BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan
IPTEKS yang mendunia sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial, ekonomi,
budaya, pendidikan dan segala aspek kehidupan. Hal ini perlu mendapat perhatian
khusus oleh semua elemen masyarakat.
Pendidikan
dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peran pokok dalam membentuk
generasi mendatang, yang diharapkan dapat menghasilkan manusia berkualitas dan
bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi masa depan. Pendidikan dalam
maknanya yang luas senantiasa menstimulir perkembangan manusia dan berupaya
untuk senantiasa mengantar dan membimbing perubahan dan perkembangan hidup
serta kehidupan manusia.
Pada
satu sisi, profesionalisme profesi keberadaannya dalam pembangunan sangat
dibutuhkan, dimana profesi dalam pendidikan membutuhkan proses yang
berkesinambungan dengan latihan dan pengamatan secara langsung. Hal ini
tidak semata – mata untuk dimiliki dan diketahui, tetapi sekaligus sebagai
dasar pijakan awal untuk pembelajaran pendidikan dan pengajaran berikutnya.
Pendidikan
Profesi Guru (PPG) merupakan suatu wahana bagi guru untuk mengaplikasikan ilmu
untuk mendapatkan profesionalisme guru.
Berdasarkan undang-undang profesi yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, guru ditetapkan sebagai profesi. Dengan demikian pekerjaan guru selain harus mempunyai nilai tawar yang tinggi seperti profesi dokter dan profesional lainnya, guru harus mempunyai kompetensi yang dapat diandalkan.
Berdasarkan undang-undang profesi yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, guru ditetapkan sebagai profesi. Dengan demikian pekerjaan guru selain harus mempunyai nilai tawar yang tinggi seperti profesi dokter dan profesional lainnya, guru harus mempunyai kompetensi yang dapat diandalkan.
Pendidikan
Profesi Guru (PPG) yang dilakukan guru merupakan salah satu wadah agar guru
mendapatkan pengalaman profesi yang dapat diandalkan. Dalam Pendidikan Profesi
Guru (PPG) guru akan dihadapkan pada kondisi riil aplikasi bidang keilmuan,
seperti: kemampuan mengajar, kemampuan bersosialisasi dan bernegosiasi dan
kemampuan manajerial kependidikan lainnya. Pendidikan Profesi Guru (PPG) tidak
hanya kegiatan mengajar yang harus ditempuh oleh guru, tetapi juga menyangkut
kemampuan berpartisipasi, membangun, atau mengembangkan potensi pendidikan
dimana ia berlatih. Partisipasi tersebut dapat berupa keterlibatan guru dalam
kegiatan ekstra seperti penulisan kreatif, kelompok diskusi dan sebagainya.
Profesi
di Indonesia tidak hanya guru, melainkan ada yang lain seperti profesi dokter,
arsitektur, bidan, perawat dan sebagainya dimana profesi-profesi tersebut
diperoleh melalui lembaga pelatihan dan pendidikan sehingga mereka mempunyai
keahlian khusus dan profesi tersebut juga mempunyai organisasi profesi serta
kode etik masing-masing.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud pendidikan profesi?
2.
Apa saja
landasan pendidikan profesi?
3.
Apa saja
tujuan pendidikan profesi?
4.
Apa saja
macam-macam pendidikan profesi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.
Mahasiswa
dapat memahami pengertian pendidikan profesi.
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui landasan pendidikan profesi.
3.
Mahasiswa
dapat memahami tujuan pendidikan profesi.
4.
Mahasiswa
dapat menjelaskan macam-macam pendidikan profesi.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pekerjaan yang digeluti manusia
banyak sekali macamnya seperti tukang becak, tukang cukur, sopir, kuli
bangunan, guru, dokter, bidan, perawat, tenaga akuntan dan banyak yang lain.
Profesi termasuk pekerjaan, tetapi tidak setiap pekerjaan disebut profesi.
Pekerjaan bisa disebut profesi bila memenuhi yarat-syarat profesi yaitu
memiliki keahlian khusus yang didapat melalui pendidikan tinggi, melibatkan
kegiatan intelektual, menggeluti suatu batang tubuh ilmu khusus, dan mempunyai
organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat serta kode etik profesi.
A.
Pengertian
Pendidikan Profesi
Pengertian pendidikan
profesi dapat ditinjau dari kata pembentuknya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas, pendidikan diartikan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Djaman Satori (2003:1.3) berpendapat bahwa “Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan
yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya.”
Profesi adalah suatu
pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian
(expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi.
Profesi terkait erat dengan
profesional, kalau profesi berkenaan dengan bidang keahlianya, maka profesional
berkenaan dengan tingkat kemampuan, kecakapan atau kompetensi dan cara
kerjanya. Dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, profesional
dirumuskan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kecakapan, atau
kemahiran yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi. Profesional berkenaan dengan penguasaaan kemampuan,
kecakapan atau kompetensi standar dan kinerja standar.
Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007:392) menyebutkan bahwa “Kinerja
standar atau kinerja profesional merupakan perwujudan dari tanggung jawab
profesional (professional responsibility),
sebab “professional responsibility is the
core of professionalism” yang artinya tanggung jawab profesional adalah
inti dari sifat profesional.” Bekerja secara profesional adalah bekerja secara
terencana dan sistematis, bekerja secara cerdas masalah etika, efisien,
efektif. Tanggung jawab profesi juga menyangkut karena pelaksanaan tugas
profesi berpegang teguh dan sejalan dengan etika suatu profesi.
Menurut UU No 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi
setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Pendidikan profesi
merupakan suatu program pendidikan formal yang disediakan atau diikuti untuk
menjadi seorang profesional dalam suatu bidang profesi tertentu. Dalam
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dinyatakan bahwa pendidikan profesi, khususnya pendidikan guru dan dosen adalah
pendidikan di atas program D-4 atau S1, dan ditujukan untuk mengembangkan
kompetensi sebagai pendidik. Tidak setiap pendidikan di atas program D-4 atau
S-1 adalah pendidikan profesi. Pendidikan program D-4 merupakan pendidikan
vokasi atau kejuruan jenjang perguruan tinggi, sedang program S1 merupakan
pendidikan akademik. Demikian juga program S2 dan S3 yang merupakan pendidikan
akademik, walaupun program studi tertentu muatan profesionalnya cukup kuat.
Pendidikan
akademik berbeda dengan pendidikan profesi. Pendidikan akademik memusatkan
kajiannya pada bidang ilmu, teori atau konsep sedang pendidikan profesi pada
penguasaan pengetahuan dan kecakapan atau kompetensi untuk praktek. Pendidikan
akademik lebih diarahkan pada menghasilkan ilmuwan, pengkaji, pengembangan
ilmu, sedang pendidikan profesi lebih diarahkan pada menghasilkan tenaga
profesional yang memiliki kemampuan, kecakapan atau kompetensi standar dan
kinerja standar. Dari kedua jenis pendidikan tersebut sama-sama dituntut
mengerjakan karya akhir. Pada pendidikan akademik karya akhir ini disebut
sripsi, tesis, atau disertasi yang penulisannya didasarkan atas hasil
penelitian (research based). Pada
pendidikan profesi disebut sebagai karya akhir, tugas akhir, laporan praktik
akhir, yang penulisannya didasarkan pada penangana atau pemecahan masalah dalam
paraktik (problem based). Penelitian
pada program pendidikan profesi lebih di arahkan pada aplikasi pada teori,
bukan pada kajian dan pengembangan teori.
B. Landasan Pendidikan Profesi
Landasan pendidikan profesi antara lain:
1. UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 15 yang berbunyi jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,
profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
2. UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 21 yang berbunyi:
1) Perguruan
tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan
program pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi,atau
vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
2) Perseorangan,
organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang
memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
3) Gelar
akademik, profesi, atau vokasi hanya
digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memberikan
gelar akademik, profesi, atau vokasi.
4) Penggunaan
gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam
bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
5) Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi
persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) atau penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan
tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
6) Gelar
akademik, profesi, atau vokasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan
yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau
penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dinyatakan tidak sah.
7) Ketentuan
mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
3. UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 25 yang berbunyi:
1) Perguruan
tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi,
atau vokasi.
2) Lulusan
perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelara kademik,
profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
3) Ketentuan
mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau vokasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
4.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
pasal 29 yang berbunyi: “Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang
diselenggarakan olehdepartemen atau lembaga pemerintah non-departemen.
5.
UU RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, maka telah ada pengakuan formal dan tuntutan tugas dan peranan guru dan
dosen sebagai pendidik profesional.
6.
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa pendidikan profesi,
khususnya pendidikan guru dan dosen adalah pendidikan di atas program D-4 atau
S1.
7.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi
yang memuat “Akademi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pendidikan profesional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan,
teknologi atau kesenian tertentu.
C. Tujuan Pendidikan Profesi
Setiap
pendidikan mempunyai tujuan dalam penyelenggaraannya, begitu juga dengan
pendidikan profesi. Tujuan pendidikan profesi yaitu:
1. Menghasilkan
calon pemegang jabatan profesi yang memiliki ideologi profesional, terutama
kaitannya dengan pemahaman tentang praktek yang baik dan pelayanan
2. Menyediakan
calon praktisi dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup, atau praktisi
lanjut dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan, untuk masuk atau untuk melanjutkan
profesi
3. Menghasilkan
praktisi yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kesadaran kritisnya.
