MAKALAH
KLASIFIKASI
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Mata Kuliah: Pendidikan Inklusif
Dosen Pengampu: Drs. Wahyudi, M.Pd
Disusun oleh:
Kelompok 5
Kelas IV B
1.
Mahmudatul Amani K7110541
2.
Nani Wahyuni K7110546
3.
Rokhimi K7110560
4.
Titis Prihatiningtyas K7110571
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki arti yang lebih luas dibandingkan pengertian
Anak Luar Biasa. ABK adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan
yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini
mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh karena itu memerlukan
pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
Secara
umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu anak
berkebutuhan khusus permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak
berkebutuhan khusus temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan dalam
perkembangan dan belajar karena kondisi dan situasi lingkungan. Anak
berkebutuhan khusus temporer apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat
dan sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen. Secara umum faktor
yang menyebabkan hambatan belajar ada tiga, yaitu (1) faktor lingkungan (2)
faktor internal/ diri sendiri (3) kombinasi diantara keduanya.
Berikut
ini akan dibahas mengenai anak berkebutuhan khusus temporer dan anak
berkebutuhan khusus permanen.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Anak
Berkebutuhan Khusus Temporer
Anak
berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi
karena trauma akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar.
Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini
tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanen. Anak
seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan
yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu
dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak anak-anak yang mempunyai
kebutuhan khusus yang bersifat temporer, dan mereka memerlukan pendidikan yang
disesuaikan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus.
Contoh
lain, anak baru masuk kelas I Sekolah Dasar yang mengalami kehidupan dua bahasa
antara pada saat di rumah dan di sekolah. Hal ini dapat menyebabkan munculnya
kesulitan dalam belajar membaca dalam bahasa Indonesia. Anak seperti ini dapat
dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus sementara (temporer). Oleh
karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan. Apabila hambatan
belajar membaca seperti itu tidak mendapatkan intervensi yang tepat boleh jadi
anak ini akan menjadi anak berkebutuhan khusus permanen. Anak akan sulit
memahami dan membedakan bahasa yang ia pelajari. Ini akan menyebabkan anak
berkesulitan dalam berbahasa dengan sifat permanen.
B.
Anak
Berkebutuhan Khusus Permanen
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat
permanen adalah anak-anak yang
mengalami
hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat
langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi
penglihatan, pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi,
gangguan gerak (motorik), gangguan iteraksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial
dan tingkah laku. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat
permanent sama artinya dengan anak penyandang kecacatan. Anak berkebutuhan
khusus permanen meliputi:
1.
Anak
dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Secara
umum tunanetra dikelompokkan menjadi buta dan kurang lihat. Sebagian ahli
mengelompokkannya menjadi kurang lihat (low
vision), buta (blind), dan buta
total (totally blind). Anak yang
memiliki kerusakan ringan pada penglihatannya (seperti myopia dan hypermetropia
ringan) masih dapat dikoreksi dengan bantuan kacamata dan bisa mengikuti
pendidikan seperti anak lainnya, sehingga tidak dikelompokkan pada tunanetra.
Ketunanetraan
dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 hal, yaitu tingkat ketajaman penglihatan,saat
terjadinya ketunanetraan serta adaptasi pendidikannya.
a. Berdasarkan
Tingkat Ketajaman Penglihatan
1)
Tunanetra dengan ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m
atau 20/70 feet-20/200 feet disebut tunanetra kurang lihat (low vision). Pada taraf ini para
penderita masih mampu melihat dengan bantuan alat khusus.
2)
Tunanetra dengan ketajaman penglihatan
antara 6/60m atau 2/200 feet atau kurang, dikatakan tunanetra berat atau secara
umum dapat dikatakan buta (blind). Kelompok
ini masih dapat diklasifikasikan lagi menjadi tunanetra yang masih dapat
melihat gerakan tangan dan tunanetra yang hanya dapat membedakan terang dan
gelap.
3)
Tunanetra yang memiliki visus 0. Pada
taraf yang terakhir ini, anak sudah tidak mampu lagi melihat rangsangan cahaya
atau dapat dikatakan tidak dapat melihat apapun dan disebut buta total.
b. Berdasarkan
Saat Terjadinya Ketunanetraan
1) Tunanetra
sebelum dan sejak lahir
Kelompok ini masih belum mempunyai
konsep penglihatan. Oleh karena itu, peran orang tua sangat besar untuk melatih
penggunaan indra-indra yang masih dimilikinya.
