konsistensi, sifat
hemat, kepadatan, ruang lingkup, pengintegrasian, cocok untuk data, kemampuan
menjelaskan, bersifat prediksi, harga heuristik, dan aplikasi semua itu disinggung
sebagai kriteria penilaian yang bersangkutan.
6.
Grounded theory yang
direkonstruksi.
Sama halnya
konstruksi suatu makalah yang merupakan kelengkapan suatu penelitian
dibandingkan perhitungan naratif penelitian tersebut, maka rekonstruksi
filosofis metode merupakan konstruksi yang menguntungkan.
Prinsip˗prinsip utama dari model penelitian
Grounded Theory menurut Charmaz (2006) yang dikuti oleh Pickard (Pickard,
2007: 157) dalam adalah:
1.
Pertanyaan
penelitian
2.
Pengumpulan dan
analisa datasecra terus menerus
3.
Melakukan proses
sampling hingga membangun teori
4.
Membangun kategori
data dari data empiris
5.
Mengembangkan teori
pada setiap langkah pengumpulan dan analisa data
6.
Melakukan “memo writing” sebagai cara untuk
meningkatkan teori
D.
Langkah-
langkah Penelitian Grounded Theory
Kategori inti yang diidentifikasi kemudian dikembangkan
dan dirumuskan menjadi teori. Selama melakukan
penelitian, peneliti membuat catatan-catatan (memo) untuk mengelaborasi ide-ide yang berhubungan dengan data
dan kategori-kategori yang dikodekan.
1.
Langkah Teoretisasi
Penelitian Grounded
Karena
tujuan akhir penelitian Grounded ialah untuk menghasilkan teori
berdasarkan data, maka terdapat tiga langkah penting untuk menghasilkan teori
tersebut, yaitu:
a. Konseptualisasi
adalah langkah memahami data secara jeli untuk melahirkan konsep. Caranya,
semua data dibaca dengan cermat untuk diperoleh kata-kata kunci. Dari kata-kata
kunci akan diperoleh label secara konseptual. Misalnya, konsep tentang
“kepemimpinan”, “etos kerja”, “idealisme”, “reward and punishment” dan
sebagainya.
b. Kategorisasi
konsep. Jika konsep berangkat dari pelabelan data dari kata-kata kunci, maka
kategorisasi adalah tahap mengumpulkan konsep-konsep secara lebih abstrak.
Langkah untuk memperoleh kategori adalah dengan cara mencari perbedaan dan
persamaan masing-masing konsep. Data dengan ciri-ciri yang sama dikelompokkan
ke dalam satu kelompok kategori. Yang berbeda untuk sementara disingkirkan
sambil mencari jika ada data yang memiliki ciri-ciri yang sama lagi dalam pembacaan
data lebih lanjut.
c. Melahirkan
proposisi. Proposisi adalah pernyataan yang mengandung hubungan antara dua atau
beberapa hal yang dapat dinilai atau benar atas sesuatu yang relevan dengan
keadaan di lapangan. Penyusunan konsep, kategori, dan proposisi merupakan suatu
keharusan untuk menghasilkan teori, sebagai tujuan akhir dari grounded
research.
2.
Pengumpulan data dan penyampelan teoritik
Pada dasarnya instrumen pengumpul
data penelitian Grounded Theory adalah peneliti sendiri. Dalam proses kerja
pengumpulan data itu, ada 2 (dua) metode utama yang dapat digunakan secara
simultan, yaitu observasi dan wawancara mendalam (depth interview). Metode
observasi dan wawancara dalam Grounded Theory tidak berbeda dengan observasi
dan wawncara pada jenis penelitian kualitatif lainnya.