4. Mencapai
tingkat kompetensi yang diperlukan termasuk bertanggungjawab dalam praktek
profesional. Tujuan ini dirancang dalam rangka menghasilkan SDM profesional
yang bertanggungjawab kemudian dapat memastikan terjadinya pengembangan profesi
berkelanjutan dengan membantu mengenali dan memahami pentingnya memajukan
pengetahuan profesional dan meningkatkan standar praktek.
5. Lembaga
pendidikan profesi didirikan dengan tujuan penyediaan sumber daya manusia yang
bermanfaat bagi masyarakat dan pelatihan bagi generasi berikutnya. Kurikulum
pendidikan profesi mencoba mengembangkan disiplin dan kesadaran profesional.
Lembaga pendidikan profesi memiliki beban merencanakan serta memberikan layanan
pendidikan bagi terselenggaranya pembelajaran berbasis pengetahuan melalui
integrasi pengajaran, penelitian, dan teknologi.
Pendidikan
profesi dibutuhkan guna penyelenggaraan program-program baru dalam struktur
yang berkesinambungan. Pendidikan profesi merupakan proses pendidikan seumur
hidup yang harus terus memperbaiki serta menyesuaikan programnya dalam rangka
membentuk SDM yang profesional.
D. Macam-Macam
Pendidikan Profesi
1.
Guru
dan Dosen
a.
Pengertian Guru dan Dosen
Dalam UU Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1)dinyatakan bahwa : “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan menengah” dan ”dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentranformasikan, mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.”
Guru-guru yang
mengajar pada umumnya mendapatkan pendidikan di bidang pendidikan atau
keguruan. Profesi dalam bidang pendidikan dihasilkan oleh yang disebut dengan
LPTK yaitu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yakni perguruan tinggi yang
diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau
pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu
kependidikan dan nonkependidikan (UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).
Guru merupakan jabatan profesional dan memberikan
layanan ahli yang menuntut persyaratan kemampuan yang secara
akademik maupun secara professional dapat diterima oleh pihak
dimana guru bertugas, baik penerima jasa layanan secara langsung maupun pihak
lain terhadap siapa guru bertanggung jawab. Guru sebagai penyandang
jabatan profesional harus disiapkan melalui program pendidikan yang
relatif panjang dan dirancang berdasarkan standar kompetensi guru. Oleh sebab
itu diperlukan waktu dan keahlian untuk membekali para lulusannya dengan
kompetensi, yaitu penguasaan bidang studi, landasan keilmuan dari kegiatan
mendidik, maupun strategi menerapkannya secara profesional di lapangan.
Untuk mewujudkan program tersebut, diperlukan lembaga pendidikan profesi guru
(PPG).
Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan
yang diselenggarakan untuk lulusan S1 Kependidikan dan S1/D-IV non Kependidikan
yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar mereka dapat menjadi guru yang
profesional serta memiliki berbagai kompetensi secara utuh sesuai dengan
standar nasional pendidikan dan dapat memperoleh sertifikat pendidik (sesuai UU
No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen) pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Penyelenggaraan
PPG berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam undang-undang dan peraturan yang
ada maka pada dasarnya ada dua bentuk penyelenggaraan PPG, yakni:
a. PPG pasca S-1 kependidikan yang masukannya berasal
dari lulusan S1 kependidikan dengan struktur kurikulum subject
specific pedagogy (pendidikan bidang studi) dan PPL (Program Pengalaman
Lapangan) Kependidikan.
Struktur
kurikulum Pendidikan Profesi Guru pasca S1 kependidikan meliputi:
1) Pemantapan dan pengemasan materi bidang studi untuk
pembelajaran bidang studi yang mendidik (subject specific pedagogy atau
pendidikan bidang studi)
2) PPL kependidikan.
3)
Struktur Kurikulum Pendidikan Profesi Guru pasca
S1/D-IV kependidikan meliputi:
·
Kajian tentang teori pendidikan dan pembelajaran
·
Kajian tentang peserta didik.
·
Pengemasan materi bidang studi untuk pembelajaran
bidang studi yang mendidik (subject
specific pedagogy atau pendidikan bidang studi)
·
Pembentukan kompetensi kepribadian pendidik.
·
Matakuliah Kependidikan dan PPL kependidikan.
b. PPG pasca S-1/D-IV non kependidikan yang masukannya
berasal dari lulusan S-1/D-IV non kependidikan, dengan struktur kurikulum mata
kuliah akademik kependidikan (paedagogical
content), subject specific paedagogy
(pendidikan bidang studi), dan PPL Kependidikan.
Mekanisme pelaksanaan
Pendidikan Profesi Guru (PPG)
b. Prinsip-prinsip Profesional
Dalam undang-undang guru dan dosen dirumuskan
beberapa Prinsip-prinsip Profesional, yakni:
a.
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa
dan idealisme;
b.
Memiliki komitmen untuk meningkatkan
mutu pendidikan, krimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia;
c.
Memiliki kualifikasi akademik dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d.
Memiliki kompetensi yang diperlukan
sesuai dengan bidang tugas;
e.
Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan
tugas keprofesionalan;
f.
Memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan profesi kerja;
g.
Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara keberlanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.
Memiliki jaminan perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan;
i.
Memiliki organisasi profesi yang
mempunyai kewenangan untuk mengatur hal-hal yang berkaiatan dengan tugas
keprofesionalan.
Organisasi profesi
yang menjadi wadah bagi guru yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Guru dan dosen
profesional dituntut memiliki kualifikasi tertentu. Dalam Undang-undang
mensyaratkan “guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani, dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional” sedang untuk dosen selain syarat di atas
ditambahkan “dan memenuhi kualifikasi lain yang disyaratkan satuan pendidikan
tinggi tempat bertugas.”
Kualifikasi akademik
guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat,
sedang untuk dosen diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana
yang terakreditasi sesuai program keahliannya. Kualifikasi akademik untuk dosen
adalah lulusan magister untuk program diploma dan program sarjana, dan lulusan
program doktor untuk program pasca sarjana.
c.
Sertifikat Pendidik Profesional
Undang-undang guru dan dosen menetapkan beberapa
ketentuan tentang sertifikat pendidikan untuk guru, yaitu sertifikat pendidik
diberikan kepada guru yang telah memnuhi syarat, ditetapkan oleh pemerintah,
dan diilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel. Ketentuan
sertifikat untuk dosen berbeda, yaitu: a) memiliki pengalaman kerja sebagai
pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya dua tahun, b) memiliki
jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli, dan c) lulus sertifikasi yang
dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga
kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah.
d.
Sertifikasi Profesi Guru dan Dosen
Guru dan dosen profesional dicapai melalui proses
pemberdayaan diri, baik pemberdayaan diri secara intrinsik atau atas upaya
sendiri, maupun intrinsik melalui pengembangan atau pembinaan dari luar. Selama
bertugas, mereka juga mendapatkan pengarahan, bimbingan, pengawasan dan
pembinaan dari atasannya. Guru-guru mendapatkan bimbingan, pengawasan dan
pembinaan dari kepala sekolah, pengawas dan dinas. Mereka juga mendapatkan
pembinaan dalam KKG atau MGMP, penataran dan pelatihan dari dinas
kota/kabupaten, provinsi, bahkan pusat.
Para dosen juga sama, mendapatkan pengarahan,
pengawsan dan pembinaan dari atasnya, pembinaan dari pada guru besar atau dosen
senior. mereka juga sering mengikuti rapat kerja, lokakarya, seminar, diskusi
ilmiah, pelatihan, penataran, bahkan lanjutan studi ke program S-2 dan S-3 di
bidang kependidikan dan pembelajaran. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut proses
pemberdayaan diri secara intrinsik dan ekstrinsik terjadi.
Undang-undang Guru Dan Dosen, mewajibkan guru-guru
dan dosen memiliki sertifikat pendidik. Mereka yang telah memenuhi persyaratan
atau lulus dalam ujian sertifikasi, langsung mendapatkan sertifikasi profesi
sebagai guru atau dosen profesional (pendidik profesional), tapi yang belum
lulus harus mengikuti pendidikan profesi, yang beban studi dan lama
pendidikannya disesusaikan dengan tingkat penguasaannya.
Mengenai sertifikasi dan profesionalisme, Syaiful
Sagala (2011:30) mengemukakan bahwa:
Beberapa hal
pokok dijadikan pertimbangan sertifikasi dan profesionalisme guru dan dosen
yaitu (1) kompetensi guru terfokus pada kemampuan medidik yaitu kompetensi
bidang studi, kompetensi pedagogik, kompetensi etika profesi dan kompetensi
sosial; (2) kompetensi dosen mencakup kemampuan mendidik, meneliti dan
kemampuan mengabdi kepada masyarakat,
kompetensi bidang studi, , kompetensi pedagogik, kompetensi etika profesi dan
kompetensi sosial, kompetensi penelitiain, dan kompetensi pengabdian kepada
masyarakat; (3) kompetensi dan profesionalisme guru belum sepenuhnya dipahami
dan diyakini oleh guru dan dosen sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu
pendidikan dalam arti luas; (4) profesionalisme guru dan dosen dirancang dalam
skema optimalisasi pemberdayaan guru dan dosen; (5) kompetensi dan
profesionalisme guru dan dosen mutlak dalam rangka meningkatkan kualitas anak
bangsa; (6) sikap profesionalisme guru adalah respon guru terhadap dimensi
profesionalisme guru yang memerlukan keahlian, kemahira, kecakapan, serta
memenuhi standar mutu atau norma tertentu; (7) program pendidikan profesi
diakhiri dengan uji sertifikasi pendidik; (8) uji sertifikasi pendidik dilakukan
melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi; (9)
sertifikasi pendidik bagi calon gurudipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat
menjadi guru.
e.