2)
Tunanetra batita (di bawah 3 tahun)
Konsep
penglihatan yang telah dimiliki lama kelamaan akan hilang sehingga kesan-kesan
visual atau konsep-konsep tentang benda atau lingkungan yang dimilikinya tidak
terlalu bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, orang-orang di
sekitarnya perlu membantu mengulang kembali segala sesuatu yang telah
dimengerti anak, saat ia masih dapat melihat.
3)
Tunanetra balita (3-5 tahun)
Konsep penglihatan akan tetap
terbentuk dengan cukup berarti sehingga akan menjadi bahan pertimbangan dalam
menentukan langkah-langkah pendidikannya. Peran orang tua dan guru TK sangat
besar artinya dalam membina dan mengarahkan konsep yang telah dimiliki.
4) Tunanetra
pada usia sekolah (6-12 tahun)
Konsep penglihatan telah terbentuk
dan mempunyai kesan-kesan visual yang banyak dan bermanfaat bagi perkembangan
pendidikannya. Namun demikian, mereka harus tetap mendapat perhatian khusus
dari orang tua dan gurunya dalam menempuh pendidikannya karena mereka cenderung
mengalami guncangan jiwa. Oleh karena itu, tugas para guru adalah menyadarkan
mereka agar mau menerima kenyatan sehingga anak dapat berkembang dan menambah
pengalamannya dalam ketunanetraannya.
5) Tunanetra
remaja (13-19 tahun)
Anak remaja sudah memiliki kesan-kesan
visual yang sangat mendalam. Kesan ini akan bermanfaat dalam mendukung
perkembangan kehidupan selanjutnya. Namun, ketunanetraan pada usia remaja dapat
menimbulkan guncangan jiwa yang sangat berat karena terjadi konflik batin dan
jasmani.
6) Tunanetra
dewasa (19 tahun ke atas)
Pada umumnya di usia dewasa ini
mereka sudah memiliki keterampilan dan kemungkinan pekerjaan yang diharapkan
untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Ketunanetraan yang dialaminya
menjadi pukulan yang sangat berat dan menimbulkan guncangan jiwa atau putus
asa. Oleh karena itu, mereka hendaknya mendapatkan layanan dan bimbingan baik
secara jasmani, maupun rohani secara khusus.
c. Berdasarkan
Adaptasi Pendidikan
Klasifikasi ini berdasarkan ketajaman
penglihatan. Klasifikasi ini dikemukakan oleh Kirk (1989: 348-349), yaitu
sebagai berikut :
1) Ketidakmampuan
melihat taraf sedang (moderate visual
disability)
Pada taraf ini, mereka dapat
melakukan tugas – tugas visual yang dilakukan oleh orang awas dengan
menggunakan alat bantu khusus dan dibantu dengan pemberian cahaya yang cukup.
2) Ketidakmampuan
melihat taraf berat (severe visual
disability)
Pada taraf ini, mereka memiliki
kemampuan penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat meskipun dengan
menggunakan alat bantu visual dan modifikasi sehingga mereka membutuhkan lebih
banyak waktu dan energi dalam melakukan tugas- tugas visual.
3) Ketidakmampuan
melihat taraf sangat berat (profound
visual disability)
Pada taraf ini, mereka mendapat kesulitan
untuk melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail, seperti membaca dan
menulis huruf awas. Dengan demikian, mereka tidak dapat menggunakan penglihatannnya sebagai alat pendidikan
sehingga indra peraba dan pendengaran memegang peranan pentimg dalam menempuh
pendidikannya.
2.
Anak
dengan Gangguan Pendengaran dan / Wicara (Tunarungu)
Anak dengan gangguan pendengaran
sering disebut tunarungu. Istilah tunarungu dirasa lebih halus daripada tuli.
Klasifikasi tunarungu:
a. Berdasarkan
tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Tunarungu
ringan (mild hearing loss) anatara
27-40 dB.
Siswa yang mengalami kondisi ini
sulit mendengar suara yang jauh sehingga membutuhkan tempat duduk yang
strategis.
2) Tunarungu
sedang (moderate hearing loss)
anatara 41-55 dB.
