BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sekolah yang menggunakan Manajemen
Berbasis Sekolah memiliki kewenangan untuk mengatur sendiri sekolahnya itu agar
dapat mencapai tujuan. Dengan kata lain, sekolah tersebut berhak untuk
memberdayakan potensi yang dimilikinya baik itu potensi warga sekolah maupun
potensi masyarakatnya. Dengan demikian maka kepemimpinan dan tata pengelolaan
yang dimiliki haruslah menunjang untuk keberhasilan tujuan yang telah
ditetapkan
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam MBS.
Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan
kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam
situasi yang kondusif. Perilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja
para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan
terhadap para guru, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Perilaku
pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan
memotivasi individu untuk bekerja sama dalam kelompok dalam rangka mewujudkan
tujuan organisasi.
Selain kepemimpinan, tata kelola dalam
MBS juga merupakan hal yang krusial bagi pelaksanaan MBS. Dengan tata kelola
yang baik terhadap komponen-komponen dalam suatu sekolah maka pelaksanaan MBS
juga akan baik. Tata kelola yang baik, prinsip tata pengelolaan, juga ditunjang
oleh peran para stakeholder yang
dilakukan dengan maksimal.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
tata kelola yang baik dalam MBS?
2. Apa
yang dimaksud dengan kepemimpinan?
3. Bagaimana
kepemimpinan dalam MBS?
4. Apa
saja peran Stakeholder?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
tata kelola yang baik dalam MBS.
2. Memahami
pengertian kepemimpinan.
3. Memahami
kepemimpinan yang baik dalam MBS.
4. Mengetahui
peran-peran stakeholder.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tata
Kelola yang Baik dalam MBS
Dalam pelaksanaan pengelolaan sekolah
dengan system MBS harus berdasarkan pada rinsip-prinsip tata kelola yang baik,
diantaranya adalah:
1.
Partisipasi
Partisipasi adalah
proses di mana stakeholders (warga
sekolah dan masyarakat) terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif,
secara langsung maupun tidak langsung, dalam pengambilan keputusan, pembuatan
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/ pengevaluasian pendidikan
sekolah. Tujuan utama peningkatan partisipasi adalah untuk:
a.
Meningkatkan
dedikasi/kontribusi stakeholders terhadap
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, baik dalam bentuk jasa
(pemikiran/intelektualitas, keterampilan), moral, finansial, dan material
b.
Memberdayakan
kemampuan yang ada pada stakeholders bagi
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional;
c.
Meningkatkan
peran stakeholders dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, baik sebagai advisor, supporter, mediator, controller, resource linker, and
education provider,
d.
Menjamin
agar setiap keputusan dan kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan
aspirasi stakeholders dan menjadikan
aspirasi stakeholders sebagai
panglima bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Untuk meningkatkan
partisipasi tersebut antara lain dengan:
a.
Membuat
peraturan dan pedoman sekolah yang dapat
menjamin hak stakeholders untuk menyampaikan pendapat dalam segala proses pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengevaluasian pendidikan di sekolah.
b.
Menyediakan
sarana partisipasi atau saluran komunikasi agar stakeholders dapat mengutarakan pendapatnya atau dapat
mengekspresikan keinginan dan aspirasinya melalui pertemuan umum, temu wicara,
konsultasi, penyampaian pendapat secara tertulis, partisipasi secara aktif
dalam proses pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan/ pengevaluasian pendidikan di sekolah.
c.
Melakukan
advokasi, publikasi, komunikasi, dan transparansi kepada stakeholders.
d.
Melibatkan
stakeholders secara proporsional
dengan mempertimbangkan relevansi pelibatannya, batas-batas yurisdiksinya,
kompetensinya, dan kompatibilitas tujuan yang akan dicapainya.
Peningkatan
partisipasi yang sudah berhasil dapat dilihat dari:
a.
Kontribusi/dedikasi
stakeholders meningkat dalam hal jasa
(pemikiran, keterampilan), finansial, moral, dan material
b.
Meningkatnya
kepercayaan stakeholders kepada
sekolah, terutama menyangkut kewibawaan dan kebersihan.
c.