Kompetensi Guru
Kompetensi guru dibagi menjadi dua yaitu kompetensi
utama dan kompetensi pendukung. Kompetensi utama guru adalah sebagai berikut:
1)
Kompetensi Pedagogik
a.
Menguasai karakteristik peserta didik
dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual
b.
Menguasai teori dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik
c.
Mengembangkan kurikulum yang terkait
dengan mata pelajaran yang diampu
d.
menyelenggarakan pembelajaran yang
mendidik
e.
Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan pembelajran
f.
memfasilitasi pengembangan potensi
peserta didik untuk mengaktualisasikan kompetensi yang dimiliki
g.
Berkomunikasi secara efektif, empatik
dan santun dengan peserta didik
h.
Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi
proses dan hasil belajar
i.
Memanfaatkan hasil penilaian dan
evaluasi untuk kepentingan pembelajaran
j.
Melakukan tindakan reflektif untuk
meningkatakan kualitas pembelajaran
2)
Kompetensi Kepribadian
a.
Bertindak sesuai norma, agama, hukum,
sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia
b.
Menammpilkan diri sebagai diri yang
jujur, berakhlak mulia, dan menjadi teladan
c.
Menammpilkan diri sebagai pribadi yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa
d.
Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab
yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
e.
menjunjung tinggi kode etik guru
3)
Kompetensi Sosial
a.
Bersikap inklusif, bertindak objektif
serta tidak diskriminatif karena berbagai aspek.
b.
Berkomunikasi secara efektif, simpatik
dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tuan dan
masyarakat.
c.
Beradaptasi di temapat bertugas di
seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya
d.
Berkomunikasi dengan komunitas profesi
sendiri dan profesi lain secara lisan, dan tulisan atau bentuk lain.
4)
KompetensiProfesional
a.
Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung
mata pelajaran yang ditempuh.
b.
Menguasai standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran yang ditempuh
c.
Mengembangkan materi pembelajaran secara
kreatif
d.
Mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif
e.
Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Selain
kompetensi utama tersebut, kompetensi pendukung yang harus dimiliki guru yaitu
kompetensi berbahasa Inggris, penguasaan IPTEK, memiliki sense of humor, memiliki kemampuan dalam menejerial,
dan mencintai profesinya.
f.
Pendidikan
Pra-Profesi
Program pendidikan guru dalam sekian lama telah
berpengalaman karena telah hampir satu abad, di dalamnya telah banyak
percobaan, eksperimen, pengujian, pengembangan dan penyempurnaan, dan telah
cukup teruji sesuai dengan sistem sosial budaya Indonesia. Di Indonesia telah
dilaksanakan dan dikembangkan pendidikan guru hampir mencapai satu abad, dari
mulai Kweekschool dan Normaal School pada zaman penjajahan, OVO, CVO pada zaman
peralihan. Keudian pada era kemerdekaan dikembangkan SBG, SGA, SPG, PGSLP,
PGSLA, Program D2, D3, dan S1 kependidikan pada saat ini.
Program pendidikan ini menganut sistem semasa atau concurent, bahwa materi ilmu baik yang
akan diajarkan maupun pengayaan bagi guru dan dasar-dasar pendidikan, bimbingan
dan pembelajaran (materi pendidikan profesi) diberikan bersama-sama. namun,
pada saat ini oleh pemegang kebijakan pendidikan di ubah menjadi sistem consecutiv, pendidikan profesi
kependidikan diberikan di atas D-4 atau S-1. Pengayaan dengan penambahan sistem
consecutiv adalah hal yang cukup
baik, tetapi jika menggantinya adalah hal yang beresiko tinggi. Resikonya
adalah kegagalan pendidikan bangsa. Mutu pendidikan di Indonesia yang belum
baik, belum tentu karena kesalahan sistem pengadaan gurunya, karena seribu satu
macam faktor mempengaruhi mutu proses dan hasil pendidikan.
g.
Paradigma Pendidikan Guru
Pada paradigma guru, pendidikan profesi adalah
pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik
untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Program Pendidikan
Profesi Guru Pra Jabatan yang selanjutnya disebut dengan Program Pendidikan
Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk
mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan dan S1/D IV Non Kependidikan yang
memiliki bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara
utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh
sertifikat pendidik profesional pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Program PPG diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang memenuhi
persyaratan dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Muchlas Samani (dalam http://lugtyastyono60.files.wordpress.com)
mengungkapkan bahwa untuk menciptakan tenaga profesi guru yang benar –benar
profesional, pada saat pendidikan pra profesi guru dilakukan pembeajaran/kuliah
yang mendukung profesi guru seperti mata kuliah yang berkaitan dengan profesi
guru, dan microteaching.
Strategi
pengembangan profesionalitas guru dapat dilakukan secara formal dan
informal.Secara formal melalui KKG, MGMP, penataran, seminar, workshop,
lokakarya, diskusi panel, dan lain-lain.Secara informal membaca dan menulis
karya ilmiah.
h.
Kode Etik Profesi Guru Indonesia
Kode etik guru Indonesia yaitu:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia
yang seutuhnya dan berjiwa Pancasila.
Artinya bahwa perhatian seorang guru adalah peserta didik untuk membimbing
peserta didik yaitu mengembangkan potensinya secara optimal dengan mengupayakan
proses pembelajaran yang edukatif. Melaluiproses inilah diharapkan dapat
menjadikan peserta didik sebagai manusia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, yaitu manusia yang
seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohaninya dan manusia yang dalam
kehidupan berbagsa dan bernegara selalu mengindahkan dan mengaplikasikan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
Artinya bahwa guru hanya dapat menjalankan tugas profesi yang sesuai dengan
kemampuannya. Ia tidak menunjukan sikap arogansi profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan pembinaan dan bimbingan.
Artinya bahwa seorang guru harus dapat mendapatkan informasi selengkap
mungkin tentang peserta didiknya baik dari bakat, minat, kemampuan dan latar
belakangya. Hal ini sangat berguna untuk kegiatan lanjutan dalam membina dan
membimbing peserta didiknya.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar mengajar.
Artinya bahwa guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang aman,
nyaman, menyenangkan agar peserta didik betah dalam prosese belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan.
Artinya bahwa guru harus dapat mengikut sertakan peran orang tua dan
masyarakat dalam peningkatan kemampuan peserta didik karena peran serta mereka
sangat penting.
6. Guru secara pribadi secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu
dan martabat profesinya.
Artinya bahwa guru harus selalu meningkatkan dan mengembangkan mutu dan
martabat profesinya melalui seminar, lokakarya, diskusi, dan lain
sebagainya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial.
Artinya bahwa guru harus tahu bagaimana menjalin kerjasama yang mutualistis
dengan rekan seprofesinya.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya.
Artinya bahwa PGRI harus menjadi satu kekuatan profesi guru dalam menggapai berbagai harapan-harapan.
9. Guru melaksankan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Artinya bahwa guru melaksanaan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan
karena guru merupakan unsur aparatur negara (PNS) dan guru merupakan orang yang
ahli dalam bidang pendidikan.
2.
Dokter
a. Pengertian Dokter
Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga
kesehatan (dokter) yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya
untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis
penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat
mungkin, secara menyeluruh, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi
dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang
efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum,
etika, dan moral.
Seorang dokter-juga dikenal
sebagai dokter medis, dokter, atau cukup dokter-praktek profesi kedokteran
kuno, yang berkaitan dengan memelihara atau memulihkan kesehatan manusia
melalui penelitian, diagnosis, dan perawatan penyakit atau cedera. Untuk itu,
seorang dokter haruslah seseorang yang telah terlatih dan memiliki keahlian
dalam hal medis sehingga dia tidak akan salah pada saat melayani pasiennya.
Imron Fauzi
(dalam http://pspd.fkik.uinjkt.ac.id/)
menyebutkan bahwa Program Studi
Pendidikan Kedokteran merupakan pendidikan profesi yang menghasilkan sejumlah
kompetensi profesi dokter, sesuai dengan Standar Pendidikan Profesi Dokter yang
diterbitkan Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006, yaitu :
a. Pendidikan Dokter adalah pendidikan yang
diselenggarakan untuk menghasilkan dokter yang memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pelayanan kesehatan primer dan merupakan pendidikan kedokteran
dasar sebagai pendidikan universitas. Pendidikan kedokteran dasar terdiri 2
tahap yaitu tahap Sarjana kedokteran dan tahap profesi dokter.
b. Pendidikan Universitas merupakan pendidikan di bawah
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), Departemen Pendidikan
Nasional
Kurikulum
inti dalam pendidikan profesi dokter ditetapkan oleh Pemerintah (Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi) bersama dengan Kolegium Kedokteran Indonesia sebagai
bagian dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan pengguna lulusan atau stakeholder
lainnya.
Tahapan
dalam pendidikan profesi dokter yaitu: Tahap
kesatu pendidikan umum 1 semester. Untuk mencapai keterampilan dan sikap
dasar yaitu keterampilan belajar sepanjang hayat, keterampilan generik dan
sikap peduli terhadap lingkungan/masyarakat.