Ia dapat mengerti percakapan dari
jarak 3-5 feet secara berhadapan (face to face), tetapi tidak dapat
mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu dengar serta terapi bicara.
3) Tunarungu
agak berat (moderately severe hearing
loss) antara 56-70dB. Ia hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat
sehingga ia perlu menggunakan hearing aid.
4) Tunarungu
berat (severe hearing loss) antara
71-90dB.
Ia hanya dapat mendengar suara –
suara yang keras dari jarak dekat. Siswa tersebut membutuhkan pendidikan khusus
secara intensif, alat bantu dengar, serta latihan untuk mengembangkan kemampuan
bicara dan bahasanya.
5) Tunarungu
berat sekali (profound hearing loss)
Pada kondisi ini mengalami
kehilangan pendengaran lebih dari 90dB. Mungkin ia masih mendengar suara yang
keras, tetapi ia lebih menyadari suara melalui getarannya (vibrations) daripada pola suara.
b. Berdasarkan
saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan:
1) Ketunarunguan
prabahasa (prelingual deafness),
yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa
berkembang.
2) Ketunarunguan
pascabahasa (post lingual deafness),
yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan
bicara dan bahasa berkembang.
c. Berdasarkan
letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Tunarungu
tipe konduktif, yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinay
kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah yang berfungsi sebagai alat
konduksi atau pengantar getaran suara menuju telinga bagian dalam.
2) Tunarungu
tipe sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oelh terjadinya kerusakan
pada telinga dalam serta saraf pendengaran (nervus
chochlearis).
3) Tunarungu
tipe campuran yang merupakan gabungan antara tipe konduktif dan sensorineural,
artinya kerusakan terjadi pada telinga luar / tengah dengan telinga dalam/saraf
pendengaran.
d. Berdasarkan
etiologi atau asal usulnya, ketunarunguan dibagi menjadi :
1) Tunarungu
endogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan).
2) Tunarungu
eksogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor nongenetik (bukan
keturunan).
3. Anak dengan Kelainan Kecerdasan di
bawah Rata-rata (Tunagrahita)
Anak
dengan kelainan kecerdasan di bawah rata – rata sering disebut dengan istilah
tunagrahita. Klasifikasi tunagrahita yang dikemukakan oleh AAMD (Halaman,
1982:43) sebagai berikut:
a. Mild mental retardation (tunagrahita
IQ-nya 70 – 55 ringan)
b. Moderate mental retardation
(tunagrahita IQ-nya 55 – 40 sedang)
c. Severe mental retardation (tunagrahita
IQ-nya 40 – 25 berat)
d. Profound mental retardation
(tunagrahita IQ-nya 25 ke bawah) (sangat berat).
Pengelompokkan
tunagrahita berdasarkan kelainan jasmani (tipe klinis) :
a. Down Syndrome (Mongoloid)
Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian
karena memiliki raut muka menyerupai orang mongol dengan mata sipit dan miring,
lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi
kurang baik.
b. Kretin (Cebol)
Anak ini memperlihatkan ciri-ciri,
seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit
kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata,
telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi lambat.
c. Hydrocephal
Anak ini memiliki ciri -ciri kepala
besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang
juling.
d. Microcephal
Anak ini memiliki ukuran kepala
yang kecil.
e. Macrocephal
Anak ini memiliki ukuran kepala
yang besar dari ukuran normal.
4. Anak dengan kecerdasan dan bakat
istimewa (gifted and talented)
a.
Cerdas istimewa (gifted IQ 140-179 and genius
IQ 180 ke atas) anak dengan IQ di
atas rata-rata.
Gifted,
yang termasuk dalam golongan ini yaitu mereka yang tidak jenius, tetapi
menonjol dan terkenal. Anak cerdas istimewa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)
Membaca pada usia lebih muda, lebih
cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas.
2)
Memiliki rasa ingin tahu yang kuat,
minat yang cukup tinggi.
3)
Berinisiatif, kreatif, dan original
dalam menunjukkan gagasan.
4)
Mampu memberikan jawaban-jawaban atau
alasan yang logisi, sistematis dan kritis.
5)
Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu
yang panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati.
6)
Mempunyai daya abstraksi,
konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi.
7)
Senang terhadap kegiatan intelektual dan
pemecahan masalah.