Hal yang spesifik yang membedakan
pengumpulan data pada penelitian Grounded Theory dari pendekatan kualitatif
lainnya adalah pada pemilihan fenomena yang dikumpulkan. Paling tidak, pada
Grounded Theory sangat ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang
berlangsung (life history) untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk
menangkap hal-hal yang bersifat kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory
selalu mempertanyakan “mengapa suatu kondisi terjadi?”, “apa konsekwensi yang
timbul dari suatu tindakan/reaksi?”, dan “seperti apa tahap-tahap kondisi,
tindakan/reaksi, dan konsekwensi itu berlangsung”?.
Sampel dalam Grounded Theory masalah
sampel penelitian tidak didasarkan pada jumlah populasi, melainkan pada
keterwakilan konsep dalam beragam bentuknya. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan cara penyampelan teoritik. Penyampelan teoritik adalah
pengambilan sampel berdasarkan konsep-konsep yang terbukti berhubungan secara
teoritik dengan teori yang sedang disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel
peristiwa/fenomena yang menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara
langsung menjawab masalah penelitian. Sebagai contoh, jika peneliti sedang
meneliti “warna kuning” yang di dimensinya terdiri atas “intensitas corak” dan
“kecerahan”, maka peneliti memutuskan untuk mendalami “intensitas corak” saja
(tidak lagi membahas tentang ‘kecerahan”), berarti ia sudah melakukan
penyampelan. Penegasan ini memberi makna, bahwa pada dasarnya yang di sampel
itu bukan obyek formal penelitian (orang atau benda-benda), melainkan obyek
material yang berupa fenomena-fenomena yang sudah dikonsepkan. Namun demikian,
karena fenomena itu melekat dengan subyek (orang atau benda), maka dengan
sendirinya obyek formal juga ikut di sampel dalam peroses pengumpulan atau
penggalian fenomena.
Berkenaan dengan proposisi terakhir,
pada hakikatnya fenomena yang telah terpilih itulah yang dicari atau digali
oleh peneliti ketika proses pengumpulan data. Karena fenomena itu melekat
dengan subyek yang diteliti, maka jumlah subyek pun terus bertambah sampai
tidak ditemukan lagi informasi baru yang diungkap oleh beberapa subyek yang
terakhir. Itulah sebabnya, penentuan sampel subyek dalam penelitian Grounded
Theory, seperti halnya penelitian kualitatif pada umumnya, tidak dapat
direncanakan dari awal. Subyek-subyek yang diteliti secara berproses ditentukan
di lapangan, kaetika pengumpulan data berlangsung. Cara penyampelan inilah yang
disebut dalam penelitian kualitatif sebagai snow bowl sampling.
Sesuai dengan tahap pengkodean dan
analisis data, penyampelan dalam Grounded Theory diarahkan dengan logika dan
tujuan dari tiga jenis dasar prosedur pengkodean. Ada tiga pola penyampelan
teoritik, yang sekaligus menandai tiga tahapan kegiatan pengumpulan data; (a)
penyampelan terbuka, (b) penyampelan relasional dan variasional, serta (c)
penyampelan pembeda. Penyampelan ini bersifat kumulatif (di mana penyampelan
terdahulu menjadi dasar bagi penyampelan berikutnya) dan semakin mengerucut
sejalan dengan tingkat kedalaman fokus penelitian. Keterangan yang berkenaan
dengan tiga pola penyampelan ini dapat diringkas sebagai berikut:
a. Penyampelan Terbuka
Penyampelan ini bertujuan untuk
menemukan data sebanyak mungkin sepanjang berkenaan dengan rumusan masalah yang
dibuat pada awal penelitian. Karena pada tahap awal itu peneliti belum yakin
tentang konsep mana yang relevan secara teoritik, maka obyek pengamatan dan
orang-orang yang diwawncarai juga masih belum dibatasi. Data yang terkumpul
dari kegiatan pengumpulan data awal inilah kemudian dianalisis dengan
pengkodean terbuka.