Tahap kedua
pendidikan terintegrasi horizontal dan vertikal untuk mencapai pengetahuan
kedokteran, untuk menanggulangi masalah pasien dan masyarakat secara ilmiah
termasuk keterampilan penelitian, minimal 6 semester.
Tahap ketiga
pendidikan berbasis kompetensi sebagai kemampuan profesi klinik dan kedokteran
komunitas, minimal 3 semester.
Melalui
Pendidikan ini akan menghasilkan lulusan dokter. Setelah selesai menjalani
pendidikan, dokter baru diharuskan mengikuti tahap “internship” selama 2 semester atau magang/latihan kerja sebagai
dokter baru untuk mendapatkan sertifikat melakukan praktek mandiri dari
Kolegium Dokter Indonesia.
Tujuh kompetensi/kemampuan
dasar(basic medical doctor) menurut
WFME(World federation for Medical
Education)
yang harus dimiliki oleh seorang dokter setelah selesai menjalani pendidikannya
adalah sebagai berikut:
1)
Ketrampilan komunikasi efektif
2)
Keterampilan klinik dasar
3)
Keterampilan
menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan
epidemiologi dalam praktik kedokteran.
4)
Keterampilan
pengelolaan masalah kesehatan pada indivivu, keluarga ataupun masyarakat denga
cara yang komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinasi dan bekerja sama
dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer.
5)
Memanfaatkan,
menilai secara kritis dan mengelola informasi.
6)
Mawas diri dan
mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat.
7)
Menjunjung tinggi
etika, moral dan profesionalisme dalam praktik.
Organisasi profesi
yang menjadi wadah bagi profesi dokter adalah IDI (Ikatan Dokter Indonesia).
b.
Paradigma Pendidikan Dokter
Bakordik UNS- RSUD DR. Moewardi (dalam http://fk.uns.ac.id)
menyebutkan bahwa pada penyelenggaraan pendidikan
dokter, fakultas kedokteran menyelenggarakan pendidikan akademik, vokasi dan
profesi. Fakultas memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan non gelar dalam
bentuk pelatihan, short course, dan bentuk lain yang sejenis. Dalam pengelolaan
pendidikan fakultas kedokteran mendorong satuan penyelenggara pendidikan untuk
melaksanakan pendidikan secara terprogram/terstruktur/terstandar nasional dan
internasional dan dievaluasi secara berkala untuk mengembangkan suasana
akademik yang kondusif untuk pencapaian prestasi belajar optimal dan
penyelesaian studi tepat waktu. Fakultas juga mengembangkan sistem yang
mendorong satuan penyelenggara pendidikan untuk bertanggung jawab terhadap
penyelenggara pendidikan secara profesional, terintegrasi, dan akuntabel
menurut standar nasional dan internasional dengan berpedoman kepada peraturan
perundang-undangan.
Paradigma pada pendidikan profesi dokter antara lain:
1.
Kurikulum
yang dikembangakan adalah berbasis kompetensi yang peka terhadap perubahan kehidupan
masyarakat lokal, nasional dan internasional dengan mengedepankan peningkatan
mutu menurut standar nasional dan internasional dan relevansi pembelajaran
berbasis penelitian pada seluruh penyelenggaraan pendidikan.
2.
Fakultas menetapkan kriteria
kompetensi penciri institusi yang dijabarkan secara profesional dan menurut
standar nasional dan internasional oleh satuan penyelenggara pendidikan.
3.
Proses
pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis kompetensi menurut standar
nasional dan internasional dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi untuk menunjang pencapaian kemampuan kognitif,
psikomotor dan efektif sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan oleh program
studi serta memacu perilaku pembelajaran sepanjang hayat (life long learning),
self motivated learning dan self directed learning.
4.
Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan SPICES adalah Student-centered,
Problem-based, Integrated, Community-based, Elective/ Early clinical Exposure,
Systematic.
5.
Profesi
Kedokteran adalah suatu pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan berdasarkan
suatu keilmuan dan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang
berjenjang, serta kode etik yang bersifat melayani masyarakat sesuai UU No. 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
6.
Isi
kurikulum meliputi prinsip-prinsip metode ilmiah, ilmu biomedik, ilmu
kedokteran klinik, ilmu humaniora, ilmu kedokteran komunitas dan ilmu
kedokteran keluarga yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter.
7.
Pada
tahap sarjana kedokteran model pembelajaran menggunakan Problem Based Learning
dan pada tahap profesi dokter menggunakan Problem Solving/ bed site teaching.
Untuk memberikan pembelajaran klinik seawal mungkin (Early clinical Exposure)
pada tahap sarjana kedokteran digunakan model pembelajaran Laboratorium
Ketrampilan Klinik (skills lab).
c.
Kode Etik Profesi
Dokter
1.
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak
boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mangakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
Artinya
dokter mempunyai kebebasan dan kemandirian (tidak didiskriminasi) dalam
menjalankan profesinya, tidak ada pihak lain yang memaksakan kehendaknya kepada
dokter.
2.
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang
bersifat memuji diri.
Artinya
dokter tidak boleh bersikap sombong terhadap keberhasilan yang telah
diperolehnya, tetapi ia harus mempunyai kepribadian yang rendah hati.
3.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan
pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam
penyakit tersebut.
4.
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar
senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat
dan atau dalam masalah lainnya.
Artinya
dokter tidak melarang pasiennya berkomunikasi dengan keluarganya, dokter tidak
mengambil keputusan tanpa persetujuan dari keluarga pasien.
5.
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal.
Artinya
dokter tidak boleh bertindak sesuka hatinya memberikan data pribadi pasiennya
kepada pihak lain yang sama sekali tidak berwenang mengetahuinya.
3.
Bidan
a. Pengertian Bidan
Berdasarkan Kepmenkes 369 tahun 2007 bidan adalah "seorang perempuan yang lulus dari
pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah
Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk
diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan
praktik kebidanan”.
Dikti (dalam http://www.hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/19.4.3-DRAF-STANDAR-PENDIDIKAN-PENDIDIKAN-PROFESI-KEBIDANAN-12-SEPT-2012.pdf)
menyebutkan bahwa model kurikulum yang digunakan dalam pendidikan profesi bidan adalah model kurikulum berbasis kompetensi
yang dilakukan dengan pendekatan terintegrasi baik horizontal maupun vertikal,
serta berorientasi pada asuhan kebidanan pada individu, keluarga dan
masyarakat.
Isi Kurikulum pendidikan
kebidanan antara lain:
1) Isi kurikulum meliputi prinsip-prinsip metode
ilmiah dari 10 kompetensi utama asuhan kebidanan sesuai Standar Kompetensi
Bidan.
2)
Prinsip-prinsip
metode ilmiah meliputi metodologi penelitian, filsafat ilmu, berpikir kritis,
biostatistik dan evidence-based practices
3)
Komponen
penting dari setiap kurikulum adalah tersedianya kesempatan bagi mahasiswa
untuk mengadakan kontak efektif secara personal dengan pasien seawal mungkin.
4)
Selama
pembelajaran klinik dimanfaatkan untuk mempelajari 10 asuhan Sesuai Kompetensi
Bidan.
Dibawah
ini adalah area kompetensi bidan Indonesia meliputi :
Area
Kompetensi 1 : Etik legal dan
keselamatan pasien
Area
kompetensi 2 : Komunikasi efektif
Area
kompetensi 3 : Profesionalisme dan
pengembangan diri
Area
kompetensi 4 : Landasan ilmiah praktek
kebidanan
Area
kompetensi 5 : Keterampilan klinis dalam
praktik kebidanan
Area
kompetensi 6 : Promosi kesehatan dan
konseling
Area
Kompetensi 7 : Manajemen, kepemimpinan,
dan kewirausahaan.
(Kepmenkes
369 tahun 2007)
Organisasi Profesi Bidan adalah IBI yaitu Ikatan Bidan
Indonesia yang diakui secara sah sebagai
organisasi yang berbadan hokum dan tertera dalam lembaga Negara nomor :
J.A.5/927 (Departemen Dalam Negeri) dan pada tahun 1956 IBI diterima sebagai
anggota ICM (International Confederation
of Midwives).
b.
Kode Etik Profesi Bidan
Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia adalah merupakan suatu
ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu
disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang
memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi. Dibawah
ini adalah kode etik bidan Indonesia yang tertuang dalam Kepmenkes
369/MENKES/SK/III/2007 :
a.
Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
Kewajiban untuk memprioritaskan
kebutuhan dan menghormati hak-hak klien, serta menghormati norma yang berlaku
dimasyarakat.
1) Setiap bidan yang menjalankan
tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai
dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
2) Setiap bidan dalam menjalankan
tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat
dengan indentitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya.
b.
Kewajiban bidan terhadap tugasnya
Kewajiban untuk menyediakan
asuahan bagi perempuan dan keluarga yang sesuai dengan kompetensi bidan,
melakukan konsultasi dan rujukan ketika klien membutuhkan asuhan diluar
kompetensi bidan dan menjaga kerahasiaan informasi klien untuk melindungi hak
pribadi, kecuali bila diminta oleh pengadilan.
c.
Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
Kewajiban mendukung sejawat dan profesi kesehatan lainya
1)
Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi
2)
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainya.
d.
Kewajiban bidan terhadap profesinya
Kewajiban untuk menjaga nama baik
dan menjungjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat
e.
Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah
air
Kewajiban berpartisipasi dalam
melaksanakan kebijakan pemerintah, terutama kesehatan ibu dan anak, termasuk
kesehatan keluarga dan masyarakat.
c.
Paradigma
Pendidikan Bidan
Dikti
(dalam www.hpeq.dikti.go.id) menyebutkan bahwa komponen
paradigma kebidanan yaitu sebagai berikut:
1.
Manusia, perempuan sebagaimana halnya
manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio-kultural yang utuh dan unik, mempunyai
kebutuhan dasar yang unik dan bermacam-macam, sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
2.
Lingkungan, lingkunagn merupakan semua yang
terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktivitasnya, baik
lingkungan fisik, psikososial, biologis maupun budaya.
3.
Perilaku, perilaku merupakan hasil dari
berbagai pengalaman secara interaksi manusia dengan lingkungannya, yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
4.
Pelayanan
Kebidanan,
pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan
kewenangan yang diberikan dengan meksud meningkatkan kesehatan ibu dan anak
dalam rangka tercapainya keluarga berkualitas, bahagia dan sejahtera.
Sistem
penyelenggaraan pendidikan kebidanan adalah suatu kesinambungan yang
berkualitas sejak input (raw input dan instrumental input), proses, output, dan
outcome. Raw input pendidikan bidan adalah peserta didik dengan karakteristik
khusus untuk dapat menjalankan peran dan tugasnya dengan. Instrumental input
terdiri dari beberapa komponen tenaga pendidik, fasilitas, budget, policy dan
kurikulum yang digunakan. Instrumental input adalah komponen yang mempengaruhi
proses / kegiatan pembelajaran. Komponen proses adalah seluruh kegiatan
pembelajaran yang dirancang secara sistematis untuk penguasaan suatu kompetensi
yang disyaratkan sebagai bidan. Komponen proses terdari dari aktifitas
pembelajaran, penelitian, pengabdian masyarakat dan student affairs.
Komponen output adalah luaran dari proses. Komponen outcome adalah kemampuan
yang digambarkan/ kinerja dalam memberikan pelayanan.
Di
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan bidan juga terdapat standar isi,
standar proses, standar keompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, Standar Pengelolaan Pendidikan,
standar penbiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan.
Untuk
mencapai standar proses, digunakan Pendekatan Pembelajaran SPICES (Student
Centered, Problem-Based, Integrated, Community Oriented, Early Exposure to
Clinic, dan Systematic ) sebagai berikut:
a. Student
Centered, pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan
rambu-rambu satuan kredit semester (SKS) terbalik, yaitu mendahulukan kegiatan
Mandiri dengan menggunakan modul, kemudian kegiatan terstruktur dalam bentuk
tutorial dalam Small Group Discussion, dan kegiatan Tatap Muka dalam bentuk
Kuliah Pakar untuk mengklarifikasi, mensintesis, meresume, dan menyimpulkan
hasil-hasil belajar yang dipandang perlu sesuai dengan Tujuan Pendidikan.
b. Problem-Based,
mahasiswa akan mengenal real setting lebih awal dan karenanya akan lebih siap
ketika memasuki lapangan kerja. Dengan pendekatan Integrated, diharapkan
kompetensi dapat dicapai dengan mengintegrasikan pengalaman belajar kognitf,
psikomotor, dan afektif untuk diperolehnya pengalaman belajar yang holistik dan
komprehensif.
c. Community
Oriented, pembelajaran kompetensi pelayanan kesehatan dalam
berbagai setting komunitas akan menjadi lebh kontekstual.
d. Early
Exposure to Clinic, akan : a) meningkatkan motivasi
belajar mahasiswa pendidikan kebidanan , b) memungkinkan pembelajaran akan
lebih efektif dan efisien karena terjadi integrasi vertikal antara basic
science dan clinical practice, dan c) meningkatkan kemampuan clinical
reasoning-clinical judgment, antara teori yang dipelajari dengan sindroma,
simptoma, serta kondisi klinis pasien yang dihadapi.
e. Systematic
mahasiswa memperoleh kompetensi pengembangan diri dengan memiliki kemampuan
learning how to learn sebagai modal dalam belajar sepanjang hayat.
4.
Akuntan
a. Pengertian Akuntan
Seorang
akuntan adalah praktisi akuntansi, yang merupakan ahli pengukuran, pengungkapan
atau pemberian kepastian mengenai informasi keuangan yang membantu manajer,
investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain membuat keputusan alokasi
sumber daya.
Kurikulum
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) sebagian besar berisikan materi yang berupa
aplikasi dari suatu konsep atau teori dalam dunia praktik akuntansi yang tidak
diberikan pada jenjang Strata-1 Akuntansi. Penyusunan kurikulum PPA juga
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan pengguna jasa akuntan. Kurikulum PPA akan
dievaluasi secara periodik oleh IAI-KERPPA agar dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan lingkungan-nya.
Organisasi profesi Akuntan adalah IAI
(Ikatan Akuntan Indonesia) yang didirikan pada tanggal 23 Desember 1957.
b. Paradigma Pendidikan Akuntan
Dengan adanya perubahan era globalisasi mendorong perubahan penekanan
dalam strategi proses pendidikan dan pengajaran akuntansi yang harus dirubah
dari knowledge acqusitions ke learning to learn untuk
menghasilkan sarjana akuntansi yang memiliki ketrampilan / skill dalam
bidang akuntansi, komunikasi, negosiasi, intelektual, manajemen dan organisasi,
atribut personel, yang kesemuanya itu relevan dengan tuntutan para konsumen
atau pihak yang berkepentingan (stakeholders pendidikan akuntansi. )
atas outcome. Sehingga setelah seorang mahasiswa akuntansi lulus, akan memiliki
integritas yang tinggi dengan tidak meninggalkan aspek etika dan moral. namun
di Indonesia sendiri, unsur etika dan moral masih minim diterapkan dalam proses
pembelajaran karena masih dominannya pendekatan mainstream akuntansi
positif yang diajarkan di Perguruan Tinggi. Dalam mainstream ini hanya
ditujukan untuk menyiapkan mahasiswa dan civitas akademik untuk bisa akses ke
pasar global yang menjadi tuntutan utama saat ini dan hanya berorientasi pada
pemenuhan pasar tenaga kerja semata tanpa memasukkan nilai etika dalam sistem
pendidikan.
c. Kode Etik Akuntan
Kode etik akuntan
Indonesia antara lain:
1.
Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya, bekerja sama dengan sesama
anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan
masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya
sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
2.
Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukan komitmen atas profesionalisme. Profesi akuntan memegang peran yang
penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari
klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
3.
Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari
timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji
keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara
lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia
penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja
dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.
4.
Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi.Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
5.
Arsitek
a. Pengertian Arsitek
Seorang
arsitek adalah orang yang terlatih dalam perencanaan, desain dan pengawasan
konstruksi bangunan, dan izin untuk praktek arsitektur.
Penyelenggaraan
Program Studi Magister Arsitektur dilaksanakan berdasarkan SK. Menteri
Pendidikan Nasional cq. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor
2336/D/t/2008 dan diperpanjang dengan izin penyelenggaraan program studi No.
8801/D/T/K-X.2011. Maksud dari penyelenggaraan program studi megister
Arsitektur adalah untuk mempersiapkan secara akademik tenaga ahli professional
yang memiliki kapasitas dan kemampuan yang tinggi dalam lingkungan binaan pada
masa yang akan datang akan semakin kompleks terutama sejak lahirnya
Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 1999, tentang jasa konstruksi. selanjutnya
dalam hal kualitas pembangunan sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang RI No
28 tahun 2002, dibidang arsitektur diperlukan arsitek sebagai ahli yang diakui
secara professional.
Kurikulum di
jurusan arsitektur juga mengacu pada peraturan Menteri tersebut diatas yang
terdiri dari:
» Kurikulum
inti merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang harus dicakup dalam
suatu program yang dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku secara nasional.
» Kurikulum
institusional, merupakan sejumlah bahan kajian dan pelajaran yang merupakan
bagian dari kurikulum pendidikan tinggi, terdiri atas tambahan dari kelompok
ilmu dalam kurikulum inti yang disusun dengan memperhatikan keadaan dan
kebutuhan lingkungan serta ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan.
Perlunya
pendidikan profesi bagi arsitek lulusan strata 1 (SI) dilakukan oleh organisasi
profesi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) sejak tahun 1996. Pendidikan Profesi
Arsitek mempunyai beban studi 20 sks - 24 sks dan dijadwalkan untuk 2 (dua)
semester. Kurikulum disusun untuk dapat memenuhi 37 butir kriteria lulusan
pendidikan yang dipersyaratkan oleh IAI.
b. Paradigma Pendidkan Arsitek
Perkembangan perancangan arsitektur sejak era
pra-klasik dan sesudahnya mempelihatkan adanya pergeseran dalam essensi
paradigmanya. Pada era peradaban kuno (ancient world) konsep arsitekturnya
mendasarkan inspirasinya dari alam semesta yang berkaitan dengan nilai-nilai
kosmos dan mitos. Pada era kebesaran arsitektur Klasik Eropa
(Yunani–Romawi–Renaissance) paradigma arsitekturnya sangat dititikberatkan pada
estetika bangunan. Proporsi, simetri, geometri dan ornamentasi merupakan
sasaran essensial dalam konsepnya, sedangkan aspek struktur dan fungsi berperan
minor. Dengan munculnya gerakan arsitektur modern yang melawan kemapanan
arsitektur klasik eropa yang doktriner, konsep arsitekturnya bergeser lagi
dalam paradigmanya. Perancangan modern mendasarkan pemikiran perancangannya
pada paradigma Rasionalisme dimana pertimbangan-pertimbangan perancangannya
berdasarkan pada logika dan rasio, menggunakan teknologi baru dan aspek-aspek
struktur serta fungsi menjadi dominan.