Genius,
pada
kelompok ini bakat dan keistimewaannya telah tampak sejak kecil. Misalnya, umur
2 tahun mulai belajar membaca dan pada umur empat tahun belajar bahasa asing.
Kelompok ini mempunyai kecerdasan yang sangat luar biasa. Walaupun tidak
sekolah, mereka mampu menemukan dan memecahkan masalah. Jumlahnya sangat
sedikit, namun terdapat semua ras dan bangsa, semua jenis kelamin, serta dalam
semua tingkatan ekonomi. Contoh orang yang jenius, antara lain: John Stuart
Mill (IQ 200), Francis Galton (IQ 200), dan Goethe (IQ 185).
Francis
Galton Goethe
Ciri-ciri anak jenius:
a)
Punya kemampuan bernalar yang bagus.
b)
Bisa belajar dengan cepat.
c)
Punya perbendaharan kata yang luas.
d)
Punya kemampuan mengingat yang bagus.
e)
Bisa konsentrasi lama pada hal-hal yang
menarik bagi dirinya.
f)
Sensitif perasaannya dan mudah merasa
“tertusuk”.
g)
Cepat menunjukkan rasa peduli.
h)
Perfeksionis dan intensif.
b. Bakat
istimewa (talented) anak dengan bakat
khusus (akademik atau non akademik.
Anak yang memiliki potensi
kecerdasan istimewa (gifted)
dan anak yang memiliki bakat istimewa (talented) adalah anak yang memiliki
potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap
tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga
untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat istimewa
disebut sebagai ”gifted & talented children”.
Bakat
khusus akademik yaitu bakat yang sejak awal sudah ada yang berkaitan dengan
intelektual, seperti bakat dalam mata pelajaran matematika, bakat bidang bahasa
dan bakat ilmu.
Bakat
khusus non akademik yaitu bakat yang sejak awak sudah ada dan terarah pada
suatu lapangan yang terbatas, seperti bakat musik, bakat melukis, dan bakat
seni.
5.
Anak
dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa).
Tunadaksa adalah anak
yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak (tulang,
sendi, otot).
Pengertian anak
Tunadaksa bisa dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya. Dari segi fungsi fisik, tunadaksa
diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatanya terganggu sehingga
mengalami kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ciri-ciri anak
tunadaksa dapat dilukiskan sebagai berikut:
a.
Jari tangan kaku dan tidak
dapat mengenggam.
b.
Ada bagian anggota gerak yang tidak sempurna/lebih kecil dari biasa.
c.
Kesulitan dalam gerakan (tidak
sempurna, tidak lentur, bergetar)
d.
Terdapat cacat pada anggota
gerak
e.
Anggota gerak layu, kaku,
lemah/lumpuh.
Anak
dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa), contohnya:
a.
Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)
Poliomyelitis atau polio, adalah
penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus.
Anak yang
berkelainan penyakit polio
b.
Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak
(cerebral palsy)
Cerebral
palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam
susunan saraf pusat, bersifat dan
bersifat kronik.
Anak berkelainan Cerebral
palsy
6. Anak Tunalaras (anak yang mengalami
gangguan emosi dan prilaku).
Anak
Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan prilaku) memiliki ciri-ciri,
diantaranya:
a. Cenderung
membangkang.
b.
Mudah terangsang
emosinya/emosional/mudah marah.
c.
Sering melakukan tindakan
agresif, merusak, mengganggu.
d.
Sering bertindak melanggar
norma sosial/norma susila/hukum.
e.
Cenderung prestasi belajar dan
motivasi rendah, sering bolos, jarang masuk sekolah.
Anak dengan gangguan perilaku dan emosi, dibagi
menjadi dua,
yaitu:
a.
Anak dengan gangguan perilaku
1)
Anak dengan gangguan perilaku
taraf ringan
2) Anak
dengan gangguan perilaku taraf sedang
3) Anak
dengan gangguan perilaku taraf berat
b.
