MAKALAH
MANAJEMEN KELAS BAGI GURU PEMULA
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Kelas
Dosen Pengampu: Dr.
Rokhmaniyah, M.Pd.
Disusun oleh :
1.
May Winarsih (K7110542)
2.
Meyliani Wiguna (K7110543)
3.
Sofia Apriyati (K7110563)
4.
Tri Susanti (K7110572)
Kelompok 6 / V
B
PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Kedudukan guru sebagai tenaga
profesional berfungsi untuk: (1)
meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran, dan
(2) meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab (UU No 20 tahun 2003
pasal 3). Oleh karena itu, guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan
yang sangat strategis dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan.
Mengingat peran
guru yang sangat strategis dalam pembangunan pendidikan, maka seorang guru
harus dipersiapkan secara matang. Persiapan tersebut harus dilakukan secara
berkesinambungan mulai dari saat belajar di perguruan tinggi, pendidikan
profesi guru, sampai menjadi guru yang
ditugaskan di satuan pendidikan. Sejalan dengan peran guru yang sangat
strategis tersebut, sangat penting bagi
setiap guru, khususnya guru pemula untuk selalu belajar
bagaimana mengelola kelas yang baik, efektif,
dan efisien sejak dini baik oleh diri sendiri secara internal maupun
oleh pihak instansi pendidikan maupun pihak pemerintah secara eksternal agar
seorang guru dapat memahami dan merealisasikan teori-teori yang telah diterima
dengan baik, sehingga dapat menunjang terciptanya syarat penguasaan kompetensi
guru sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan yang telah tercantum dalam
tujuan pendidikan nasional.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarka
latar belakang masalah yang penulis sajikan, maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah fenomena guru pemula ?
2.
Bagaimanakah program induksi bagi guru pemula ?
3.
Bagaimanakah manajemen kelas bagi guru pemula ?
4.
Bagaimanakah peran guru kelas ?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui fenomena guru pemula
2.
Untuk mengetahui program induksi bagi guru
pemula
3.
Untuk mengetahui manajemen kelas bagi guru
pemula
4.
Untuk mengetahui peran guru kelas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fenomena Guru Pemula
Guru
yang profesional menjadi determinan utama proses pembelajaran yang menyenangkan
dan efektif. Hal ini sejalan dengan tugas utama guru, yaitu mendidik, mengajar,
menbimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan dapat menginisiasi tujuan
pembelajaran jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin
dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar
mutu atau norma etik tertentu. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
Indonesia, profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1. Memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2. Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia.
3. Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4. Memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5. Memiliki
tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6. Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7. Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat.
8. Memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
9. Memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
Secara formal,
guru profesional harus memenuhi kualifikasi akademik minimum dan bersertifikat
pendidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Guru-guru yang memenuhi
kriteria profesional inilah yang akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara
efektif dan efisien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan
dengan tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.
Guru
profesional adalah hasil ciptaan manusia (teacher
is made) yang aktif pada institusi penyedia, seperti lembaga pendidikan
prajabatan dan dalam jabatan. Di Indonesia, institusi tersebut dinamakan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK atau balai-balai penataran dan
pusat-pusat pelatihan yang relevan. Ada faktor-faktor pembangun guru
profesional yang dibawa sejak lahir (teacher
is born), seperti seni dan motivasi mengajar, kapasitas verbal, kewibawaan,
dan sejenisnya yang sudah diterima dalam kesadaran sejarah serta merupakan
realitas.
Bukti bahwa techer is made telah teruji secara
empiris meskipun pembuktian itu sering
didasari atas kajian ex post facto,
observasi, atau keluhan dari mulut ke mulut yang dikemukakan oleh masyarakat
seprofesi. Di Amerika misalnya, muncul keluhan bahwa guru-guru baru umumnya
jauh untuk disebut sebagai profesional. Dalam laporan yang ditulis oleh The Association of Teacher Educator’s
Commission on the Education of Theacher (1991), direkomendasikan secara
spesifik empat substansi utama restrukturisasi pendidikan guru (restructuring the education of teacher),
yaitu:
1.
College-based
teacher educators
2.
School-based
techer educators
3.
State-agency-based
techer educators
4.
National,
state, and local organization of proffesional educators
Rekomendasi ini
dimuarakan kepada seluruh fase dan aspek-aspek pendidikan guru, mulai dari
rekrutmen dan seleksi, pendidikan persiapan prajabatan, penempatan sebagai
guru, pengembangan lebih lanjut, riset, dan akuntabilitas yang diperlukan.
Rekomendasi ini disusun oleh komisi itu setelah selama sekitar 18 bulan
mengkaji secara intensif mengenai faktor-faktor yang kompleks yang mempengaruhi
kualiatas pendidikan guru, seperti mutu pendidikan, persiapan yang tidak
memadai, terbatasnya bantuan pada veteran guru, keterbatasan sumber-sumber di
kelas yang dapat diakses, dan pemahaman budaya setempat sangat minimal.
Di Indonesia,
pengadaan guru berbasis pada university-based.
Pengalaman yang bersifat school-based
hanya dijalani oleh calon guru selama Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Dengan
demikian, calon guru yang dihasilkan lebih banyak pengalaman teoretis daripada
pengalaman praktis. Gagasan school-based
ini pernah berkembang di Indonesia berupa keinginan untuk merekomposisi
kurikulum sekitas 60 persen praktik dan 40 persen teori. Terlepas dari semua
itu, substansi manajemen kelas seharusnya menjadi muatan yang esensial untuk
meningkatkan kinerja guru dalam menjalankan proses pembelajaran.
Pada
saat ini, pemerintah melalui Mendiknas telah meluncurkan regulasi baru yang
dituangkan dalam Permendiknas No 27
Tahun 2010 tentang Program Induksi bagi Guru Pemula terhitung tanggal 27
Oktober 2010. Peraturan ini menjadi payung hukum resmi tentang
penyelenggaraan Program Induksi bagi Guru Pemula di Indonesia. Peraturan ini terdiri dari 14 pasal yang di dalamnya antara lain
mengatur tentang : tujuan, prinsip, dan teknis pelaksanaan penyelenggaraan program induksi secara umum.
Sistem induksi merupakan suatu sistem yang memberi kesempatan kepada guru
pemula untuk dapat memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai guru dengan
bimbingan dari seorang mentor. Kehadiran program induksi ini
tampaknya semakin mempertegas komitmen pemerintah untuk menata profesi guru,
karena saat ini guru telah diyakini sebagai tumpuan harapan utama dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Melalui proses bimbingan
selama mengikuti program induksi ini, diharapkan sejak awal para
guru sudah mampu membiasakan diri bekerja secara profesional.