b. Penyampelan Relasional dan
Variasional
Sebagaimana diutarakan di atas,
tujuan pengkodean terporos adalah menghubungkan secara lebih khusus
kategori-kategori dengan sub-subkategorinya. Untuk maksud ini perlu dilakukan
penyampelan yang berfokus pada pengungkapan dan pembuktian hubungan-hubungan
tersebut. Kegiatan itu dinamakan penyampelan relasional dan variasional. Pada
penyampelan relasional dan variasional diupayakan untuk menemukan sebanyak
mungkin perbedaan tingkat ukuran di dalam data. Hal pokok yang perlu pada
penemuan perbedaan tingkat ukuran tersebut adalah proses dan variasi. Jadi,
inti utama penyampelan di sini adalah memilih subyek, lokasi, atau dokumen yang
memaksimalkan peluang untuk memperoleh data yang berkaitan dengan variasi
ukuran kategori dan data yang bertalian dengan perubahan.
c. Penyampelan Pembeda
Penyampelan pembeda berkaitan dengan
kegiatan pengkodean terpilih. Karena itu tujuan penyampelan pembeda di sini
adalah penetapan subyek yang diduga dapat memberi peluang bagi peneliti untuk
membuktikan atau menguji hubungan antarkategori.
Kegiatan pengumpulan data dalam
penelitian Grounded Theory berlangsung secara bertahap dan dalam rentang waktu
yang relatif lama. Proses pengambilan sampel juga berlangsung secara terus
menerus ketika kegiatan pengumpulan data. Jumlah sampel bisa terus bertambah
sejalan dengan pertambahan jumlah data yang dibutuhkan. Ketentuan umum dalam
Grounded Theory adalah melakukan penyampelan hingga pemenuhan teoritik bagi
setiap kategori tercapai. Maksudnya, penyampelan dihentikan apabila; (a) tidak
ada lagi data baru yang relevan, (b) penyusunan kategorinya telah terpenuhi;
dan (c) hubungan antarkategori sudah ditetapkan dan dibuktikan.
Dari keterangan tentang prinsip
penyampelan di atas, pengambilan kesimpulan dalam penelitian Grounded Theory tidak didasarkan pada
generalisasi, melainkan pada spesifikasi. Bertolak dari pola penalaran ini,
penelitian Grounded Theory bermaksud
untuk membuat spesifikasi-spesifikasi terhadap:
1)
Kondisi yang menjadi sebab munculnya fenomena,
2)
Tindakan/interaksi yang merupakan respon terhadap kondisi
itu,
3)
Konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari tindakan/interaksi
itu.
Jadi, rumusan teoritik sebagai hasil
akhir yang ditemukan dari jenis penelitian ini tidak menjustfikasi
keberlakuannya untuk semua populasi, seperti dalam penelitian kuantitatif,
melainkan hanya untuk situasi atau kondisi tersebut.
3.
Analisis Data
Pada
esensinya kegiatan pengumpulan dan analisis data dalam Grounded Theory adalah proses yang saling berkaitan erat, dan harus
dilakukan secara bergantian (siklus). Karena itu kegiatan analisis yang
dibicarakan pada bagian berikut telah dikerjakan pada saat pengumpulan data
sedang berlangsung. Kegiatan analisis dalam penelitian ini dilakukan dalam
bentuk pengkodean (coding). Pengkodean merupakan proses penguraian data,
pengonsepan, dan penyusunan kembali dengan cara baru. Tujuan pengkodean dalam
penelitian Grounded Theory adalah
untuk menyusun teori, memberikan ketepatan proses penelitian, membantu peneliti
mengatasi bias dan asumsi yang keliru, dan memberikan landasan, memberikan
kepadatan makna, dan mengembangkan kepekaan untuk menghasilkan teori.