Meningkatnya
tanggung jawab stakeholders terhadap
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
d.
Meningkatnya
kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan saran) untuk peningkatan mutu
pendidikan.
e.
Meningkatnya
kepedulian stakeholders terhadap setiap langkah yang dilakukan oleh
sekolah untuk meningkatkan mutu.
f.
Keputusan-keputusan
yang dibuat oleh sekolah benar-benar mengekspresikan aspirasi dan pendapat stakeholders dan mampu meningkatkan
kualitas pendidikan.
2.
Transparansi
Transparansi sekolah adalah keadaan di mana
setiap orang yang terkait dengan kepentingan pendidikan dapat mengetahui proses
dan hasil pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah. Sekolah harus memberikan
informasi yang benar kepada publik. Jika terdapat perubahan pada status data
dalam laporan suatu sekolah, maka perubahan itu harus diungkapkan dengan segera
kepada semua pihak yang terkait (stakeholders).
Pengembangan transparansi ditujukan
untuk membangun kepercayaan dan keyakinan publik kepada sekolah bahwa sekolah
adalah organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa. Bersih dalam
arti tidak KKN dan berwibawa dalam arti profesional. Transparansi bertujuan
untuk menciptakan kepercayaan timbal balik antara sekolah dan publik melalui
penyediaan informasi yang memadai dan menjamin kemudahan dalam memperoleh
informasi yang akurat.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan
dalam kerangka meningkatkan transparansi sekolah kepada publik antara lain
melalui pendayagunaan berbagai jalur komunikasi, baik secara langsung melalui
temu wicara, maupun secara tidak langsung melalui jalur media tertulis (brosur,
leaflet, newsletter, pengumuman melalui surat kabar) maupun media elektronik
(radio dan televisi lokal). Upaya
lain yang perlu dilakukan oleh sekolah dalam meningkatkan transparansi adalah
menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi, bentuk
informasi yang dapat diakses oleh publik ataupun bentuk informasi yang bersifat
rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi, durasi waktu untuk mendapatkan
informasi, dan prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada publik.
Sekolah perlu mengupayakan
peraturan yang menjamin hak publik untuk mendapatkan informasi sekolah,
fasilitas database, sarana informasi dan komunikasi, dan petunjuk
penyebarluasan produk-produk dan informasi yang ada di sekolah maupun prosedur
pengaduan.
Keberhasilan
transparansi sekolah dapat dilihat dari:
a.
Meningkatnya keyakinan dan kepercayaan publik kepada sekolah
bahwa sekolah adalah bersih dan wibawa.
b.
Meningkatnya partisipasi publik terhadap penyelenggaraan
sekolah.
c.
Bertambahnya wawasan dan pengetahuan publik terhadap
penyelenggaraan sekolah.
d.
Berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku di sekolah.
3.
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban
untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja
dan tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban
penyelenggara sekolah merupakan akumulasi dari keseluruhan pelaksanaan
tugas-tugas pokok dan fungsi sekolah yang perlu disampaikan kepada publik atau stakeholders.
Akuntabilitas
meliputi pertanggungjawaban penyelenggara sekolah yang
diwujudkan melalui transparansi dengan cara menyebarluaskan informasi dalam
hal:
a.
Pembuatan dan pelaksanaan kebijakan serta perencanaan.
b.
Anggaran pendapatan dan belanja sekolah.
c.
Pengelolaan sumber daya pendidikan di sekolah.
d.
Keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan rencana sekolah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.
Menurut
jenisnya, akuntabilitas dikategorikan menjadi empat, yaitu:
a.
Akuntabilitas kebijakan, yaitu akuntabilitas pilihan atas
kebijakan yang akan dilaksanakan.
b.
Akuntabilitas kinerja (product/quality accountability),
yaitu akuntabilitas yang berhubungan dengan pencapaian tujuan sekolah.
c.
Akuntabilitas proses, yaitu akuntabilitas yang berhubungan
dengan proses, prosedur, aturan main, ketentuan, pedoman, dan sebagainya.
d.