Program
Induksi dilaksanakan dalam rangka menyiapkan guru pemula agar menjadi guru
profesional dalam melaksanakan proses pembelajaran. Melalui program induksi
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran, sehingga dapat menunjang usaha peningkatan
dan pemerataan mutu pendidikan sekaligus memecahkan permasalahan yang dihadapi
dan dialami oleh guru pemula dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran, peserta didik, kondisi sekolah, dan
lingkungannya. Selama masa induksi ini guru
bersama mentor melakukan diskusi dan perbaikan terhadap rencana-rencana
pembelajaran yang dikembangkan oleh guru pemula. Program induksi adalah semacam
orientasi bagi guru pemula untuk mengenal dan memahami tugas-tugasnya sebagai
pendidik, dengan mengedepankan pengenalan lingkungan dan siswa yang akan
dihadapi. Program yang akan diterapkan selama setahun tersebut melibatkan
kepala sekolah maupun guru senior untuk menjadi mentor saat guru pemula
melakukan tugas pengajaran di kelas.
Kegiatan
pengembangan sistem induksi dan penilaian kinerja bagi guru pemula ini
ditekankan pada dua hal, yaitu penyusunan kebijakan sistem induksi dan penilaian
kinerja guru pemula; serta penyusunan manual/modul induksi dan penilaian
kinerja guru pemula. Dengan naskah akademik dan kertas kerja yang dimiliki
selanjutnya perlu diperkaya dengan adanya berbagai masukan, ide, serta saran
untuk mendudukkan konsep induksi ini ke dalam khasanah “keIndonesiaan” demi suksesnya gagasan program induksi
bagi para guru pemula yang ditawarkan oleh Depdiknas. Dengan harapan semoga
dapat semakin memperkokoh penguasaan kompetensi bagi para guru yang
bersangkutan. Melalui program induksi ini diharapkan dapat terlahir guru-guru konstruktivis
yang mampu membangun dan mengembangkan segenap potensi yang dimiliki peserta
didiknya.
Konsep induksi sebagai sebuah sistem perlu
mendapatkan pemikiran yang luas dari stakeholder
pendidikan agar pada implementasinya dapat berjalan dengan baik. Hadirnya
kebijakan yang menaungi sistem ini diharapkan dapat menjadi pegangan dalam
pelaksanaan induksi. Selain kebijakan perlu pula dukungan modul agar memudahkan
guru pemula, kepala sekolah, pengawas sekolah, guru mentor, dan pihak lainnya
untuk memahami konsep induksi serta penilaiannya secara komprehensif.
Dapat
disimpulkan bahwa program ini sebenarnya ingin menempatkan kembali tanggung
jawab guru senior, kepala sekolah, pengawas sekolah, bahkan kalangan birokrat
pendidikan dalam membina guru pemula. Guru pemula harus segera mendapatkan
perlakukan khusus dalam perjalanan pengabdiannya. Selama ini banyak terjadi
dimana guru senior merasa mendapatkan waktu istirahat dan bebas tanggung jawab
mengajar ketika datang guru pemula. Pada akhir masa induksi guru pemula akan
dinilai kinerjanya oleh kepala sekolah dan pengawas untuk menentukan kelayakan
guru pemula tersebut. Hasil penilaian ini akan mempengaruhi karir guru pemula
tersebut. Dengan harapan akan tercipta para guru pemula yang matang dan profesional yang mamapu melahikan
generasi baru yang cerdas dan hebat.
B. Program Induksi bagi Guru Pemula
1. Pengertian Program Induksi
Program induksi merupakan
tahap penting dalam Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PPB) bagi seorang guru.
Program Induksi Guru Pemula dapat juga dilaksanakan sebagai Program Induksi
Guru Pemula Berbasis Sekolah, karena itu pelaksanaan yang baik haruslah
sistematis dan terencana berdasarkan konsep kerjasama dan kemitraan diantara
para guru dalam pendekatan pembelajaran profesional.
Induksi merupakan
proses pembelajaran professional yang berlangsung paling tidak selama satu
tahun dimana guru pemula belajar menyesuaikan diri dari pendidikan guru di
sekolah atau dari tempat kerja lain untuk menjadi guru baik sebagai guru tetap,
guru kontrak atau guru paruh waktu di sekolah. Induksi adalah proses
pembelajaran untuk menjadi guru dan pembelajaran tentang profesi guru serta
merupakan proses perkembangan kepribadian.
PIGP adalah kegiatan
orientasi pelatihan di tempat kerja, pengembangan dan praktik pemecahan
berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran/bimbingan dan konseling bagi
guru pemula pada sekolah/madrasah di tempat tugasnya.
2.
Prinsip Program Induksi
Penyelenggaraan program
induksi bagi guru pemula didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Profesional; penyelenggaraan program yang
didasarkan pada kode etik profesi, sesuai bidang tugas;
b. Kemitraan; menempatkan guru pemula dan
pembimbing sebagai mitra sejajar;
c. Kesejawatan; penyelenggaraan atas dasar hubungan
kerja dalam tim;
d. Mandiri; bekerja tanpa bergantung pada pihak
lain;
e. Demokratis; menempatkan kepentingan bersama di
atas kepentingan pribadi dan kelompok;
f. Terbuka; proses dan hasil kerja diketahui oleh
pihak-pihak yang berkepentingan;
g. Fleksibel; menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi lingkungan yang ada;
h. Partisipasif; melibatkan banyak pihak dalam
pengambilan keputusan;
i. Akuntabel; penyelenggaraan yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik;
j. Responsibel; penyelenggaraan bekerja sesuai dengan
tupoksinya;
k. Sistemik, dilaksanakan secara teratur dan
runut;
l. Berkelanjutan, dilakukan secara terus menerus dengan
selalu mengadakan perbaikan atas hasil sebelumnya;
Program induksi
dilaksanakan dalam rangka menyiapkan guru pemula agar menjadi guru
profesional dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dengan demikian program
induksi senantiasa dipantau dan dievaluasi agar dapat diperbaiki di masa depan.
Pemantaun dan evaluasi sebagai salah satu bagian proses penjaminan mutu
pendidikan terutama dalam pemenuhan standar kompetensi guru sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Selain
itu, melalui program induksi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga dapat
menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan sekaligus memecahkan
permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru pemula dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, peserta didik, kondisi
sekolah, dan lingkungannya
3.
Dasar Hukum PIGP
a. Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen , bagian V: tentang Pembinaan dan Pengembangan, pada Pasal
32 dan 33.
b. Permenpaan No.16 Tahun 2009 tentang Jabatan
fungsional Guru dan Angka kredirnya, bagiaqn V tentang Pembinaan dan
Pengembangan, pada pasal 30.
c. Permen Diknas No. 27 Tahun 2010 tentang
Program Induksi bagi Guru Pemula.
4.
Tujuan PIGP
a. Beradaptasi dengan iklim kerja dan
budaya sekolah
b. Melaksanakanpekerjaannya sebagai guru
profesional di sekolah
Program Induksi Guru Pemula didasarkan pada pemahaman
bahwa:
a.
Pembelajaran di tempat kerja merupakan unsur utama bagi
perkembangan dan pembelajaran professional guru pemula, Tahap ini juga berperan
penting dalam Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PPB).
b.
Pembelajaran professional melibatkan guru dan kelompok
guru yang mengembangkan praktek dan pemahaman baru tentang pekerjaan mereka.
c.