Terdapat
dua prosedur analisis yang merupakan dasar bagi proses pengkodean, yaitu:
pembuatan perbandingan secara terus-menerus (the constant comparative methode of analysis) dan pengajuan
pertanyaan. Dalam konteks penelitian Grounded
Theory, hal-hal yang diperbandingkan itu cukup beragam, yang intinya berada
pada sekitar relevansi fenomena atau data yang ditemukan dengan permasalahan
pokok penelitian dan posisi dari setiap fenomena dilihat dari sifat-sifat atau
ukurannya dalam suatu tingkatan garis kontinum. Analisis data dilakukan dalam
tiga tahap antara lain pengodean terbuka, pengodean poros, dan pengodean
selektif
a. Pengkodean Terbuka (Open Coding)
1) Pelabelan fenomena (konseptualisasi
data)
Pelabelan fenomena merupakan langkah
awal dalam analisis. Yang dimaksud dengan pelabelan fenomena adalah pemberian
nama terhadap benda, kejadian atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan
dan atau wawancara. Pada hakikatnya, pelabelan itu merupakan suatu pembuatan
nama dari setiap fenomena dengan konsep-konsep tertentu. Jadi pelabelan
fenomena itu tidak lain adalah satu kegiatan konseptualisasi data.
Cara untuk melakukan pelabelan ini
ialah dengan membandingkan insiden-insiden, sampai dapat diberikan nama yang
sama untuk fenomena-fenomena yang serupa. Cara ini tidak sekedar meringkas
hasil pengamatan atau wawancara dengan kata-kata kunci sebagai ganti dari
sebuah deskripsi yang panjang, melainkan memberikan konsep baru terhadap
fenomena (atau kegiatan konseptualisasi). Sebagai contoh, jika peneliti melihat
sekelompok orang duduk melingkar mengelilingi sebuah meja besar, di mana
masing-masing menyampaikan pendapat secara bergantian di bawah koordinasi
seorang yang mengatur lalu-lintas pembicaraan, maka fenomena yang berlangsung
dalam waktu yang lama ini dapat diberi label dengan diskusi atau rapat.
2) Penemuan dan penamaan kategori
(kategorisasi konsep)
Pada hakikatnya, setiap fenomena
yang sudah diberi label adalah unit-unit data yang masih berserakan. Kapasitas
intelektual manusia tidak cukup kuat untuk sekaligus memproses dan menganalisis
informasi yang jumlahnya besar seperti itu. Untuk menyederhanakan data tersebut
perlu dipisahkan ke dalam beberapa kelompok. Penyederhanaan data itu pada
umumnya dilakukan dengan cara mereduksi data sehingga menjadi lebih ringkas dan
padat, kemudian membagi-baginya ke dalam kelompok-kelompok tertentu
(kategorisasi) sesuai sifat dan substansinya. Proses kategorisasi ini pada
dasarnya tergantung pada tujuan penelitian yang sudah ditetapkan pada rancangan
penelitian.
Jika dalam pelabelan fenomena dilakukan proses
konseptualisasi, maka dalam pemberian nama kategori dilakukan proses abstraksi.
Kegiatan ini berkaitan dengan logika induktif, di mana sejumlah unit data yang
sama atau memiliki keserupaan dikelompokkan dalam satu kategori kemudian diberi
nama yang lebih abstrak. Kambing, lembu, dan kerbau, misalnya, adalah
konsep-konsep yang memiliki keserupaan dan dapat dikelompokkan jadi satu
kategori dengan nama binatang menyusui (mamalia). Contoh lain, jika anda
melihat anak-anak sedang bermain, lalu ada yang “merebut” mainan,
“menyembunyikan mainan”, “menjauhi teman”, “menangis”, maka semua konsep
perilaku itu dapat dijadikan satu kategori, yaitu sebagai “strategi untuk
menghindari pinjaman atas mainan miliknya”. Intinya adalah memadukan
konsep-konsep –yang menurut tujuan penelitian anda memiliki keserupaan—menjadi
satu kategori dan kemudian memberi label (nama) yang lebih abstrak yang
mencakup semua konsep tersebut.