Akuntabilitas keuangan (kejujuran) atau sering disebut (financial
accountability), yaitu akuntabilitas yang berhubungan dengan pendapatan dan
pengeluaran uang (cash in and cash out).
Tujuan utama akuntabilitas adalah
untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu
prasyarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara
sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja
kepada publik. Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah untuk menilai kinerja
sekolah dan kepuasan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan
oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan
pendidikan, dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan
kepada publik.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam
peningkatan akuntabilitas antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk
mekanisme pertanggungjawaban. Ini perlu diupayakan untuk menjaga kepastian
tentang pentingnya akuntabilitas.
b.
Menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja
penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
c.
Menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan
kepada publik/stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
d.
Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja
sekolah dan disampaikan kepada stakeholders.
e.
Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan
dan menyampaikan hasilnya kepada publik/stakeholders
di akhir tahun.
f.
Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan atau pengaduan
publik.
g.
Menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang
akan memperoleh pelayanan pendidikan.
h.
Memperbarui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan
komitmen baru.
Keberhasilan
akuntabilitas dapat dilihat dari:
a.
Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah.
b.
Tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
c.
Berkurangnya kasus-kasus KKN di sekolah.
d.
Meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan
nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.
4.
Wawasan
ke Depan
Dalam mengelola pendidikan harus
berwawasan atau berpandangan ke masa depan.
Sekolah hendaknya membangun sekolah dari sisi fisik dan nonfisik berdasarkan
visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses
pembangunan sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab terhadap
kemajuan sekolah.
5.
Penegakkan Hukum
Pengelolaan pendidikan akan berjalan
baik apabila hukum dilaksanakan dengan menegakkan hokum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung
tinggi HAM dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
6.
Keadilan
Dalam mengelola pendidikan harus
bersikap adil terhadap semua pihak tanpa
kecuali. Tidak dibenarkan untuk memilih milih berdasarkan materi, akademik
7.
Demokrasi
Demokrasi disini artinya
keputusan yang diambil oleh pemimpin dalam manajemen berbasis sekolah hendaknya
berdasarkan hasil musyawarah antara komponen sekolah dan masyarakat.
8.
Prediktibilitas
Prinsip
prediktibilitas berkaitan dengan kemungkinan apa yang akan dihadapi. Dengan
adanya prediksi, sekolah akan mampu membuat antisipasi atas apa yang harus dan
tidak harus dilakukan serta mampu membuat rencana-rencana yang matang untuk
menghadapi situasi yang mungkin muncul sehingga memiliki kesiapan ekstra.
9.
Kepekaan
Dengan peka terhadap aspirasi
stakeholders diharapkan mampu
mengalirkan kekuasaan dari pemerintah pusat dan dinas pendidikan ke tangan para
pengelola sekolah.
10. Profesionalisme
Profesionalisme
sangat dibutuhkan dalam setiap proses MBS. Dengan adanya profesionalisme maka
perencanaan hingga evaluasi dapat dijalankan dengan baik. Profesionalisme harus
senantiasa ditingkatkan baik itu kemampuan maupun moral penyelenggara sekolahagar
mampu memberi pelayanan yang sebaik-baiknya.
11. Efektivitas
Efektivitas merupakan cara suatu organisasi untuk bisa berhasil
mendapatkan dan memanfaatkan
sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Efektivitas berkaitan
dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu,
dan adanya partisipasi aktif dari anggota. Berarti pemimpin harus mengetahui
bagaimana strategi agar berhasil melaksanakan tugas pokok sekolah, menjalin
partisipasi masyarakat, mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya, sumber dana dan
sumber belajar untuk mewujudkan tujuan sekolah.
12. Efisiensi
Dengan adanya
prinsip efisiensi, dapat menjamin terselenggaranya pelayanan oleh sekolah
dengan sistem MBS dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal
dan bertanggung jawab.
13. Kepastian Jaminan Hukum
Penerapan tata kelola yang baik harus
diupayakan oleh sekolah melalui berbagai cara seperti misalnya: pembuatan
aturan main sekolah/pedoman tentang tatacara pelaksanaan prinsip-prinsip tata
kelola yang baik, penyediaan sarana untuk memfasilitasi pelaksanaan
prinsip-prinsip tata kelola yang baik, melakukan advokasi, publikasi, relasi
dengan para pemangku kepentingan, dan sebagainya.yang disesuaikan dengan
konteks kebutuhan, karakteristik dan kemampuan sekolah masing-masing.