Kerjasama dan dialog professional di sekolah dapat mendukung
pembelajaran professional, mengembangkan praktek reflektif dan memperkuat
pendekatan kolegalitas untuk perkembangan sekolah.
d.
Pembelajaran professional guru merupakan landasan bagi
perkembangan sekolah dan peningkatan hasil belajar siswa serta peningkatan
status profesi.
PIGP yang efektif adalah program yang:
a. Mengembangkan kompetensi professional
guru pemula dalam mengajar
b. Menuntut peran kepala sekolah dan mentor
untuk menciptakan hubungan yang kuat, professional, dan positif dengan guru
pemula serta pegawai sekolah lain
c. Didasarkan pada semangat
kemitraan di sekolah dan PPB.
d. Mengintegrasikan refleksi dan evaluasi
diri untuk guru pemula, mentor dan kepala sekolah
e. Bersifat fleksibel dan mengalami
peerubahan dalam perjalanan waktu untuk menyesuaikan dengan kebutuhan yang
muncul dari guru pemula
f. Menghubungkan guru pemula, mentor dan
kepala sekolah dengan jaringan seprofesi di sekolah lain
Yang akan membimbing Guru Pemula:
a.
Guru pembimbing yang telah mendapatkan SK dari Kepala
sekolah
b.
Kepala Sekolah
c.
Pengawas Sekolah
5.
Tata Cara Pelaksanaan Guru Pemula
Bulan 1 : Praobservasi,Observasi
dan Pascaobservasi
Bulan 2-9 : Penilaian
oleh Pembimbing
Bulan 10-11 : Penenilaian
Oleh Kepala Sekolah
Bulan 12 : Laporan
PIGP Kategori Baik atau tidak Baik
Aturan
Nilai:
91-100 : Amat
Baik
76-90 : Baik
61-75 : Cukup
51-60 : Sedang
< 50 : Kurang
Nilai
di atas 76 maka akan diterbitkan Sertifikat Guru Induksi Guru Pemula oleh Dinas
Pendidik. Jika Kurang nilai 76 maka akan diperpanjang 1 Tahun lagi. Program
PIGP dilaksanakan di sekolah selama 1 tahun.
6.
Garis Besar PIGP
Tiap titik poin dalam
kotak PIGPBS menunjukkan modul untuk pembelajaran professional bagi guru
pemula, kepala sekolah dan mentor. Program PIGP merupakan kelanjutan dari
proses pembelajaran di universitas (pendidikan guru pre-service) dan Pendidikan
Profesi Guru (PPG). Kepala sekolah harus melakukan analisis kebutuhan terhadap
guru pemula dan sekolah. Program induksim guru pemula berbasis sekolah
hendaknya dapat memenuhi kebutuhan individual guru pemula dengan memperhatikan
aspek-aspek unik dan khas dari sekolah. Proses assessmen bagi guru pemula
meliputi observasi mengajar dan pekerjaan lain yang terkait dengan pengajaran.
Tahap 1 dilaksanakan dari bulan 2-9 pada tahun pertama mengajar. Assessmen
tahap 1 merupakan penilaian untuk pengembangan- difokuskan pada penilaian untuk
pembelajaran. Assessmen tahap 2 – penilaian untuk pembelajaran. Penilaian tahap
2 (bulan 10-12) dapat dilaksanakan setelah dilaksanakannya PIGP dan assessmen
tahap-1. Pada assessmen tahap 2, kinerja guru dinilai berdasarkan elemen
kompetensi yang tercantum dalam Standar Guru (Regulasi menteri 16/2007). Kepala
sekolah harus membuat keputusan tentang kompetensi professional guru pemula
setelah dilaksanakan proses penilaian Tahap 2. Proses ini meliputi pembuatan
laporan tertulis secara formal tentang guru yang ditandatangai oleh guru pemula
dan kepala sekolah. Pengawas sekolah akan mengesahkan laporan tersebut
setelah malakukan wawancara dan observasi terhadap guru pemula pada waktu yang
telah ditentukan (bulan 10-12).
7.
Tugas dan Tanggung jawab Guru
Pemula
Tugas dan
tanggungjawab guru pemula dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kegiatan
minggu pertama, kegiatan awal, dan kegiatan pengelolaan kelas, yaitu :
a. Kegiatan Minggu Pertama
1) Guru pemula/ baru melapor kepada kepala
sekolah, tetapi apabila guru pemula/baru tersebut belum dapat bertemu dengan
kepala sekolah, maka harus melapor ke petugas administrasi atau kantor kepala
sekolah dan melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan sekolah.
2) Menemui mentor yang telah ditunjuk
3) Memastikan bahwa telah mengetahui
jadwal sekolah dan waktu kerja.
4) Mendapatkan daftar siswa yang diajar.
5) Menyiapkan ruang kelas.
6) Memastikan siswa memiliki tempat duduk
yang cukup
7) Mengatur tempat duduk siswa.
8) Mengumpulkan sumber-sumber yang
diperlukan untuk pengajaran (buku-buku, kertas, alat-alat tulis).
9) Menyiapkan tata tertib kelas termasuk
tata cara masuk dan keluar kelas.
10) Memahami kebijakan sekolah terkait
dengan kesejahteraan dan pendisiplinan siswa.
11) Meminta tolong pada staff/pegawai
sekolah bila diperlukan.
12) Mengatur dan menyiapkan pelajaran
sebelum hari mengajar dan menyiapkan aktivitas tambahan yang mungkin
diperlukan.
13) Bersikap fleksibel dan siap untuk
melakukan perubahan.
Kegiatan pengelolaan kelas yang
harus dilakukan adalah:
1) Memeriksa daftar siswa sesuai
kehadrian.
2) Menjelaskan materi yang harus dimiliki
siswa dan menanyakan ketentuan sekolah tentang materi tersebut kepada kepala
sekolah atau mentor sebelumnya.
3) Menjelaskan tata tertib kelas kepada
siswa, beberapa sekolah menggunakan tata tertib yang dibuat oleh guru bersama
dengan murid. Pada tahap ini sebaiknya guru pemula menanyakan prosedur-prosedur
yang berlaku di sekolah dan meminta saran kepada mentor atau kepala sekolah.
4) Membuat siswa selalu aktif belajar,
kumpulkan dan periksala pekerjaan siswa seawal mungkin, jangan lupa memberikan
masukan atas pekerjaan tersebut, dengan cara demikian akan ingat nama-nama
siswa.
Bila guru pemula/baru mulai bertugas dan menggantikan guru
di sekolah sementara kegiatan belajar semester itu telah berjalan maka guru
pemula/baru tersebut harus mengikuti jadwal sekolah yang telah ada. Dalam hal
ini guru pemula/baru tidak memiliki banyak waktu untuk menyesuaikan diri dan
memahami berbagai prosedur sekolah tersebut. Oleh karena itu sebaiknya selalu
minta saran dari mentor dan guru yang telah berpengalaman setiap kali Anda
mendapat kesulitan.
b.