Dalam pemberian nama kategori ini,
adakalanya peneliti membuat sendiri nama yang sesuai dengan kelompok unit data,
tetapi adakalanya meminjam istilah yang sudah dibuat oleh peneliti atau ahli
lainnya. Kedua-duanya tetap dibenarkan dalam Grounded Theory. Namun demikian, cara pemberian nama yang paling
dianjurkan, adalah dengan menggunakan istilah yang dipakai oleh subyek yang
diteliti, karena cara inilah yang disarankan sesuai dengan pendekatan emic yang
menjadi ciri dari setiap penelitian kualitatif.
3) Penyusunan Kategori
Dasar untuk penyusunan kategori
adalah sifat dan ukurannya. Yang dimaksud dengan sifat di sini adalah
karakteristik atau atribut suatu kategori (yang berfungsi sebagai ranah ukuran,
dimensional range), sedangkan ukuran adalah posisi dari sifat dalam suatu kontinium.
Lambang-lambang Partai Golkar dalam suatu kampanye, misalnya, berupa kaos,
jaket, topi, bendera, spanduk, umbul-umbul, dan sebagainya, semua dikategorikan
dengan “warna kuning”. “Warna kuning” (kategori) dari lambang-lambang yang
tampak itu sesungguhnya tidak persis sama, di sana ada perbedaan baik dari segi
intensitas coraknya, maupun kecerahannya. Intensitas corak dan kecerahan itulah
sifat dari “warna kuning” tersebut. Masing-masing sifat itu memiliki dimensi
yang dapat diukur. Setiap dimensinya dapat ditempatkan pada posisi tertentu
dalam garis kontinium. Intensitas corak warna itu, misalnya, dapat diberi
ukuran mulai dari yang “kuning tebal” (orange) sampai pada “kuning tipis”
(keputih-putihan). Demikian seterusnya, setiap kategori data bisa ditempatkan
di mana saja di sepanjang kontinua dimensional secara bervariasi. Akibatnya,
setiap kategori memiiki profil dimensional yang terpisah. Beberapa profil itu
dapat dikelompokkan sehingga membentuk suatu pola. Profil dimensional ini
menggambarkan sifat khusus dari suatu fenomena dalam kondisi-kondisi yang ada.
Hal penting yang perlu dipahami
adalah penentuan sifat umum dari suatu fenomena atau kategori. Sifat umum dari
setiap kategori fenomena tentu tidak sama. Sifat umum dari warna, adalah intensisitas
corak dan kecerahan, sedangkan sifat umum dari perilaku adalah frekuensi,
intensitas, durasi, dan seterusnya.
b. Pengkodean Terporos (Axial Coding)
Pengkodean terporos adalah
seperangkat prosedur penempatan data kembali dengan cara-cara baru dengan
membuat kaitan antarkategori. Pengkodean ini diawali dari penentuan jenis
kategori kemudian dilanjutkan dengan penemuan hubungan antar kategori atau
antarsubkategori. Dalam Grounded Theory,
setiap kategori harus dikelompokkan ke dalam satu jenis kategori berikut yaitu
kondisi kausal, konteks, kondisi pengaruh, strategi aksi/interaksi, dan
konsekuensi. Sistem pengelompokan kategori ini disebut dengan model paradigma Grounded Theory. Tugas peneliti pada
tahap ini adalah memberi kode terhadap setiap kategori data, dengan mengajukan
pertanyaan, “termasuk jenis kategori apa data ini”? Model paradigma inilah yang
menjadi dasar untuk menemukan hubungan antar kategori atau antarsubkategori.