Sementara estetika mendapat interpretasi baru dengan mengutamakan
ekspresi sistem bangunan, struktur dan fungsi. Penyelesaian façade dengan
garis-garis linier dan bentuk kotak. Assosiasi dengan konteks terabaikan dan
eksesnya melahirkan konsep bentuk yang universal.
Dilihat dari segi aspek “formalisme”,
jelaslah bahwa pendidikan arsitektur bukanlah mengajarkan tentang prototip
bangunan kepada mahasiswa sambil mengatakan “ tipe bangunan inilah yang terbaik
yang patut ditiru”. Pemaksaan seperti ini secara samar terlihat dalam praktek
studio merancang arsitektur. Pendidikan arsitek adalah pendidikan kreatip
dan inovatif. Revolusi industri, dan industri moderen sebenarnya ingin ditiru
oleh kelompok moderenis arsitektur. Banyak buku-buku arsitektur yang
membicarakan tentang standar, preseden maupun tipologi bangunan. Namun dalam
kenyatannya kaum moderenis arsitektur telah gagal baik dari segi konsep maupun
prakteknya untuk mementingkan fungsi maupun konsep teknologi yang standar bagi
bangunan. Disamping itu kemajuan teknologi telah memangkas sedemikan banyak
jam kerja, maupun tenaga ahli yang diperlukan dibidang
arsitek. Dalam kondisi seperti ini, arsitek abad 21 seharusnya memiliki visi
tentang peran maupun tugasnya sebagai perencana bangunan. Impian-impian yang
terlalu jauh, akan menyebabkan arsitek menjadi pengkhayal yang tidak berpijak
pada kenyataan. Namun bekerja seperti mesin juga tidak manusiawi,
tidak ada istilah otomatis dalam pekerjaan arsitek, sebab semuanya berlangsung
secara bertahap. Visi yang dimiliki arsitek haruslah mengandung dua hal
yang mungkin bertentangan yaitu dia bersifat lokal karena dia
berpijak di atas kepentingan lingkungannya, namun juga bersifat
global karena memilki hubungan internasional, dan memiliki visi tentang
hal-hal yang diinginkan budaya manusia secara global. Tidak heran jika, arsitek
Thailand yang Budha, justru desainnya banyak dipuji dan dipakai
oleh orang Islam di Malaysia. Jadi visi yang dimiliki arsitek yang
konservatif, tidak akan terpakai dalam pergaulan global.
IkatanArsitek Indonesia (IAI) atau dalam bahasa Inggris Indonesian
Institute of Architect) adalah organisasi
profesi arsitek di Indonesia.
Kantor sekretariatnya terletak di Jakarta Design Center, Slipi, Jakarta.
c.
Kode Etik Profesi Arsitek
Kode
etik profesi arsitek, meliputi:
1)
Proses
pendidikan, pengalaman, dan peningkatan ketrampilan yang membentuk kecakapan
dan kepakaran dinilai melalui pengujian keprofesian di bidang arsitektur. Hal
itu dapat memberikan penegasan kepada masyarakat, bahwa seseorang bersertifikat
keprofesian arsitek dianggap telah memenuhi standar kemampuan memberikan
pelayanan penugasan profesionalnya di bidang arsitektur dengan sebaik-baiknya.
2)
Para
arsitek memiliki kewajiban
kemasyarakatan untuk mendalami semangat dan inti hukum–hukum serta peraturan terkait, dan bersikap mendahulukan kepentingan masyarakat umum.
3)
Arsitek
selalu menunaikan penugasan dari
pengguna jasa dengan seluruh kecakapan dan kepakaran yang dimilikinya dan
secara profesional menjaga kemandirian
berpikir dan kebebasan bersikap.
4)
Arsitek
berkewajiban menjaga dan menjunjung tinggi integritas dan martabat
profesinya dan dalam setiap keadaan bersikap menghargai dan menghormati
hak serta kepentingan orang lain.
5)
Kewajiban
terhadap teman sejawat atas dasar semangat
kesejawatan, arsitek wajib saling mengingatkan dengan cara
silih asih, asuh, dan asah.
6.
Perawat
a. Pengertian
Perawat
Perawat
adalah pekerja kesehatan profesional yang bekerja sama dengan anggota lain dari
tim perawatan kesehatan, bertanggung jawab untuk pengobatan, keselamatan, dan
pemulihan akut atau kronis orang sakit, promosi kesehatan dan pemeliharaan
dalam keluarga, komunitas dan populasi, dan pengobatan keadaan darurat yang
mengancam nyawa dalam berbagai macam pengaturan perawatan kesehatan.
Program
pendidikan profesi perawat disebut dengan Ners. Program pendidikan Ners menghasilkan
perawat ilmuwan (Sarjana Keperawatan) dan
Profesional (Ners =
“First professional
Degree”) dengan sikap, tingkah laku, dan kemampuan professional, serta
akuntabel untuk melaksanakan asuhan/praktik keperawatan dasar (sampai dengan
tingkat kerumitan tertentu) secara mandiri. Program pendidikan Ners memiliki landasan keilmuan yang kokoh
dari pada lulusan D-III Keperawatan serta memiliki landasan keprofesian yang
mantap sesuai dengan sifatnya sebagai pendidikan profesi. Tetapi, untuk lulusan
S1 Keperawatan tanpa mengikuti profesi Ners, adalah orang yang berkemampuan
akademik sebagai sarjana keperawatan tetapi tidak memiliki kewenangan melakukan
praktik keperawatan atau melakukan kegiatan pada bidang non keperawatan.
Sedangkan lulusan Serjana keperawatan+Ners adalah seseorang tenaga profesional
berkemampuan dan berwenang melakukan pekerjaan dibidang pelayanan dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan kesehatan.
Kurikulum
pendidikan tinggi keperawatan disusun berlandaskan pada kerangka yang kokoh,
yang mencakup:
a. Penguasaan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Keperawatan
Program pendidikan keperawatan harus dilaksanakan sesuai dengan
perkembangan zaman serta dunia keperawatan sehingga memungkinkan peserta didik
memahami dan menguasai IPTEK keperawatan sesuai dengan tuntutan profesi
keperawatan (standar professional) dan mengembangkan IPTEK keperawatan.
b. Menyelesaikan Masalah Secara
Ilmiah
Pengalaman belajar pada pendidikan tinggi keperawatan, terintegrasi
sepenuhnya dalam penumbuhan dan binaan peserta didik untuk memecahkan masalah
secara ilmiah, dan penalaran ilmiah seperti studi kasus.
c. Sikap dan Tingkah Laku
Profesional
Sebagai perawat professional
maka perawat harus memiliki kemampuan:
2) Intelektual, pengetahuan teoritik yang mantap dan
kokoh dari berbagai ilmu dasar serta ilmu keperawatan sebagai landasan untuk
melakukan pengkajian, menegakkan diagnostik, menyusun perencanaan dan
memberikan asuhan keperawatan yang lainnya.
3) Teknikal, melaksanakan ASKEP dengan
memperhatikan perkembangan pelayanan dan program pembangunan kesehatan seiring
dengan perkembangan IPTEK bidang kesehatan/keperawatan serta diperlukan proses
pembelajaran baik institusi pendidikan maupun pengalaman belajar klinik di
rumah sakit dan komunitas.
4) Interpersonal dan moral, Pelayanan kesehatan
dihadapkan pada suatu dilema, di satu sisi harus mengepankan kepedulian
terhadap sesama serta meningkatkan mutu asuhan kesehatan disertai dengan sikap
ramah tamah, murah senyum, empati dan sebagainya.
d. Belajar Aktif dan Mandiri
Segala bentuk pengalaman belajar dikembangkan dan dilaksanakan dengan
berorientasi pada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan belajar aktif dan
mandiri. Seperti pemecahan masalah dengan diskusi atau studi kasus.
e. Pendidikan Berada di
Masyarakat
Yaitu dengan pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar
lapangan (PBL) yang diharapkan setelah pembelajar tersebut peserta didik mampu
mengambil keputusan, sesuai dengan penalaran ilmiah dan etik keperewatan dari
masalah-masalah yang nyata.
Proses dan Metode Pembelajaran Pendidikan
Keperawatan, yaitu:
1) Pembelajaran Praktikum
(LAB),menungkinkan peserta didik belajar sambil melakukan
sendiri.
2) Problem Based Learning
(PBL), proses pembelajaran
mengidentifikasi suatu masalah, baik
yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus.
3) E-Learning dalam
Keperawatan, bentuk pembelajaran dengan menggunakan media internet, atau media jaringan computer lain.
Organisasi profesi perawat yaitu Persatuan Perawat Indonesia
(PPNI) yang didirikan pada tanggal 17 Maret 1974 dan merupakan gabungan dari
berbagai organisasi keperawatan pada saat itu.
b. Paradigma Keperawatan
Pandangan
global yang dianut oleh kelompok ilmiah (keperawatan)
atau hubungan berbagai teori
yang membentuk suatu susunan dan
mengatur hubungan antara teori tersebut guna mengembangkan model
konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja
keperawatan.