Kegiatan Minggu ke-2 dan Minggu Berikutnya
Bila guru pemula/baru
tersebut adalah orang baru di masyarakat sekitar sekolah, maka sebaiknya
memahami secara umum tentang masyarakat itu serta tempat tinggal siswa.
Kehidupan anak di rumah memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
pembelajaran mereka. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi siswa
di rumah akan sangat membantu guru pemula/baru dalam mengajar di sekolah.
Sebaiknya guru pemula/baru juga membicarakan dengan kepala sekolah dan mentor
tentang masyarat lokal dan harapan guru pemula/baru tersebut terhadap siswa di
kelas. Karena guru pemula/baru merupakan pendatang baru di sekolah, siswa
terkadang “menguji” guru pemula/baru di kelas dengan menanyakan/melakukan
hal-hal tertentu baik terkait dengan pelajaran maupun tidak, maka sebaiknya
guru pemula/baru melakukan tindakan sebagai berikut:
a) menjelaskan harapan dan standard kerja
siswa serta perilaku mereka, tuliskan dan pajanglah peraturan yang telah
disepakati bersama.
b) menjelaskan apa yang Anda harapkan dari
siswa tentang kegiatan dan tugas-tugas belajar siswa termasuk kegiatan membaca
dan menulis.
c) menyiapkan sebaik-baiknya pelajaran
yang diampu dan yang perlu diingat adalah persiapan merupakan salah satu kunci
keberhasilan dalam pembelajaran.
d) memastikan tahu nama semua siswa yang
diajar.
e) memperhatikan bahwa manajemen siswa didasarkan
pada konsep sekolah sebagai tempat belajar.
f) menegakkan disiplin siswa tetapi dengan
cara-cara yang ramah. Selalu ingat akan posisi Anda sebagai guru.
g) menggunakan respon/feedback positif
kepada para siswa karena lebih efektif dalam hal manajemen perilaku dibanding
hukuman dan respon yang negatif.
h) meminta saran dari mentor dan kepala
sekolah.
i)
mengenali siswa sebaik mungkin.
8.
Pemantauan dan Evaluasi
Keberadaan program
induksi memiliki tujuan dalam rangka menyiapkan guru pemula agar menjadi guru
profesional dalam mengelola pembelajaran di kelasnya. Dengan demikian program
induksi perlu senantiasa dipantau dan dievaluasi agar dapat diperbaiki di masa depan
sebagai salah satu bagian proses penjaminan mutu pendidikan agar terpenuhi
ketentuan sebagaimana telah ditentukan dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Selain itu, melalui
program induksi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru
dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan
pemerataan mutu pendidikan sekaligus memecahkan permasalahan yang dihadapi dan
dialami oleh guru pemula dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran, siswa, kondisi sekolah, dan lingkungannya.
9.
Pelaporan
Laporan ditulis oleh
guru pemula, mentor, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Masing-masing laporan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Laporan yang ditulis oleh guru pemula
berisi tentang kemajuan pekerjaannya sehubungan dengan modul yang telah
ditentukan untuk dipelajari dan dilaksanakan.
b) Laporan yang ditulis oleh mentor berisi
tentang kemajuan hasil bimbingan yang dilakukkannya terhadap guru pemula.
c) Laporan yang ditulis oleh kepala
sekolah berisi tentang hasil evaluasi terhadap guru pemula.
d) Laporan yang ditulis oleh pengawas
sekolah berisi tentang hasil evaluasi terhadap guru pemula
10.
Penanganan Permasalahan
Hasil pemantauan dan
evaluasi yang dituangkan dalam laporan dapat berisi hal-hal yang positif maupun
hal yang negatif tentang keberhasilan program induksi yang dilakukan oleh guru
pemula. Dengan demikian terdapat potensi adanya permasalahan yang ditemui dalam
sebagai hasil pemantauan dan evaluasi. Untuk menangani permasalahan tersebut
maka dapat diuraikan:
a) Mentor, menangani masalah teknis yang
berhubungan dengan kemajuan program induksi yang dilaksakan oleh guru pemula,
termasuk penyediaan fasilitas penduikung bagi guru pemula dalam melaksanakan
tugas awalnya.
b) Kepala Sekolah, menangani masalah pada level
sekolah atau masalah teknis yang tidak dapat ditangani oleh mentor, termasuk
perijinan, pelaksanaan evalluasi dan pelaporan.
c) Pengawas Sekolah, menangani masalah
yang berhubungan dengan hasil evaluasi program induksi dan rekomendasi terhadap
guru pemula, termasuk perbaikan pelaksanaan tugas apabila ditemukan terjadinya
kekurangan dalam mencapai indikatoir keberhasilan program induksi.
d) Dinas Pendidikan, menangani masalah
yang berhubungan dengan hasil evaluasi program induksi dan rekomendasi terhadap
guru pemula, termasuk menangani keluhan atas pelaksanaan program induksi di
sebuah sekolah.
e) Badan Kepegawaian Daerah, menangani
masalah yang berhubungan dengan hasil evaluasi program induksi dan rekomendasi
terhadap guru pemula, yang mana atas hasil evaluasi dan rekomendasi ditemukan
bahwa seorang guru pemula dinilai gagal melaksanakan program induksi.
f) Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan, menangani masalah yang berhubungan dengan
sosialisasi, regulasi, dan implementasi program induksi termasuk penyediaan
program pendampingan bagi daerah yang belum mampu melaksanakan program induksi
sepenuhnya sesuai ketentuan yang berlaku.
C. Manajemen Kelas bagi Guru Pemula
Guru pemula
biasanya melihat kelas sebagai fenomena kehidupan baru, kecuali guru pemula itu
benar-benar berbakat dan menguasai substansi pembelajaran, maka dipastikan pada
tahap awal guru tersebut dapat menyesuaikan diri. Guru dituntut harus mampu
mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar terjadi perilaku belajar yang
efektif dalam diri siswa. Di samping itu, guru diharapkan mampu menciptakan
interaksi pembelajaran agar siswa mampu mewujudkan kualitas perilaku belajarnya
secara efektif. Guru dituntut pula untuk mampu menciptakan situasi pembelajaran
yang kondusif.
Guru harus
mampu meningkatkan kualitas belajar para siswa dalam bentuk kegiatan belajar
yang dapat menghasilkan pribadi yang mandiri, pelajar yang efektif, dan pekerja
yang produktif. Dalam hubungan ini, guru memegang peranan yang amat penting
dalam menciptakan suasana pembelajaran yang sebaik-baiknya. Guru tidak terbatas
hanya sebagai pengajar, akan tetapi lebih meningkat sebagai perancang
pembelajaran, manajer pembelajaran, penilai hasil belajar, dan direktur
belajar.
Sebagai
pengelola pembelajaran (manager of
instruction) seorang guru akan berperan mengelola seluruh proses
pembelajaran dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar agar setiap siswa dapat
belajar secara efektif dan efisien. Kegiatan belajar hendaknya dikelola oleh
guru dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan suasana yang mendorong siswa
untuk melakukan kegiatan belajar dengan kualitas yang lebih baik. Dengan
demikian, proses pembelajaran akan senantiasa ditingkatkan terus-menerus untuk
memperoleh hasil belajar yang optimal.