Kegiatan selanjutnya adalah
menghubungkan subkategori dengan kategorinya. Sifat pertanyaan yang diajukan
dalam pengkodean terporos mengarah pada suatu jenis hubungan. Alternatif
hubungan-hubungan itu adalah; hubungan antara kondisi kausal dengan strategi
aksi/interaksi, hubungan antara konteks dengan strategi aksi/interaksi, hubungan
antara kondisi pengaruh dengan strategi aksi/interaksi, hubungan antara
strategi aksi/interaksi dengan konsekuensi. Pola hubungan yang perlu ditemukan
itu tidak terhenti pada hubungan antara dua kategori, melainkan harus dapat
mengungkap hubungan antara semua jenis kategori, yang dapat digambarkan ke
dalam skema berikut:
c. Pengkodean Terpilih (Selective Coding)
Mengingat masalah penelitian dalam Grounded Theory masih bersifat umum,
mungkin sekali peneliti menemukan sejumlah besar data dengan kategori dan
hubungan antarkategori/subkategori yang banyak dan bervariasi. Kenyataan ini
tentu dapat membingungkan, karena datanya masih belum terfokus pada titik
tertentu. Untuk menyederhanakannya perlu dilakukan proses penggabungan dan atau
seleksi secara sistematis.
Langkah pertama yang dapat dilakukan
untuk menyederhanakan data adalah dengan menggabungkan semua kategori, sehingga
menghasilkan tema khusus. Penggabungan tidaklah banyak berbeda dengan
pengkodean terporos, kecuali tingkat abstraksnya. Konsep-konsep yang digunakan
dalam penggabungan lebih abstrak dari konsep pengkodean terporos. Cara ini
merupakan tugas peneliti yang paling sulit. Kepekaan teoritik dari peneliti
amat penting di sini. Inti dari proses penggabungan itu adalah, bagaimana
peneliti dapat menemukan spirit teoritis dari semua kategori. Spirit teoritis
itu mungkin saja tidak tampak secara eksplisit, tetapi tertangkap oleh pikiran
peneliti. Ada beberapa tahapan kerja yang disarankan dalam proses pengkodean
terpilih ini; Mereproduksi kembali alur cerita atau susunan data ke dalam
pikiran. Mengidentifikasi data dengan menulis beberapa kalimat pendek yang
berisi inti cerita atau data. Pertanyaan yang perlu diajukan peneliti terhadap
dirinya sendiri, adalah “apakah yang tampak menonjol dari wilayah penelitian
ini?”, atau “apa masalah utamanya”.
Menyimpulkan dan memberi kode
terhadap satu atau dua kalimat sebagai kategori inti. Keriteria kategori inti
yang disimpulkan itu ialah bahwa ia merupakan inti masalah yang dapat mencakup
semua fenomena/data. Kategori inti harus cukup luas agar mencakup dan berkaitan
dengan kategori lain. Kategori inti ini dapat diibaratkan sebagai matahari yang
berhubungan secara sistematis dengan planet-planet lain. Lalu kategori inti
tersebut diberi nama (konseptualisasi). Menentukan pilihan kategori inti. Jika
ternyata pada tahap “c” ada dua atau tiga kategori inti, maka mau tak mau harus
dipilih satu saja. Kategori inti lainnya dijadikan sebagai kategori tambahan
yang tidak menjadi inti pembahasan dalam penelitian ini.
Pada tahap penggabungan dan atau
pemilihan ini, peneliti sebenarnya telah sampai pada penemuan tema pokok
penelitian. Pada umumnya metode kualitatif menganggap penelitian telah selesai
pada penemuan tema ini. Lain hal dalam Grounded
Theory, tema utama (yang sudah ditemukan) dipandang sebagai dasar untuk
merumuskan masalah utama dan hipotesis penelitian. Karena itu, peneliti perlu
merumuskan masalah pokok dan hipotesis penelitiannya. Berdasarkan masalah dan
hipotesis itu, peneliti harus kembali lagi ke lapangan untuk mengabsahkan atau
membutikannya. Hasil pembuktian itulah yang menjadi temuan penelitian, yang
disebut sebagai teori.
4.
Analisis Proses
Menganalisis proses merupakan bagian
penting dalam Grounded Theory. Yang
dimaksud dengan analisis proses adalah pengaitan urutan tindakan/interaksi.
Kegiatan analisis ini terdiri dari
penelusuran terhadap; (a) perubahan kondisi, (b) respon (strategi
aksi/interaksi) terhadap perubahan; (c) konsekuensi yang timbul dari respon,
dan (d) penjabaran posisi konsekwensi sebagai bagian dari kondisi.