Anak dengan gangguan emosi
1) Anak
dengan gangguan emosi taraf ringan
2) Anak
dengan gangguan emosi taraf sedang
3) Anak
dengan gangguan emosi taraf berat
7. Anak Dengan Kesulitan Belajar
Spesifik (specific learning disability)
Menurut
Federal law atau hukum federal (IDEA, 1997): Istilah “kesulitan belajar
spesifik” menerangkan semua anak yang mengalami gangguan pada satu atau lebih proses
psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau
tulisan dimana gangguan yang terjadi dapat termanifestasikan menjadi kemampuan
yang tidak sempurna untuk mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis,
mengeja, atau mengerjakan perhitungan matematika. Menurut Association for Children and Adult with Learning Disability
(ACALD) “Kesulitan belajar spesifik” adalah suatu kondisi kronis
yang diduga bersumber dari faktor neurologis yang secara selektif mengganggu
perkembangan, integrasi dan /atau kemampuan verbal dan/atau non verbal.
Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar
spesifik meupakan kelainan sistem saraf yang dialami oleh seseorang yang
mengakibatkan pola pertumbuhan yang tidak seimbang dan kelemahan pada proses
syaraf, sehingga akan mengakibatkan seseorang kesulitan dalam menyelesaikan
tugas akademik dan pembelajaran. Kesulitan-kesulitan tersbut seperti kesulitan berfikir,
membaca, berhitung, berbicara. Karakteristik anak berkesulitan
belajar spesifik antara lain:
a.
Pada masa kanak-kanak:
1) Kesulitan
mengekspresikan diri.
2)
Lambat dalam mengerjakan tugas seperti mengikat
sepatu
3)
Tidak perhatian, mudah terganggu
4)
Ketidakmampuan mengikuti arahan karena
ketidakmampuan memahami instruksi lisan.
5)
Lemah dalam ketrampilan bermain di lapangan.
b.
Pada usia remaja dan dewasa:
1)
Kesulitan dalam memproses informasi auditori
2)
Kehilangan barang-barang miliknya, keterampilan
mengatur lemah
3)
Lambat dalam membaca, pemahaman rendah
4)
Kesulitan dalam mengingat nama orang dan tempat
5)
Kesulitan mengatur ide untuk menulis
Anak-anak
yang termasuk kedalam kesulitan belajar spesifik meliputi:
a. Anak yang
mengalami kesulitan membaca (disleksia), ciri-cirinya seperti:
1)
Perkembangan kemampuan membaca terlambat
2)
Kemampuan memahami isi bacaan rendah
3)
Serta ketika membaca sering banyak
kesalahan.
b. Anak
yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia) ciri-cirinya:
1) Ketika
menyalin tulisan sering terlambat selesai, sering salah menulis huruf.
2) Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca
3) Tulisannya
banyak salah atau terbalik atau huruf hilang
4) Sulit
menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
c. Anak
yang kesulitan belajar berhitung (diskalkulia) ciri-cirinya seperti:
1) Sulit
membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =,
2) Sulit
mengoperasikan hitungan/bilangan.
3) Sering
salah membilang dengan urut.
4) Sering
salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan
sebagainya.
5) Sulit
membedakan bangun-bangun geometri.
Cara pengajaran anak berkesulitan belajar di sekolah
antara lain:
a. Pemberdayaan sensori visual dapat dilakukan
dengan :
1)
Diskriminasi
visual, pembelajaran dengan mencari perbedaan dan persamaan huruf atau
suku kata. Misal : Mintalah anak untuk membedakan kata-kata yang hampir sama,
seperti : batu, bata, tabu.
2)
Memori
visual. Misal : Guru menunjukkan suatu kata selama beberapa detik lalu
menyembunyikannya. Siswa berupaya mengingat huruf-huruf yang ada dalam kata itu.
3)
Menyebutkan
nama huruf. Misal : Minta anak mencari kata dengan huruf depan ‟m‟ atau
‟w‟ di majalah lalu menggunting dan ditempel di buku kegiatan.
b. Pemberdayaan
sensori auditori dapat dilakukan dengan cara :
1)
Irama,
ini penting untuk belajar tentang ’word familiar’ (kata dengan bunyi
sama). Siswa diajarkan untuk melengkapi puisi atau sajak a-a-a.
2)
Blending
(menggabung huruf). Langkah pengajarannya :
1) Ucapkan
dua suku kata yang berbeda (Ba-Tu).
2) Minta
anak mengulang dan bantu ia mengenali 2 suku kata pembentuknya
3)
Memori auditori.
1) Ucapkan kalimat sederhana dan minta
anak mengulang. Kalimat dapat ditingkatkan semakin panjang.
2) Minta anak menghafal puisi atau lagu.