Dalam
mewujudkan perilaku mengajar secara tepat, karakteristik
guru yang diharapkan, antara lain sebagai berikut :
a. Memiliki
minat yang besar terhadap pelajaran dan mata pelajaran yang diajarkannya.
b. Memiliki
kecakapan untuk memperkirakan kepribadian dan suasana hati secara cepat, serta
membuat kontak dengan kelompok secara tepat.
c. Memiliki
kesabaran, keakraban, dan sensitivitas yang diperlukan untuk menumbuhkan
semangat belajar.
d. Memiliki
pemikiran yang imajinatif (konseptual) dan praktis dalam usaha memberikan
penjelasan kepada siswa.
e. Memiliki
kualifikasi yang memadai dalam bidangnya baik isi maupun metode.
f. Memiliki
sikap terbuka, luwes, dan eksperimental dalam metode, model, dan teknik.
Pada bulan
Maret 1983, dipimpin oleh Ernest L. Boyer, Presiden Yayasan Carnigie dalam
Sudarwan Danim dan Yunan Danim, untuk peningkatan pembelajaran (Carnigie Foundation for The Advanchement of
Theaching) 10 orang anggota Panel on
The Preparation of Beginning Teachers menyajikan materi mengenai tiga area
isu krusial dari keahlian yang perlu dimiliki oleh guru pemula, yaitu :
1. Pengetahuan
tentang cara mengelola kelas. Pengetahuan dimaksud tidak sekedar tahu tentang
apa (know what) mengenai manajemen
kelas, tetapi yang lebih utama adalah tahu bagaimana (know
how) mengenai manajemen kelas yaitu dalam makna classroom management in action.
2. Pengetahuan
di bidang mata pelajaran atau penguasaan bahan ajar. Pengetahuan yang
dimaksudkan di sini tidak hanya berkaitan dengan subject matter, tetapi juga pengetahuan dan penguasaan bidang
metodologi pembelajaran, seperti strategi pembelajaran, evaluasi pendidikan, pengembangan
dan inovasi kurikulum, dasar-dasar kependidikan, etika profesi keguruan, dan
lain-lain.
3. Pembelajaran
tentang latar belakang sosiologikal dari para siswa yang dididik atau
diajarnya. Latar belakang sosiologikal yang dimaksud meliputi kondisi sosial
ekonomi, agama, budaya, asal, pekerjaan orang tua, perjalanan hidup peserta
didik dan sebagainya.
Kemampuan di bidang manajemen ini,
terutama manajemen kelas, sangat esensial bagi guru-guru, dan calon guru.
Squire, Huitt dan Segars (1983) dalam Sudarwan Danim dan Yunan Danim mengemukakan
bahwa guru yang efektif yaitu guru yang mampu menciptakan wahana bagi siswa
untuk mendemonstrasikan secara konsisten pada prestasi level tinggi (high level
of achievement), sehingga dituntut memiliki tiga area keahlian :
1. Perencanaan,
yaitu penciptaan kondisi kesiapan bagi aktivitas kelas. Perencanaan dimaksud
mencakup satuan acara pembelajaran, media, dan sumber pembelajaran, dan
pengorganisasian lingkungan belajar.
2. Manajemen,
yaitu berupa kemampuan guru bekerja dalam mengendalikan perilaku siswa. Semakin
besar jumlah rombongan belajar, semakin banyak sumber daya yang digunakan,
semakin berat materi atau bahan ajar, semakin ditutup pula kemampuan manajemen
kelas dari kalangan guru.
3. Pengajaran,
yaitu kemampuan guru dalam menciptakan kondisi dan membimbing siswa dalam
belajar. Prakarsa ini amat terasa pada proses pembelajaran yang
diindividualisasikan dan beragamnya latar belakang sosiologikal siswa.
D.
Peran
Guru Kelas
Salah satu tugas guru sebagai pendidik di sekolah adalah sebagai
manajer. Seorang guru harus mampu memimpin kelasnya agar tercipta pembelajaran
yang optimal. Fasilitas dan kondisi kelas merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Padmono (2011, 23) fasilitas kelas (instrumental
in put) berkaitan erat dengan terciptanya lingkungan belajar (environmental
in put), sehingga murid dengan senang dan sukarela belajar.
Penataan fasilitas dapat menjadi pendorong jika diorganisir
secara baik. Di sinilah peran guru SD dapat terlihat, adapun peran guru dalam memanage
kelas agar tercipta pembelajaran yang efektif sebagai berikut:
1.
Peran guru dalam pengorganisasian
kelas
Organisasi kelas yang
tepat akan mendorong terciptanya kondisi belajar yang kondusif.
Pengorganisasian kelas ini pada dasarnya bersifat lokal, artinya organisasi
kelas tergantung guru, kelas, murid, lingkungan kelas, besar ruangan,
penerangan, suhu, dan sebagainya. Pada saat ini telah diketahui bahwa penataan
kelas secara tradisional yang menempatkan satu meja guru berhadapan dengan meja
kursi siswa menempatkan guru sebagai pusat kegiatan dan sentra perhatian murid
tampak sebagai objek pengajaran bukan sebagai subjek yang belajar. Akibatnya
aktivitas sebagian besar dilakukan guru sedang murid hanya pasif menerima. Oleh
karena itu, seorang guru harus mampu mengorganisasi kelas agar siswa mudah dan
senang dalam belajar di kelas.
2.
Peran guru dalam pengaturan
tempat duduk
Penataan kelas
sebagaimana diuraikan pada pengorganisasian kelas ditata fleksibel yang mudah
diubah sesuai pembelajaran yang akan dikembangkan guru. Penataan tempat duduk
dapat berbentuk :
a.
Seating chart
Penempatan murid dalam kelas dibuat suatu denah yang pada
satu periode waktu tertentu dapat diubah sesuai tuntunan pembelajaran yang
sedang dikembangkan oleh guru, sehingga perkembangan dan pertumbuhan murid
tidak terganggu. Penataan tempat duduk yang didesain dalam chart dapat digambar sendiri oleh murid atau sekelompok murid
secara bergilir, sehingga keterbatasan penataan tempat duduk secara tradisional
ini dapat diminimalkan pengaruh buruknya. Penataan dan gambar desain
dilaksanakan secara bergilir, sehingga setiap kelompok mampu menuangkan idenya
dan mengembangkan iklim demokrasi di kelasnya, sehingga sikap menghargai
pendapat orang lain akan muncul yang tidak hanya menggunakan pandangan diri
sendiri.
b. Melingkar
Model duduk seperti ini dapat digunakan guru dalam
pembelajaran diskusi kelompok, sehingga ada modifikasi untuk menghilangkan
kejenuhan siswa.
c.
Tapal kuda
Model ini sesuai untuk melaksanakan diskusi kelas yang
dipimpin oleh guru atau ketua diskusi yang dipilih siswa. Diskusi kelas akan
meningkatkan keberanian dibanding keberanian yang hanya muncul pada kelompok
kecil.
3.