Pada penelitian Grounded Theory, analisis proses bukan merupakan bagian dari
tahapan kegiatan, tetapi sebagai cara untuk mempertajam analisis dalam
pengkodean (khusus pada pengkodean terporos dan pengkodean terpilih). Hasil
analisis proses itu juga perlu ditunjukkan dalam penulisan laporan penelitian.
Maksud analisis proses ini adalah sebagai cara untuk menghidupkan data melalui
penggambaran dan pengaitan tindakan/interaksi untuk mengetahui urutan dan atau
rangkaian data. Dalam pengaitan itu tidak hanya untuk mengenali urutan waktu
atau kronologi suatu peristiwa, melainkan yang lebih penting adalah untuk
menemukan keterkaitan antara stimulus, respon, dan akibat. Kondisi, respon, dan
konsekwensi harus dilihat sebagai tiga hal yang terus bergerak secara dinamis
dan berputar mengikuti garis lingkaran. Dalam prakteknya, proses dapat dilihat
sebagai pergerakan progresif dan dapat pula dilihat sebagai pergerakan
nonprogresif. Kedua perspektif proses ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Proses sebagai pergerakan progresif.
Jika proses dilihat sebagai
pergerakan progresif, maka peneliti dapat mengkonsepkan data sebagai
langkah-langkah, fase-fase, atau tahapan. Cara ini cukup baik untuk penelitian
yang membahas tentang perkembangan, sosialisasi, transformasi mobilitas sosial,
imigrasi, dan peristiwa sejarah. Hal penting yang perlu diingat di sini ialah
bahwa kesemua unsur paradigma Grounded Theory harus berperan dalam menjelaskan
rentang waktu dan variasinya, di mana keterkaitan atau hubungan-hubungan antar
unsur tetap dapat dieksplisitkan.
b. Proses sebagai pergerakan
nonprogresif
Bagaimanapun tidak semua fenomena
terjadi secara kronologis, karena tidak jarang pula ditemukan fenomena yang
tidak dapat dinyatakan sebagai langkah-langkah dan fase-fase progresif yang
runtut. Untuk fenomena seperti ini, peneliti dianjurkan untuk menganalisis
penggantian atau perubahan tindakan/interaksi yang terencana sebagai tanggapan
atas perubahan kondisi.
Cara
untuk menghasilkan teori dengan Grounded
Theory terdiri dari lima fase yang harus dii kuti yaitu: desain penelitian,
pengumpulan data, penyusunan data, analisis data, dan pembanding dengan
literature. Dari lima fase tersebut, ada 9 langkah yang harus diikuti,
meliputi:
1.
Tinjauan ulang
literatur teknisi
2.
Memilih kasus
3.
Membuat protocol
pengumpulan data yang kuat
4.
Masuk ke lapangan
5.
Penyusunan data
6.
Percontohan
teoritis
7.
Mencapai akhir
penelitian
8.
Pembanding teori
yang muncul dengan literature yang telah ada
E.
Kelemahan dan Kelebihan Grounded Theory
Kelemahan
penggunaan model Grounded Theory terlalu
memakan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan adanya metodologi yang
mengharuskan para peneliti untuk bersikap sangat teliti dan rajin. Proses Grounded Theory selama ini dituduh
klewat kompleks dan membingungkan. Banyak orang yang kesulitan mempraktikannya,
kecuali dalam kondisi yang longgar, tidak kakuk, dan tidak terlalu
dispesifikasi.
Kualiatas
Grounded Theory sama seperti pada
penelitian lain, selain ditentukan validitas, reliabilitas, dan kredibilitas
dari data. Selain itu, juga ditentukan oleh proses penelitian di mana teori
menghasilkan serta berbalasan empiris dari temuan atau teori yang dihasilkan.