Konsep
Paradigma Keperawatan
1. Keperawatan
Keperawatan
merupakan
suatu
bentuk
layanan
kesehatan
profesional yang merupakan
bagian integral dari
layanan
kesehatan
didasarkan
pada
ilmu
dan
kiat
keperawatan.
Dalam hal keperawatan, seorang perawat memberikan layanan kesehatan, memberikan
bantuan yang
paripurna dan efektif kepada klien, membantu klien (dari level individu hingga
masyarakat), dan melaksanakan intervensi keperawatan (promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif).
Keperawatan sebagai ilmu dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu:
·
Ilmu keperawatan dtinjau dari sudut filsafat ilmu (pilosophy of science) bahwa ilmu
keperawatan mempunyai pengertian, falsafah, sejarah, tujuan, penerima layanan keperawatan,
fokus keperawatan, objek formal, objek materi. Objek materi ilmu keperawatan
adalah manusia yang tidak dapat berfungsi secara sempurna dalam kaitannya
dengan kondisi kesehatan dan proses penyembuhan secara holistik. Titik fokus
dalam keperawatan adalah respon manusia terhadap ketidakseimbangan yang dapat
ditangani dengan ASKEP.
·
Ilmu keperawatan dtinjau dari cara pengetahuan
diperoleh dan disusun (epistemologi). Untuk mengembangkan ilmu keperawatan
dibutuhkan ilmu lain sebagai pembentuk body
of knowledge ilmu keperawatan antara lain: (1) kelompok ilmu humaniora,
metodologi, hukum dan etika; (2) kelompok ilmu alam dasar (biofisika, kimia,
biologi); (3) kelompok ilmu perilaku yang mencakup psikologi; (4) kelompok ilmu
sosial (sosiologi, antropologi, demografi dan politik); (5) kelompok ilmu
biomedik (anatomi, fisiologi, biokimia, patofisiologi, farmako dll); (6)
kelompok ilmu kesehatan masyarakat; dan (7) kelompok ilmu kedokteran klinik
(penyakit syaraf, kulit dll).
·
Ilmu keperawatan ditinjau dari nilai yang terkait
dengan pengetahuan (aksiologi), meliputi: (1) aplikasi asas moral dari ilmu
keperawatan adalah tanggung jawab profesional terhadap klien, masyarakat dan
Tuhan YME; (2) asas moral yang terkandung dalam ilmu keperawatan
dimanifestasikan kedalam kode etik keperawatan; (3) kode etik keperawatan.
2. Klien/Manusia
Manusia dari
sudut pandang keperawatan adalah sebagai makhluk unik yang mempunyai respon berbeda pada
setiap individu dengan stimuli yang sama; sebagai system adaptif yang dinamis dengan
berbagai subsistem
maupun suprasistem untuk mempertahankan keseimbangan; sebagai makhluk holistic
yang meliputi bio-psiko-sosio-spiritual-kultural. Manusia sebagai klien dalam layanan keperawatan di bagi menjadi empat
yaitu individu, keluarga, masyarakat, dan manusia dengan kebutuhan dasarnya.
a. Individu yaitu manusia sebagai
kesatuan yang utuh dari aspek bio-psiko-sosio-kultural-spritual yang mempunyai
kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurang kemauan menuju
kemandirian.
b. Keluarga merupakan unit utama
suatu kelompok yang saling berkaitan dalam pengambil keputusan dan perantara
yang efektif.
c. Masyarakat merupakan sebuah
interaksi antara manusia dan lingkungan yang terdiri atas individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas yang mempunyai tujuan dan norma sebagai sistem nilai.
d. Manusia dengan kebutuhandasarnya, menurut Maslow kebutuhan manusia dapat
digambarkan dalam sebuah piramida yaitu
|
3. Sehat – sakit
Sehat adalah kondisi yang normal danalami, sehinggasegala yang
tidak normal dan bertentangan dengan alam dianggap sebagai kondisi yang tidak
sehat
dan
harus
dicegah.
Sakit adalah keadaan tidak normal/tidak sehat yang dialami seseorang
yang menyebabkan ketidak seimbangan fungsi normal tubuh manusia dengan adnya
tanda dan gejalanya.
4. Lingkungan
Lingkungan
dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan fisik dan non-fisik. Lingkungan fisik
yaitu lingkungan
alam yang terdapat
disekitar
manusia (cuaca, musim,
geografis ). Lingkungan non-fisik yaitu lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi antarmanusia (sosial-budaya, norma, nilai,
adatistiadat )
c. Kode Etik Keperawatan
Kode
etik keperawatan Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia, melalui Munas PPNI di Jakarta pada tanggal 29
November 1989 yaitu:
1) Perawat dalam
melaksanakan kewajibannya bagi orang seorang, keluarga dan masyarakat
senantiasa dilandasi dengan rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur perawatan, artinya perawat dalam melaksanakan tugasnya tidak
memikirkan imbalan yang akan diperolehnya.
2) Perawat
wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan yang
dipercayakan kepadanya, artinya perawat tidak boleh teledor ataupun memberikan
rahasia pasien kepada pihak yang tidak berwenang.
3) Perawat
tidak akan mempergunakan pengetahuan dan keterampilan perawatan untuk tujuan
yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan, artinya perawat tidak
menyalahgunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mencelakakan pasiennya.
4) Perawat
selalu berusaha meningkatkan kemampuan profesional secara sendiri-sendiri dan
atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan perawatan, artinya walaupun ia
telah berprofesi sebagai perawat namun ia tetap harus belajar ( belajar
sepanjang hayat) untuk meningkatkan profesionalitasnya.
7.
Apoteker
e. Pengertian
Apoteker
Apoteker
adalah tenaga kesehatan yang mempraktekkan ilmu farmasi. Materi yang diajarkan
dalam pendidikan profesi apoteker adalah materi tentang hal-hal yang berkaitan
dalam bidang kesehatan terutama farmasi, kegiatan perkuliahan juga mengharuskan
agar peserta didik tidak hanya belajar di ruang/kampus tetapi juga terjun
langsung ke lapangan/praktek langsung di lapangan.
Berdasarkan
Surat Keputusan Bersama Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) dan Asosiasi
Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) Tentang Program Pendidikan Profesi
Apoteker (P3A) Pasal 1 point 3 dijelaskan bahwa Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia (selanjutnya disebut ISFI) adalah satu-satunya Organisasi Profesi Kefarmasian
yang meghimpun Sarjana Farmasi dan Apoteker di Indonesia yang ditetapkan dengan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 41846/KMB/121.
f. Paradigma Apoteker
Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasiaan. Selama
melakukan pendidikan profesi, sebagai mahasiswa akan mendapatkan tugas untuk
melakukan praktek kerja apoteker yang dilakukan di antara lain: praktek kerja
profesi apoteker di apotek, praktek kerja profesi apoteker di rumah sakit,
praktek kerja profesi apoteker di industri farmasi, dan praktek kerja profesi
apoteker di lembaga pemerintah.
Seorang apoteker profesional
setelah menjalankan pendidikan profesi apoteker akan mendapatkan surat-surat,
antara lain: Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) yang merupakan bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada apoteker yang telah di registrasi.
Untuk mendapatkan surat ini maka seorang apoteker harus memenuhi persyaratan
yaitu: memiliki ijazah apoteker, memiliki kompetensi profesi mempunyai
surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker; mempunyai surat
keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
dan membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi, setelah diregistrasi apoteker akan mendapatkan Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK), lalu apoteker akan
mendapatkan surat lanjutan agar dapat menjalankan pekerjaannya pada apotek atau
instalasi farmasi rumah sakit yaitu Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) dan
mendapatkan surat lain agar apoteker dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian
pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi yaitu Surat Ijin Kerja (SIK).
Dalam menjalankan tugasnya, seorag
apoteker harus mampu menyimpan rahasia yaitu rahasia kedokteran dan rahasia
kefarmasian. Rahasia kedokteran berkaitan dengan praktek kedokteran yang tidak
boleh dikatehui umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan
rahasia kefarmasian adalah pekerjaan kefarmasian yang menyangkut proses
produksi, proses penyaluran, dan proses pelayanan dari sediaan farmasi yang
tidak boleh diketahui umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedua
rahasia itu hanya dapat dibuka untuk kepentinga pasien, memnuhi permintaan
hakim, permintaan pasien itu sendiri atau berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.
g. Kode Etik Apoteker
Kode
etik apoteker yaitu sebagai berikut:
1. Setiap
Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai Kompetensi Apoteker
Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh kepada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
2. Setiap
Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan dibidang farmasi pada khususnya, artinya apoteker harus mengikuti
perkembangan kesehatan baik di dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan
profesionalnya.
3. Didalam
menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian, artinya apoteker harus ikhlas dalam menjalankan tugasnya.
4. Seorang
Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan
masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup
insani, artinya apoteker harus mengabdi kepada
masyarakat dibanding mendahulukan kepentingan pribadi apoteker.
8.
Advokat
a. Pengertian
Advokat
Pengacara atau advokat atau kuasa hukum dalam praktik dikenal juga dengan
istilah Konsultan Hukumdapat
berarti seseorang yang melakukan
atau memberikan nasihat (advis) dan pembelaan “mewakili” bagi
orang lain yang berhubungan (klien) dengan penyelesaian suatu kasus hukum.