Peran guru dalam pengaturan
alat-alat pelajaran
Alat-alat pelajaran
dapat klasifikasikan menjadi beberapa kelompok, antara lain:
a) Menurut kedudukannya, alat pelajaran
dibedakan atas permanen dan tidak permanen. Permanen jika alat pelajaran
tersebut diletakkan di kelas secara terus menerus, misalnya: listrik, papan
tulis, dan sebagainya. Alat pelajaran tidak permanen atau yang bergerak (movable)
yaitu alat pelajaran yang dapat dipindah, misalnya: kursi, OHP, mesin-mesin,
peta, dan sebagainya.
b) Menurut fungsinya, alat untuk menulis;
kapur, papan tulis, pensil, dan lain-lain; dan alat-alat lukis; jangka, meter, segitiga,
buku.
Alat-alat
pelajaran tersebut tidak perlu disimpan ditempat khusus, tetapi cukup diatur di
dalam kelas, sehingga bila sewaktu-waktu digunakan akan mudah diambil.
4.
Peran guru dalam
pemeliharaan keindahan ruangan kelas
Motto yang menyatakan
“bersih adalah sehat dan rapi adalah indah” merupakan hal yang tidak dapat
dipungkiri. Setiap manusia memiliki cita rasa keindahan walaupun derajat
keindahannya berbeda. Keindahan akan memberikan rasa nyaman dan membuat anak nyaman
tinggal di kelas. Kelas yang diharapkan
mengundang anak untuk betah berada di dalamnya hendaknya dijaga kebersihan dan
keindahannya. Guru memiliki peran untuk mengorganisir siswanya agar dapat
mendesain kelasnya menjadi kelas yang indah. Keindahan dapat dicapai dengan
beberapa cara, yaitu:
a. Menata ruangan menjadi rapi, misalnya: menata
alat pelajaran sesuai kelompoknya, menata buku sesuai tinggi buku, tebal buku,
dan kelompok buku, penataan alat pelajaran permanent yang sesuai dengan
ruangan. Desain interior yang harmonis akan merangsang anak untuk tenggelam
dalam suasana akademik (Immersion). Anak yang tenggelam dalam lautan
ilmu pengetahuan akan mengalami pembelajaran secara alamiah, nyata, langsung,
dan bermakna.
b. Penataan meja guru serta gambar-gambar
merupakan faktor pendukung tercapainya ruangan yang rapi dan indah.
5.
Peran Guru dalam Pengaturan Cahaya, Ventilasi, Akustik dan Warna
Kelas yang terlalu terang atau terlalu
gelap kurang mendukung pembelajaran. Anak SD berada pada tahap perkembangan
yang menentukan, untuk itu menjaga kesehatan anak merupakan salah satu tugas
managemen kelas oleh guru. Kelas harus cukup memiliki ventilasi untuk
pertukaran udara sehingga anak merasa sejuk dan nyaman tinggal di kelas. Guru
sering kurang menyadari ruangan yang terang tetapi jendela tidak dibuka serta
kurangnya ventilasi menjadikan suara guru bergema, akibatnya anak kurang mampu
memusatkan perhatian pendengarannya pada suara guru, sebab terganggu oleh gema
suara. Untuk itu disamping digunakan untuk pertukaran udara, jendela juga berfungsi
sebagai sarana untuk mengurangi gema. Warna disamping memiliki arti juga
membawa kesan terhadap orang yang melihat. Dinding sekolah atau kelas
berpengaruh terhadap siswa. Pemilihan warna sering tidak melibatkan guru
apalagi murid, sehingga kadang guru sendiri tidak betah tinggal di kelasnya.
Sedangkan menurut Doyle (1986) dalam Sudarwan Danim (2010)
pada buku “Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas”, ada dua peran utama guru
kelas (classroom teacher’s role). Diantaranya
adalah menciptakan keteraturan (establishing
order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitaiting
learning). Keteraturan yang dimaksud mencakup hal-hal yang terkait langsung
atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti:
1.
Tata
letak tempat duduk;
2.
Disiplin
siswa di dalam kelas;
3.
Interaksi
siswa dengan sesamanya;
4.
Interaksi
siswa dengan guru;
5.
Jam
masuk dan keluar untuk masing-masing sesi mata pelajaran;
6.
Manajemen
sumber belajar;
7.
Manajemen
bahan belajar;
8.
Prosedur
dan sistem yang mendukung proses pembelajaran;
9.
Lingkungan
belajar.
Urgensi kemampuan memfasilitasi proses belajar siswa seperti
disebutkan di atas sejalan dengan spirit paradigma pendidikan modern, yaitu
perilaku guru harus bergeser dari guru sebagai dispenser ilmu pengetahuan (teacher as dispenser) kepada siswa ke
fungsi guru sebagai direktur atau fasilitator belajar. Fungsi fasilitatif yang
diperankan oleh guru mengandung makna bahwa yang paling dipentingkan oleh guru
adalah menyediakan wahana seluas dan seakurat mungkin bagi siswa untuk belajar.
Penciptaan wahana itu dapat bersifat pengayaan materi, penyediaan bahan ajar,
pemberian peta jalan bagi siswa untuk dapat mengakses sumber dan bahan ajar,
merangsang siswa untuk belajar, menciptakan suasana “bermain” dalam keseriusan
bertindak, membangun kepercayaan diri siswa, menggali potensi siswa, dan
lain-lain. Intinya adalah guru harus menciptakan kondisi untuk memudahkan siswa
belajar, bukan untuk memudahkan guru mengajar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pada
fenomena guru pemula sering terjadi ketidakpahaman dalam hal-hal tertentu
terkait proses pembelajara, sehingga pemerintah bersama mendiknas mengeluarkan
program induksi yaitu program pengarahan bagi guru pemula agar dapat
menciptakan guru handal yang profesional yang mampu menciptakan generasi baru
yang cerdas
2.
Induksi merupakan proses pembelajaran professional yang
berlangsung paling tidak selama satu tahun dimana guru pemula belajar
menyesuaikan diri dari pendidikan guru di sekolah atau dari tempat kerja lain
untuk menjadi guru baik sebagai guru tetap, guru kontrak atau guru paruh waktu
di sekolah. Induksi adalah proses pembelajaran untuk menjadi guru dan
pembelajaran tentang profesi guru serta merupakan proses perkembangan
kepribadian.
3.
Pada
manajemen kelas bagi guru pemula terdapat tiga area isu
krusial dari keahlian yang perlu dimiliki oleh guru pemula, yaitu pengetahuan
tentang cara mengelola kelas, pengetahuan di bidang mata pelajaran atau
penguasaan bahan ajar, pembelajaran tentang latar belakang sosiologikal dari
para siswa yang dididik. Selain itu guru dituntut untuk memiliki tiga area
keahlian : perencanaan, manajemen, dan pengajaran.
4.
Beberapa
peran guru kelas yaitu peran guru dalam pengorganisasian
kelas, peran guru dalam pengaturan tempat duduk, peran guru dalam pengaturan
alat-alat pelajaran, peran guru dalam pemeliharaan keindahan ruangan kelas, peran
guru dalam pengaturan cahaya,
ventilasi, akustik dan warna, serta peran guru dalam menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi
proses belajar (facilitating learning).