Hal yang spesifik yang membedakan pengumpulan data pada penelitian Grounded Theory dari pendekatan
kualitatif lainnya adalah pada penelitian fenomena yang dikumpulkan. Paling
tidak. Pada Grounded Theory sangat
ditekankan untuk menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life history) untuk melihat prosesnya serta ditunjukan untuk
menangkap hal˗hal yang bersifat kausalitas (perihal sebab akibat).
1.
Fokus penelitian
diarahkan pada proses yang berhubungan dengan sebuah topik substantif.
2.
Penjaringan data
(yang dilakukan secara stimulan dengan analisis data) dilakukan dengan menggunakan penyampelan teoritis.
3.
Analisis data dilakukan
dalam tiga tahap, yaitu pengodean terbuka, pengodean poros, dan pengodean
selektif. Sambil melaksanakan perbandingan
konstan dan membuat pertanyaan tentang data-data yang diperoleh.
4.
Sewaktu menganalisis
data untuk memunculkan kategori-kategori,
sebuah kategori inti diidentifikasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Grounded
Theory adalah satu jenis metode
penelitian kulitatif yang menggunakan
sejumlah prosedur sistematis guna mengembangkan teori dari kancah. Penelitian Grounded
Theory adalah tekhnik penelitian induktif.
Pendekatan penelitian ini bermaslahat dalam menemukan problem-problem yang
muncul dalam situasi kebidanan dan aplikasi proses-proses pribadi untuk
menanganinya.
Prinsip-prinsip grounded
theory dikatakan sebagai metode ilmiah meliputi sebagai berikut:
1.
Perumusan masalah
2.
Deteksi fenomena
3.
Penurunan teori (theory Generation)
4.
Pengembangan teori
5.
Penilaian teori (Theory Appraisal)
6.
Grounded theory yang direkonstruksi.
Karakteristik model penelitian Grounded
Theory yaitu fokus penelitian diarahkan pada
proses yang berhubungan dengan sebuah topik substantif, penjaringan data (yang dilakukan secara stimulan dengan
analisis data) dilakukan dengan menggunakan penyampelan teoritis.
Analisis dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk pengkodean (coding).
Langkah teoretisasi penelitian Grounded adalah konseptualisasi,
kategorisasi konsep, dan melahirkan proporsi.
Kelemahan
penggunaan model Grounded Theory terlalu
memakan waktu yang lama. Banyak orang yang kesulitan mempraktikannya, kecuali
dalam kondisi yang longgar, tidak kakuk, dan tidak terlalu dispesifikasi.
Kelebihan
model Grounded Theory yaitu kualiatas
Grounded Theory sama seperti pada
penelitian lain, dan juga ditentukan oleh proses penelitian di mana teori
menghasilkan serta berbalasan empiris dari temuan atau teori yang dihasilkan. Grounded Theory sangat ditekankan untuk
menggali data perilaku yang sedang berlangsung (life history) untuk melihat
prosesnya serta ditunjukan untuk menangkap hal˗hal yang bersifat kausalitas
(perihal sebab akibat).
B.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, dalam kajian yang
kaitannya dengan model penelitian Grounded dalam mengkaji masalah-masalah
pendidikan. Kritik serta saran konstruktif selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah kami. Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan maupun pemaparan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Burhan Bungin.
2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Muhammad
Saekan. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Kudus : Nora Media
Enterprise
Parlindungan
Pardede. 2009. Penelitian Grounded Theory
diakses melalui http://jojoparlisda.blogspot.com/2009/01/penelitian-grounded-theory.html pada tanggal 15 Mei 2013
Hasan Uddien.
2012. Grounded Theory diakses melalui http://warungbelajarbebas.blogspot.com/2012/05/grounded-theory.html pada tanggal 15 Mei 2013
Nice & Informative Blog !
BalasHapusYou may encounter various issues in QuickBooks that can create an unwanted interruption in your work. If you are searching for genuine QuickBooks Phone Number dial +1-855-756-1077 for instant help.