Disamping prinsip-prinsip dalam
mengelola yang baik, penyelenggaraan pendidikan di sekolah dengan sistem MBS,
memerlukan pengelolaan yang matang dari berbagai komponen sekolah. Pengelolaan
dalam MBS menurut Depdiknas dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah untuk Sekolah
Dasar meliputi:
1. Pengelolaan
SDM (Sumber Daya Manusia)
Pengelolaan sumber daya manusia adalah
kegiatan pembinaan dan pendayagunaan SDM yang ada di sekolah dan masyarakat
untuk mencapai tujuan. Dari kalimat tersebut terdapat dua perlakuan kepada SDM,
yaitu pembinaan dan pengelolaan.
a. Pembinaan
Sumber Daya Manusia
Pembinaan Sumber Daya Manusia adalah
upaya yang dilakukan secara terarah dan terus menerus agar sumber daya manusia
yang ada dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik dalam rangka
mencapai tujuan sekolah. Pembinaan sumber daya manusia dalam hal ini meliputi:
1) Kemampuan
akademis/professional (akademis)
Kemampuan akademis tenaga kependidikan
terkait dengan penguasaan materi pelajaran, keterampilan dalam mengelola
kegiatan belajar mengajar, dan sikap tenaga kependidikan sebagai pendidik dan
pengajar. Cara membina kemampuan akademis tenaga kependidikan adalah dengan:
a) Tentukan
syarat minimal kompetensi yang harus dimiliki
b) Ajak
tenaga kependidikan mengenali kemampuannya
c) Tingkatkan
kemampuan akademis tenaga kependidikan dengan cara: (1) ikutkan tenaga
kependidikan dalam pelatihan yang relevan, (2) tanamkan budaya meningkatkan
kemampuan, (3) tanamkan budaya berprestasi, (4) ciptakan suasana yang mendukung
sehingga memungkinkan tenaga kependidikan yang kreatif, (5) tanamkan budaya
rasa memiliki, (6) tanamkan budaya belajar, kerja keras, dan membangun diri.
d) Tingkatkan
disiplin dan komitmen dalam menjalankan tugas
2) Karier
Pembinaan karier sumber daya manusia
terkait dengan jabatan fungsional, dan jabatan structural atas dasar prestasi
kerja. Cara membina karier sumber daya manusia dalam hal ini yaitu dengan
menciptakan situasi yang mendukung sehingga memungkinkan sumber daya manusia
dapat mencapai jenjang karier tepat waktu sesuai peraturan yang berlaku dengan
cara:
a) Tanamkan
budaya malu misalnya malu datang tidak tepat waktu (disiplin waktu)
b) Lakukan
penilaian secara objektif dan jujur
c) Dorong
tenaga kependidikan mencapai jenjang karier secara optimal dengan menyediakan
fasilitas yang mendukung
3) Kesejahteraan
Kesejahteraan berarti suatu pemenuhan
kebutuhan yang terkait dengan mental spiritual (rohaniah), jasmaniah, dan
penghasilan. Cara meningkatkan kesejahteraan sumber daya manusia yaitu:
a) Terkait
dengan kondisi rohaniah
1) Ciptakan
iklim social yang menyenangkan
2) Tingkatkan
hubungan kekeluargaan
3) Tingkatkan
kerjasama dengan orang tua siswa, alumni, dan masyarakat setempat
b) Terkait
dengan jasmaniah
1) Olahraga
bersama secara terjadwal
2) Rekreasi
bersama
3) Jaminan
sosial
c) Terkait
dengan penghasilan
1) Intensif
yang layak sesuai dengan kinerja
2) Penghargaan
dalam bentuk material dan moril bagi yang berprestasi
b. Pendayagunaan
Sumber Daya Manusia
Pendayaguanaan sumber daya manusia
adalah upaya memanfaatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap SDM yang ada di
sekolah maupun masyarakat secara optimal untuk mencapai tujuan. Cara
mendayagunakan SDM yaitu:
1) Pencatatan/pendaftaran
tugas yang harus dikerjakan
2) Upayakan
agar tugas tersebut dapat dilaksanakan oleh staf sekolah. Jika ada tugas yang
tidak dapat dilaksanakan staf sekolah carikan tenaga yang ada di masyarakat
setempat
3) Pahami
minat dan kemampuan sumber daya manusia yang ada
4) Rumuskan
tugas dan tanggung jawab masing-masing
5) Diskusikan
tentang tugas dan tanggung jawab
6) Lakukan
pembagian tugas bersama
7) Lakukan
supervisi secara berkala
8) Berikan
tugas tambahan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan sesuai kemampuan
maasing-masing.