B.
Saran
1.
Fenomena
guru pemula perlu disadari oleh setiap calon guru agar nantinya siap apabila
telah masuk dalam dunia pembelajaran di sekolah dan dapat menjalankan fungsinya
secara baik.
2.
Setiap
guru pemula diharakan mengikuti program induksi yang diselenggarakan oleh
pemerintah agar selanjutnya lebih memahami peranan dan fungsinya, sehingga akan
mampu menjalankan tugasnya secara profesional.
3.
Setiap
calon guru harus dituntut untuk memahami manajemen kelas bagi guru pemula agar
nantinya mampu mengelola kelas yang efektif, sehingga akan menciptakan proses
pembelajaran yang menyenangkan dan memudahkan bagi siswa.
4.
Peran
guru kelas perlu dipahami bagi setiap guru, baik itu guru baru maupun guru
lama agar dalam setiap proses
pembelajaran di kelas seorang guru mampu menjalankan perannya dengan sebaik
mungkin dan proses pembelajaran akan efektif dan efisien.
DAFTAR
PUSTAKA
Adjie,
Warsito. 2012. Sistem Penjaminan
Profesionalisme Guru Pemula melalui Program Induksi. diunduh dari http://warsitoadjie.blogspot.com/2012/01/sistem-penjaminan-profesionalisme-guru.html
pada tanggal 15 Oktober 2012.
Hamzah. 2007. Profesi
Kependidikan. Diunduh dari: http://misscounseling.blogspot.com/2011/03/peran-guru-di-sekolah-dasar.html pada tanggal 15 Oktober 2012.
Padmono, Y. (2011). Manajemen
Kelas. Salatiga: Widyasari.
Sudarwan
Danim dan Yunan Danim. 2010. Administrasi
Sekolah dan Manajemen Kelas. Bandung : Pustaka Setia.
Surya.
2005. Kapita Selekta Kependidikan SD. Departemen
Pendidikan Nasional: Universitas Terbuka.
Wibowo, T. 2012. Peran
Guru dalam Pengelolaan Kelas. Diunduh dari : http://matadunia13.blogspot.com/2012/03/peran-guru-dalam-pengelolaan-kelas_15.html.teguh. pada tanggal
15 Oktober 2012.
LAMPIRAN
Permendiknas No. 27 Tahun 2010 tentang Program Induksi bagi Guru Pemula
Pasal
1
1.
Program induksi bagi
guru pemula yang selanjutnya disebut program induksi adalah kegiatan orientasi,
pelatihan di tempat kerja, pengembangan, dan praktik pemecahan berbagai
permasalahan dalam proses pembelajaran/bimbingan dan konseling bagi guru pemula
pada sekolah/madrasah di tempat tugasnya.
2.
Guru pemula adalah
guru yang baru pertama kali ditugaskan melaksanakan proses
pembelajaran/bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.
3.
Guru tetap adalah
guru yang diangkat oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara
pendidikan, atau satuan pendidikan untuk jangka waktu paling singkat 2 (dua)
tahun secara terus menerus, dan tercatat pada satuan administrasi pangkal di satuan
pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau pemerintah daerah
serta melaksanakan tugas pokok sebagai guru.
4.
Pembimbing adalah
guru profesional berpengalaman yang diberi tugas untuk membimbing guru pemula
dalam melaksanakan program induksi.
5.
Kepala sekolah/madrasah adalah kepala Taman
Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal/ Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TK/RA/TKLB),
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB),
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa (SMP/MTs/SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah
Atas Luar Biasa (SMA/MA/SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah
Kejuruan (SMK/MAK) tempat guru pemula bertugas.
6.
Pengawas adalah
pengawas TK/RA/TKLB, SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK yang
menyelenggarakan program induksi.
7.
Penilaian kinerja
adalah penilaian terhadap proses dan hasil kerja yang dilakukan oleh guru
pemula.
8.
Sertifikat program
induksi yang selanjutnya disebut sertifikat adalah surat yang dikeluarkan oleh
dinas pendidikan/kantor kementerian agama setempat yang menyatakan bahwa
peserta program induksi telah menyelesaikan program induksi dengan nilai
kinerja paling kurang kategori baik.
9.
Direktorat jenderal adalah direktorat jenderal
yang bertanggung jawab dalam pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan pada
Kementerian Pendidikan Nasional atau Kementerian Agama.
10.
Penyelenggara
pendidikan adalah lembaga yang secara hukum merupakan pemilik sah dari
sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat. 3
Pasal
2
Tujuan program induksi adalah membimbing guru pemula agar
dapat:
a.
beradaptasi dengan
iklim kerja dan budaya sekolah/madrasah; dan
b.
melaksanakan
pekerjaannya sebagai guru profesional di sekolah/madrasah.
Pasal
3
Program induksi diselenggarakan berdasarkan prinsip
profesionalisme, kesejawatan, akuntabel, dan berkelanjutan.
Pasal
4
Peserta
program induksi adalah:
a.
guru pemula
berstatus calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang ditugaskan pada
sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah;
b.
guru pemula
berstatus pegawai negeri sipil (PNS) mutasi dari jabatan lain;
c.
guru pemula bukan
PNS yang ditugaskan pada sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal
5
(1)
Guru pemula diberi
hak memperoleh bimbingan dalam hal:
a.
pelaksanaan proses pembelajaran, bagi guru
kelas dan guru mata pelajaran;
b.
pelaksanaan proses
bimbingan dan konseling, bagi guru bimbingan dan konseling;
c.
pelaksanaan tugas lain yang relevan dengan
fungsi sekolah/madrasah.
(2) Guru pemula yang telah menyelesaikan
program induksi dengan nilai kinerja paling kurang kategori baik berhak
memperoleh sertifikat.
Pasal
6
Guru pemula memiliki kewajiban merencanakan
pembelajaran/bimbingan dan konseling, melaksanakan pembelajaran/bimbingan dan konseling
yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran/bimbingan dan
konseling, serta melaksanakan perbaikan dan pengayaan.
Pasal
7
(1)
Program induksi
dilaksanakan di satuan pendidikan tempat guru pemula bertugas selama 1 (satu)
tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun.
(2)
Bagi guru pemula
yang berstatus CPNS/PNS mutasi dari jabatan lain, program induksi dilaksanakan
sebagai salah satu syarat pengangkatan dalam jabatan fungsional guru.
(3)
Bagi guru pemula yang berstatus bukan PNS,
program Induksi dilaksanakan sebagai salah satu syarat pengangkatan dalam
jabatan guru tetap.
(4)
Program induksi
dilaksanakan secara bertahap dan sekurang-kurangnya meliputi persiapan,
pengenalan sekolah/madrasah dan lingkungannya, pelaksanaan dan observasi pembelajaran/bimbingan
dan konseling, penilaian, dan pelaporan.