Pendidikan Khusus Profesi Advokat
(PKPA) adalah pendidikan profesi yang merupakan satu syarat untuk menjadi
advokat. PKPA ini bertujuan untuk menciptakan advokat-advokat yang berperilaku
baik, jujur, bertanggung jawab, adil dan mempunyai integitas yang tinggi.
Ada banyak jenis organisasi advokat di Indonesia, namun satu-satunya
organisasi advokat yang diakui dan didirikan berdasarkan Undang-undang No. 18
Tahun 2003 tentang Advokat adalah Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Oleh
karenanya PERADI adalah satu-satunya lembaga yang berwenang melaksanakan PKPA.
b.
Kode
Etik Profesi Advokat
Kode
etik profesi advokat, antara lain:
1)
Advokat tidak dibenarkan memberikan
keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya,
artinya advokat bersikap jujur terhadap kliennya.
2)
Dalam menentukan besarnya honorarium
Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien, artinya advokat tidak
mementingkan keuntungan pribadi yang akan menyulitkan kliennya.
3)
Hubungan antara teman sejawat Advokat
harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling
mempercayai, artinya walaupun advokat lain menjadi rivalnya dalam suatu kasus,
advokat tidak boleh bertindak yang tidak bernorma kepada rivalnya tersebut.
4)
Dalam perkara perdata yang sedang
berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan
Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat, termasuk surat yang
bersifat “ad informandum” maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat
tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan,
artinya advokat harus berlaku baik dan tidak melakukan penyalahgunaan
profesinya agar kliennya menang.
5)
Advokat bebas mengeluarkan
pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang pengadilan
dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya baik
dalam sidang terbuka maupun dalam sidang
tertutup.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan profesi yaitu
pendidikan yang disiapkan pada pendidikan tinggi khusus diatas D4 atau S1.
Pendidikan profesi ini menekankan pada segi aplikasi dengan kajian analisis dan
pemecahan masalah.
Landasan pendidikan profesi antara lain UU Nomor 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas yang tercantum beberapa pasal, Peraturan
Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi.
Tujuan
pendidikan profesi antara lain yaitu: 1) Menghasilkan calon pemegang jabatan
profesi yang memiliki ideologi profesional, terutama kaitannya dengan pemahaman
tentang praktek yang baik dan pelayanan, 2) Menyediakan calon praktisi dengan
pengetahuan dan keterampilan yang cukup, atau praktisi lanjut dengan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan, untuk masuk atau untuk melanjutkan
profesi, 3) Menghasilkan praktisi yang mampu mengembangkan dan meningkatkan
kesadaran kritisnya, 4) Mencapai tingkat kompetensi yang diperlukan termasuk
bertanggungjawab dalam praktek profesional.
Di
Indonesia banyak sekali profesi, perlu diingat setiap profesi merupakan
pekerjaan (okupasi) namun setiap pekerjaan belum tentu profesi. Profesi di
Indonesia antara lain guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker,
arsitektur, advokat dan lain-lain. Setiap profesi mempunyai organisasi profesi
dan kode etik profesi yang merupakan pedoman bagi setiap anggota profesi yang
bersangkutan.
B.
SARAN
Bagi setiap orang yang mempunyai profesi hendaknya
berperilaku sesuai dengan kode etik profesinya baik dalam menjalankan profesi
secara formal maupun ketika bergaul dengan teman seprofesinya dan masyarakat
pengguna jasa profesi
STUDI
KASUS
Pelanggaran
Kode Etik Profesi
Setiap profesi di Indonesia,
pastilah mempunyai organisasi profesi serta kode etik yang mengatur perilaku
anggota profesinya. Anggota profesi seyogyanya tahu makna yang terkandung dalam
kode etik tersebut, namun tak dipungkiri setiap profesi pasti terdapat kasus
pelanggaran kode etik. Kita ambilkan contoh profesi dokter, dokter jaga
meninggalkan rumah sakit yang berakibat meninggalnya pasien. Begitu juga dengan
profesi-profesi lainnya. Namun, dalam studi kasus ini, yang akan lebih disorot
mengenai pelanggaran kode etik guru.
Guru adalah profesi yang mulia. Guru mendidik, mengajar dan membina murid
hingga mereka dari yang sebelumnya tidak
bisa menjadi bisa atau dari hal yang tadinya tidak tahu menjadi tahu.Biasanya
untuk menjadi seorang guru harus memenuhi kualifikasi formal yang
ditetapkan.Sebagai seorang guru tentunya mempunyai kode etik yang harus
dipatuhi.
Kasus
pelanggaran kode etik yang sering dilakukan guru antara lain:
a. Guru memposisikan diri sebagai penguasa yang memberikan
sanksi dan mengancam murid apabila melanggar peraturan atau tidak mengikuti kehendak guru.
b. Guru tidak memahami sifat - sifat yang khas /
karakteristik pada anak didiknya.
c. Guru memperlakukan peserta didiknya secara tidak
tepat sehingga membentuk prilaku yang menyimpang.
d. Tidak memahami peserta didiknya sesuai dengan proses
perkembangan anak, sehingga dalam melakukan bimbingan dan pembinaan sering
menimbulkan kecelakaan pendidikan.
e. Guru tidak mampu mengembangkan strategi, metode,
media yang tepat dalam pembelajaran disebabkan tidak memahami tingkah laku
peserta didiknya.
f. Guru tidak
menunjukan kejujuran sehingga tidak pantas untuk ditiru. misalnya :
memanipulasi nilai. mencuri waktu mengajar, pilih kasih.
g. Tidak mengajar sesuai dengan bidangnya sehingga melakukan
kesalahan secara keilmuan.
h. Guru tidak mengkomunikasikan perkembangan anak
kepada orang tua sehingga orangtua tidak tahu kemajuan belajar anak.
i.
Guru tidak
menumbuhkan rasa kepercayaan dan penghargaan atas diri peserta didiknya,
sehingga mematikan kreatifitas si anak.
j.
Hubungan antar
guru yang tidak harmonis. misal : saling menjatuhkan
k. Guru yang melanggar aturan
hukum Indonesia
l.
dan lain-lain
SOLUSI
Solusi yang bisa untuk memecahkan masalah di atas yaitu mengidentifikasi
terlebih dahulu penyebab terjadinya pelanggaran kode etik, selanjutnya
menganalisis penyebab dan menentukan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi
guru, melaksanakan alternatif pemecahan masalah dan mengevaluasinya. Misalnya guru
memposisikan diri sebagai penguasa yang memberikan sanksi dan mengancam murid
apabila melanggar peraturan atau tidak
mengikuti kehendak guru.Solusinya yaitu guru bersama siswa membuat kesepakatan
tata tertib beserta sanksinya yang diberlakukan ketika pembelajaran. Apabila saat pembelajaran berlangsung, siswa
melanggar peraturan tersebut siswa akan menerima konsekuensi dari tindakannya,
sehingga siswa tidak akan merasa dihukum oleh guru.
Guru mempunyai
organisasi profesi yaitu PGRI. Peran PGRI apabila anggotanya melanggar hukum
yaitu apabila pelanggaran hukum masih bisa ditolerir maka PGRI memberikan
bantuan hokum dan memberikan wadah untuk menyelesaikan masalahnya.
Sanksi-sanksi yang di kenakan untuk pelanggaran kode etik guru yaitu:
1. Teguran, teguran ini
dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Penilik Sekolah, dan pejabat lain di
atasnya.
2. Peringatan tertulis
3. Penundaan pemberian hak guru
4. Penurunan Pangkat
5. Pemberhentian dengan hormat
6. Pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru, karena:
»
Melanggar sumpah
dan janji jabatan.
»
Melanggar
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
»
Melalaikan
kewajiban dalam melaksanakan tugas
selama 1 bulan atau lebih secara terus menerus.
DAFTAR
PUSTAKA
Dja’man Satori, dkk. 2008. Profesi Keguruan. Jakarta : Universitas Terbuka
Syaiful Sagala. 2011. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung : Alfabeta
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Jakarta : PT Imtima
Bakordik UNS- RSUD DR. Moewardi. 2013. Pedoman Profesi Dokter 2013. Suarakarta: Universitas Sebelas Maret. Diakses dari http://fk.uns.ac.id pada tanggal 13 Mei 2013
Dikti. 2012. DrafNaskah Akademik Pendidikan Kebidanan. Diakses dari www.hpeq.dikti.go.id pada tanggal 13 Mei 2013
Dikti. 2012. Standar Nasional Pendidikan Profesi Bidan . diunduh dari: http://www.hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/19.4.3-DRAF-STANDAR-PENDIDIKAN-PENDIDIKAN-PROFESI-KEBIDANAN-12-SEPT-2012.pdf.Pada tanggal 15 April 2013
Imron Fauzi. 2011. Profil Prodi Pendidikan Dokter FKIK. Diunduh dari: http://pspd.fkik.uinjkt.ac.id/. Pada tanggal 15 April 2013
Samani, Muchlas, dkk. 2010. panduan Pendidikan Profesi Guru 2010. jakarta: Dikti, Kemendiknas. Diakses dari http://lugtyastyono60.files.wordpress.com pada tanggal 13 Mei 2013.
File Word dapat diunduh DI SINI
iJIN UNDUH...
BalasHapusTerimakasih Sangat bermanfaat jangan lupa kunjungi blog saya WWW.TEKNOPASSTER.COM
BalasHapus