2. Pengelolaan
kurikulum
Pengembangan kurikulum merupakan
kegiatan operasional sekolah untuk mencapai visi, misi, tujuan yang telah dirumuskan
mengacu pada kurikulum nasional dan local yang berlaku sesuai dengan situasi
dan kondisi sekolah yang dijabarkan dalam program tahunan dan catur wulan
berdasarkan kalender pendidikan. Program tahunan sekolah adalah rancangan
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler di sekolah menurut kelas dalam satu
tahun ajaran. Program catur wulan adalah rancangan kegiatan kurikuler dan
ekstrakurikuler untuk semua mata pelajaran menurut kelas dalam satu catur wulan
pada tahun ajaran berjalan.
Cara
menyusun program tahunan kegiatan belajar mengajar yaitu:
a. Tentukan
hari belajar efektif dengan berpedoman pada hari belajar efektif yang berlaku
b. Tentukan
jam belajar efektif per minggu serta lakukan analisis materi pelajaran dengan
mempertimbangkan:
1) Pencapaian
tujuan
2) Kedudukan
mata pelajaran dalam mata pelajaran lainnya
3) Nilai
aplikasinya
4) Kemutakhiran
5) Karakteristik
pelajaran
6) Kebutuhan
sekolah
c. Tugaskan
tenaga kependidikan menyusun program tahunan
d. Lakukan
pembahasan program tahunan
e. Susun
jadwal pelajaran
f. Sepakati
perlunya menyusun rencana pelajaran
g. Bahas
bersama rencana pelajaran yang disusun guru
h. Lakukan
supervisi secara berkala
i.
Kembangkan system
penilaian
j.
Penuhi sumber belajar
k. Penuhi
media pembelajaran
l.
Sepakati system
pembelajran yang dapat mengakomodasi kemajuan belajar siswa
m. Sepakati
bahwa pembelajaran senantiasa berpedoman pada prinsip-prinsip didaktik
3. Pengelolaan
kesiswaan
Pengelolaan kesiswaan adalah kegiatan
yang dirancang sekolah mulai dari cara penerimaan siswa baru,
pengadministrasian siswa, dan membina siswa agar dapat mengembangkan potensi
rohaniah dan jasmaniah yang dimilikinya secara optimal sampai dengan
ketamatannya dan pelepasan siswa. Cara mengelola siswa adalah dengan:
a. Penerimaan
siswa baru
1) Pelajari
ketentuan penerimaan siswa baru
2) Koordinasi
dengan sekolah lain
3) Bentuk
panitia penerimaan siswa baru
4) Rumuskan
dengan jelas tugas dan wewenang panitia penerimaan siswa baru
5) Lakukan
promosi
b. Pengadministrasian
siswa
c. Pembinaan
siswa secara tertib dan akurat
1) Lakukan
pendataan siswa (biodata)
2) Ikutkan
siswa dalam merumuskan kegiatan kesiswaan
3) Kembangkan
potensi siswa secara optimal dengan cara menyusun program BK dan kegiatan
ekstra kurikuler
d. Ketamatan
dan pelepasan siswa
4. Pengelolaan
keuangan
Pengelolaan keuangan adalah kegiatan
sekolah untuk merencanakan, memperoleh, menggunakan, dan mempertanggungjawabkan
keuangan sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Keuangan sekolah
diperlukan mengingat sumber pembiayaan sekolah biasanya terbatas, karena itu
sekolah harus mampu meyakinkan pihak terkait terhadap pentingnya program yeng
memerlukan tambahan biaya. Untuk mendapatkan sumber keuangan sekolah, caranya
adalah:
a. Susun
proposal untuk masing-masing program
b. Tentukan
keperluan dana untuk setiap kegiatan
c. Catat/daftarkan
sumber-sumber pembiayaan sekolah
d. Susun
RAPBS
e. Gunakan
format penyusunan RAPBS yang ada
f. Ajukan
proposal dan RAPBS ke instansi terkait, BP3/Komite Sekolah/Badan Peranserta
Masyarakat, Alumni, donator lainnya