(5)
Guru pemula diberi
beban mengajar antara 12 (dua belas) hingga 18 (delapan belas) jam tatap muka
per minggu bagi guru mata pelajaran, atau beban bimbingan antara 75 (tujuh
puluh lima) hingga 100 (seratus) peserta didik per tahun bagi guru bimbingan
dan konseling.
(6)
Selama
berlangsungnya program induksi, pembimbing, kepala sekolah/madrasah, dan
pengawas wajib membimbing guru pemula agar menjadi guru profesional.
(7)
Pembimbingan yang
diberikan meliputi bimbingan dalam perencanaan pembelajaran/bimbingan dan
konseling, pelaksanaan kegiatan pembelajaran/ bimbingan dan konseling,
penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran/bimbingan dan konseling, perbaikan
dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi
pembelajaran/bimbingan dan konseling, dan pelaksanaan tugas lain yang relevan.
Pasal
8
(1)
Pembimbing
ditugaskan oleh kepala sekolah/madrasah atas dasar profesionalisme dan
kemampuan komunikasi.
(2)
Dalam hal sekolah/madrasah tidak memiliki
pembimbing sebagaimana dipersyaratkan, kepala sekolah/madrasah dapat menjadi
pembimbing sejauh dapat dipertanggungjawabkan dari segi profesionalisme dan
kemampuan komunikasi.
(3)
Dalam hal kepala
sekolah/madrasah tidak dapat menjadi pembimbing, kepala sekolah/madrasah dapat
meminta pembimbing dari satuan pendidikan yang terdekat dengan persetujuan
kepala dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota atau kantor kementerian agama
kabupaten/kota sesuai dengan tingkat kewenangannya.
Pasal
9
(1)
Penilaian terhadap
kinerja guru pemula dilakukan pada akhir masa program induksi.
(2)
Hasil penilaian
kinerja sebagaimana ayat (1) merupakan hasil kesepakatan pembimbing, kepala
sekolah/madrasah, dan pengawas;
(3)
Hasil penilaian
kinerja guru pemula berupa nilai dengan kategori amat baik, baik, cukup,
sedang, dan kurang, yang selanjutnya disampaikan kepada kepala dinas
pendidikan/kantor kementerian agama setempat.
(4)
Kepala dinas
pendidikan/kantor kementerian agama setempat menerbitkan sertifikat bagi guru
pemula yang memiliki kinerja paling kurang kategori baik.
Pasal
10
(1)
Guru pemula yang
berstatus CPNS/PNS mutasi dari jabatan lain, yang telah menyelesaikan program
induksi dengan nilai kinerja paling kurang kategori baik, yang dibuktikan
dengan sertifikat sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (4) dapat diusulkan
untuk diangkat dalam jabatan fungsional guru.
(2)
Guru pemula yang
berstatus CPNS/PNS mutasi dari jabatan lain, yang belum mencapai nilai kinerja
dengan kategori baik dapat mengajukan masa perpanjangan paling lama 1 (satu)
tahun.
(3)
Guru pemula yang
berstatus CPNS/PNS mutasi dari jabatan lain, yang tidak mencapai nilai kinerja
dengan kategori baik dalam masa perpanjangan, dapat ditugasi mengajar sebagai
guru tanpa jabatan fungsional guru.
(4)
Guru pemula yang
berstatus CPNS/PNS mutasi dari jabatan lain, yang ditugasi mengajar sebagai
guru tanpa jabatan fungsional guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat
diusulkan untuk diangkat dalam jabatan fungsional guru apabila telah memiliki
nilai kinerja paling kurang kategori baik pada tahun berikutnya yang dibuktikan
dengan sertifikat sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (4).
(5)
Guru pemula yang berstatus bukan PNS, yang
telah menyelesaikan program induksi dengan nilai kinerja paling kurang kategori
baik, yang dibuktikan dengan sertifikat sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat
(4) dapat diusulkan untuk diangkat sebagai guru tetap dan diangkat dalam
jabatan fungsional guru.
(6)
Guru pemula yang
berstatus bukan PNS, yang belum mencapai nilai kinerja dengan kategori baik
dapat mengajukan masa perpanjangan paling lama 1 (satu) tahun.
(7)
Guru pemula yang
berstatus bukan PNS, yang tidak mencapai nilai kinerja dengan kategori baik
dalam masa perpanjangan, tidak dapat diangkat menjadi guru tetap.
(8)
Guru pemula yang
berstatus bukan PNS, yang tidak mencapai nilai kinerja dengan kategori baik
dalam masa perpanjangan, dapat ditugasi mengajar sebagai guru tanpa jabatan
fungsional guru.
(9)
Guru pemula yang berstatus bukan PNS, yang
ditugasi mengajar sebagai guru tanpa jabatan fungsional guru sebagaimana ayat
(8), dapat diusulkan untuk diangkat sebagai guru tetap dan diangkat dalam
jabatan fungsional guru apabila telah memiliki nilai kinerja paling kurang
kategori baik pada tahun berikutnya yang dibuktikan dengan sertifikat sebagaimana
dimaksud pada Pasal 9 ayat (4).
Pasal
11
(1)
Direktorat jenderal
melakukan evaluasi terhadap implementasi kebijakan program induksi bagi guru
pemula secara nasional.
(2)
Dinas pendidikan provinsi atau kantor wilayah
kementerian agama melaksanakan evaluasi pelaksanaan program induksi bagi guru
pemula dalam lingkup provinsi dan sekolah/madrasah yang menjadi tanggung
jawabnya.
(3)
Dinas pendidikan
atau kantor kementerian agama kabupaten/kota melaksanakan evaluasi pelaksanaan
program induksi bagi guru pemula dalam lingkup kabupaten/kota dan
sekolah/madrasah yang menjadi tanggung jawabnya.
(4)
Penyelenggara
pendidikan melakukan evaluasi pelaksanaan program induksi bagi guru pemula pada
sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menjadi tanggung
jawabnya.
(5)
Direktorat jenderal memberikan bimbingan
teknis terhadap implementasi kebijakan program induksi bagi guru pemula secara
nasional.
(6)
Dinas pendidikan
provinsi/kantor kementerian agama memberikan bimbingan teknis terhadap
pelaksanaan program induksi bagi guru pemula dalam lingkup provinsi dan
sekolah/madrasah yang menjadi tanggung jawabnya.
(7)
Dinas pendidikan
atau kantor kementrian agama kabupaten/kota memberikan bimbingan teknis
terhadap pelaksanaan program induksi bagi guru pemula dalam lingkup
kabupaten/kota dan sekolah/madrasah yang menjadi tanggung jawabnya.
Penyelenggara pendidikan memberikan bimbingan teknis terhadap pelaksanaan
program induksi bagi guru pemula pada sekolah/madrasah yang diselenggarakan
oleh masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal
12
Setiap sekolah/madrasah wajib melaksanakan program
induksi bagi guru pemula paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri
ini ditetapkan.
Pasal
13
Tata cara pelaksanaan program induksi yang lebih rinci
diatur dalam pedoman sebagaimana tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal
14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2010
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD
MOHAMMAD NUH
0 komentar:
Posting Komentar