8. Anak Lamban Belajar (slow learner)
Anak lamban belajar adalah
anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental
(fungsi intelektual di bawah teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan
untuk belajar dan menyesuaikan diri,
sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Masalah-masalah yang mungkin
bisa jadi penyebab anak lamban belajar antara lain karena masalah tingkat
konsentrasinya yang rendah, daya ingat yang lemah, kognisi, serta masalah
sosial dan emosional.
a.
Karakteristik
Anak Yang Lamban Belajar
1) Rata-rata
prestasi belajarnya kurang dari 6
2) Dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman
seusianya
3) Daya
tangkap terhadap pelajaran lambat
4) Pernah
tidak naik kelas.
b.
Bimbingan
Terhadap Siswa Yang Lambat Belajar
Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh
seorang guru dalam melakukan bimbingan terhadap siswa yang lambat belajar
antara lain:
1)
Bimbingan bagi
anak dengan masalah konsentrasi
a)
Ubahlah cara
mengajar dan jumlah materi yang akan diajarkan. Siswa yang
mengalami masalah perhatian dapat ketinggalan jika materi yang diberikan
terlalu cepat. Oleh karena itu, akan berguna bagi mereka untuk memperlambat
laju pembelajaran, melibatkan siswa dengan memberi pertanyaan, dan gunakan
media dalam pembelajaran untuk lebih membantu siswa berkonsentrasi belajar.
b) Adakan pertemuan dengan siswa.
Dalam pertemuan ini seorang guru memberikan penjelasan dengan cara yang tanpa
memberikan hukuman dan tanpa ancaman akan sangat berguna bagi siswa.
c)
Bimbing siswa lebih dekat ke proses
pengajaran. Dengan cara membawa
mereka dekat dengan kita sebagai guru secara fisik dan harfiah akan membawa si
anak lebih dekat kepada proses pengajaran.
d)
Berikan dorongan secara langsung dan
berulang-ulang, seperti dengan memberikan penghargaan atas kehadirannya.
e)
Utamakan
ketekunan perhatian daripada kecepatan
menyelesaikan tugas. Siswa mungkin merasa kecil hati
dan tidak diperhatikan bila mereka dihukum karena terlambat menyelesaikan
dibanding temannya. Guru haruslah membuat penyesuaian dalam jumlah tugas maupun
waktu yang disediakan untuk menyelesaikan tugas berdasar kemampuan
masing-masing individu.
f)
Ajarkan
self-monitoring of attention. Melatih siswa untuk memonitor perhatian
mereka sendiri sewaktu-waktu dengan menggunakan timer. Hal ini akan membantu
menciptakan perhatian yang lebih besar bagi kebutuhan dalam memfokuskan
perhatian juga bisa berguna dalam strategi untuk memperkokoh keterampilan
memperhatikan.
2)
Bimbingan bagi
anak dengan masalah daya ingat.
a)
Ajarkan menggaris bawahi dengan penanda, untuk membantu memancing
ingatan. Guru harus memberi tahu siswa cara memilih kalimat dan istilah kunci
untuk diberi garis bawah.
b)
Perbolehkan menggunakan alat bantu
memori. Karena alat-alat itu bisa berfungsi bagi mereka sebagai alat pengingat
dan bisa jadi juga sebagai alat pengajaran.
c)
Biarkan siswa yang mengalami masalah
sulit mengingat untuk mengambil tahapan yang lebih kecil dalam pengajaran.
Misalnya dengan membagi tugas kelas dan rumah atau dengan memberikan tes
kemampuan penguasaan lebih sering.
d)
Ajarkan siswa untuk berlatih mengulang
dan mengingat. Misalnya dengan memberikan tes langsung setelah pelajaran
disampaikan.
3)
Bimbingan bagi
anak dengan masalah kognisi.
a) Berikan materi yang dipelajari dalam konteks “high
meaning”. Ini berguna untuk untuk mengetahui apakah siswa
memahami arti bacaan suatu pertanyaan mengenai materi baru.
b) Menunda ujian akhir dan penilaian.
Bagi sebagian siswa, menunda ujian akhir mereka sampai siswa menguasai
sepenuhnya materi yang dipelajari, mungkin merupakan cara terbaik.
c) Tempatkan siswa dalam konteks pembelajaran yang
“tidak pernah gagal”. Siswa biasanya memiliki perasaan akan
gagal berbagai hal yang mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan dan menciptakan
kepercayaan diri bagi siswa ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi guru
untuk melakukannya.