Untuk menggunakan keuangan sekolah,
caranya adalah dengan:
a. Pilih
bendahara, pemegang buku, dan pengawas yang bertanggungjawab
b. Tentukan
mekanisme pengeluaran keuangan sekolahmisalnya sebelum mengeluarkan uang harus
mendapat persetujuan pengawas dan kepala sekolah
c. Gunakan
keuangan sekolah sesuai dengan RAPBS
d. Catat
secara tertib dan cermat pendapatan dan pengeluaran sekolah
5. Pengelolaan
Sarana dan Prasarana
Kebutuhan prasarana dan sarana
pendidikan adalah kegiatan pengadaan, pemeliharaan, dan penghapusan alat yang
digunakan untuk menunjang pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dari uraian
tersebut, terdapat dua hal yang menjadi perhatian, yaitu sarana dan prasarana.
Prasarana pendidikan adalah fasilitas
yang mendukung keterlaksanaan kegiatan pendidikanseperti gedung dan benda yang
tidak dapat dipindahkan lainnya. Sarana pendidikan adalah alat yang secara
langsung digunakan dalam kegiatan belajar mengajaryang dapat digolongkan
menjadi alat pelajaran, alat peraga, dan media pengajaran.
Cara merencanakan kebutuhan sarana dan
prasarana pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Merencanakan
kebutuhan prasarana pendidikan
1) Tetapkan
kebutuhan prasarana dan prioritasnya
2) Masukkan
ke RAPBS
3) Catat
prasarana sekolah secara tertib dan akurat
b. Merencanakan
kebutuhan sarana pendidikan
1) Alat
Pelajaran
a) Rencanakan
kebutuhan buku, alat praktik, bahan praktik, dan alat laboratorium berdasarkan
kurikulum yang berlaku dengan memperhatikan jumlah siswa
b) Diskusikan
jenis alat yang harus dibeli dan yang dapat dikembangkan sendiri
c) Pengadaan
didasarkan pada prioritas
d) Catat
fasilitas perpustakaan dengan cermat dan tertib
e) Tentukan
penanggungjawab laboratorium dan perpustakaan
2) Alat
Peraga
Susun
kebutuhan alat peraga menurut jenisnya dengan memperhatikan jumlah siswa
3) Media
Pengajaran
Susun
dan tentukan kebutuhan media pengajaran
Cara pemanfaatan dan pemeliharaan sarana
dan prasarana adalah sebagai berikut:
a. Pemanfaatan
Prasarana
1) Tunjuk
petugas tata usaha sekolah sebagai penanggung jawab keamanan dan kebersihan
prasarana
2) Tetapkan
pemanfaatan masing-masing fasilitas yang ada
3) Susun
jadwal pemeliharaan masing-masing fasilitas
4) Tentukan
alat/bahan yang dibutuhkan untuk perawatan dan
kebersihan prasarana
b. Pemanfaatan
Sarana
1) Susun
jadwal pemanfaatannya sesuai dengan peruntukkan masing-masing sarana
2) Tunjuk
penanggung jawab untuk masing-masing peralatan/sarana
6. Pengelolaan
Kerjasama Sekolah dengan Masyarakat
Kerjasama sekolah dengan masyarakat
adalah kegiatan sekolah yang melibatkan masyarakat baik secara individual
maupun organisasi dengan prinsip sukarela, saling menguntungkan, dan memiliki
kepentingan bersama dalam suatu wadah guna membantu kelancaran penyelenggaraan
pendidikan di sekolah. Perlunya dilakukan kerjasama sekolah dengan masyarakat
adalah untuk mendayagunakan potensi massyarakat dalam membantu kelancaran
penyelenggaraan pendidikandi sekolah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Waktu pelaksanaan kerjasama sekolah dengan
masyarakat dapat dilakukan secara terjadwal, terrencana, dan berkesinambungan
melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat maupun pihak-pihak terkait lainnya.