4)
Bimbingan bagi
anak dengan masalah social dan emosional
a)
Buatlah
sistem perhargaan kelas yang dapat diterima dan dapat diakses. Siswa
berkesulitan belajar perlu memahami sistem penghargaan dikelas dan merasa ikut
serta di dalamnya. Jangan sampai mereka merasa tidak memilki kesempatan untuk
mendapatkan penghargaan yang diterima siswa lain.
b)
Membentuk
kesadaran tentang diri dan orang lain. Membantu siswa
menjadi lebih mengenal sikap mereka dan dampaknya pada orang lain merupakan
kesempatan yang berarti bagi perkembangan sosial dan emosional.
c)
Mengajarkan
sikap positif. Ketika siswa berkesulitan belajar
menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik
atas interaksi dengan orang lain, mereka akan merespon dengan baik
intruksi-intruksi tentang cara membentuk hubungan yang baik dan lebih positif.
d) Minta bantuan. Cari bantuan pada teman
sejawat disekolah yang mungkin dapat memberikan bantuan.
9.
Anak
Autis
Autisme berasal dari
kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam
kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan
khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran
subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup
di “alamnya” sendiri.
Autisme
adalah gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang
tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga
mengakibatkan anak penyandang
autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002).
Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisme adalah gangguan perkembangan yang
komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi,
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai
ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan
definisi autisme
adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi
dengan dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi
perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan
emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku,
strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal,
maupun jenis makanan.
Autisme atau autisme
infantil (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner
1943 seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan
suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut
Sindrom Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi
wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit
sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka
berkomunikasi. Gejala-gejala anak autis tampak sejak lahir, biasanya sebelum
anak berusia 3 tahun.
Berikut beberapa
gejala-gejala anak autis:
a. Tidak
bermain dengan teman sebaya dengan cara yang sesuai
b. Terlambat
bicara/tak bisa bicara tanpa kompensasi penggunaan isyarat
c. Penggunaan
bahasa yang berulang
d. Minat
yang terbatas dan abnormal dalam intensitas dan fokus
e. Sensitifitas
berlebihan /kurang sensitif
f. Terdapat
bakat-bakat dibidang membaca, aritmatika, menggambar, mengeja, olahraga,
komputer
Beberapa
lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai
berikut;
a.
Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh.
b.
Anak Autis di sekolah Khusus.
c.
Anak Autis di SLB.
d.
Anak Autis hanya menjalani terapi.
BAB III
KESIMPULAN
Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang
spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini
mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan.
Anak
berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu anak berkebutuhan khusus
permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan khusus
temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan dalam perkembangan dan belajar
karena kondisi dan situasi lingkungan. Anak berkebutuhan khusus temporer
apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan
belajarnya bisa menjadi permanen.
Secara
umum faktor yang menyebabkan hambatan belajar ada tiga, yaitu (1) faktor
lingkungan (2) faktor internal/ diri sendiri (3) kombinasi diantara keduanya.
Anak
berkebutuhan khusus permanen meliputi:
1. Anak
dengan gangguan penglihatan (Tunanetra).
2. Anak
dengan gangguan pendengaran dan atau wicara
3. Anak
dengan kelainan kecerdasan dibawah rata-rata (Tunagrahita).
4. Anak
dengan kecerdasan dan bakat istimewa (gifted and talented).
5. Anak
dengan gangguan anggota gerak (Tunadaksa).
6. Anak
dengan gangguan perilaku dan emosi (Tunalaras).
7. Anak
dengan kesulitan belajar spesifik (specific learning disability).
8. Anak
lamban belajar (slow learner).
9. Anak
autis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Salim
Chairi, dkk. 2009. Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Hadis Abdul.
2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Autistik. Bandung: Alfabeta.
IG.A.K.Wardani,
dkk. 2008. Pengantar Pendidikan Luar
Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Ihsan. 2009. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses
dari http://ihsan.com/artikel/karakteristik-anak-berkebutuhan-khusus.html
pada tanggal 29 Februari 2012.
Sutratinah
Tirtonegoro. 2001. Anak Supernormal
dan Program Pendidikannya. Yogyakarta: Bumi Aksara.
thanks :)
BalasHapus