Pelaksanaan kerjasama sekolah dengan masyarakatbjuga dapat dilakukan secara
tidak terjadwal, sesuai keperluan, misalnya kunjungan ke rumah tokoh
masyarakat.
Orang-orang yang diajak kerjasama yaitu:
1. Warga
masyarakat (tokoh masyarakat) baik secara individu maupun organisasi
2. Alumni
3. Instansi-instansi
terkait lainnya, seperti: Puskesmas, Kelurahan, Kecamatan, Sekolah lain, dan
lain-lain
4. Dunia
usaha/industri (DUDI)
5. Orang
tua siswa
Untuk melakukan kerjasama dengan
masyarakat, sangat diperlukan teknik pendekatan yang baik agar kerjasama dapat
berjalan dengan maksimal. Teknik pendekatan tersebut antara lain:
1. Melakukan
kunjungan ke rumah tokoh-tokoh masyarakat
2. Melakukan
partisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan
3. Mengadakan
kkegiatan/program bersama dengan masyarakat
4. Mengadakan
bulletin/majalah sekolah
5. Mengadakan
pertemuan rutin/dialog dengan tokoh masyarakat maupun masyarakat sekitar serta
pihak-pihak terkait
6. Membina
hubungan dengan instansi-instansi terkait dalam upaya mendapat dukungan dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah
Setelah pendekatan dengan masyarakat
berhasil, selanjutnya adalah pelaksanaan kerjasama. Dalam melaksanakan
kerjasama dengan masyarakat, terdapat beberapa mekanisme, yaitu:
1. Mendaftar/mencatat
tokoh-tokoh masyarakat maupun pihak-pihak yang mungkin dapat bekerjasama
2. Melakukan
pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat maupun pihak-pihak terkait (alumni,
instansi terkait, dunia usaha/industri
(DUDI))
3. Mengundang
tokoh-tokoh masyarakat maupun pihak-pihak terkait ke sekolah
4. Mengikutsertakan
tokoh-tokoh masyarakat maupun pihak-pihak terkait dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah yang meliputi:
a. Penyusunan
program dengan menginventarisir potensi-potensi yang dimilikinya
b. Pengelolaan
sekolah secara moril maupun materiil guna kelancaran penyelenggaraan pendidikan
di sekolah
c. Monitoring
dan evaluasi yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan penyempurnaan
program/kegiatan sekolah
B.
Pengertian
Kepemimpinan
Sutisna
(1993) merumuskan kepemimpinan sebagai "proses mempengaruhi kegiatan
seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi
tertentu". Sementara Soepardi (1988) mendefinisikan kepemimpinan sebagai
"kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan,
menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum
(kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen
mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan
efisien." Hal tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup
tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakteristiknya;
adanya pengikut; serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut
berinteraksi.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi
orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
C.
Kepemimpinan
dalam MBS
1. Gaya
Kepemimpinan
Gaya
kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat
mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan,
cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya.
Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat dikaji dari tiga pendekatan
utama, yaitu pendekatan sifat, perilaku, dan situasional.
a.
Pendekatan Sifat
Menurut
Sutisna (1993), pendekatan sifat berpendapat bahwa terdapat sifat-sifat
tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan yang esensial, pada
kepemimpinan yang efektif. Sifat-sifat pribadi yang tak terpisahkan ini seperti
inteligensi, dianggap bisa dialihkan dari satu situasi ke situasi yang lain. Hanyalah
mereka yang memiliki ini yang bisa dipertimbangkan untuk menempati kedudukan
kepemimpinan.
Dengan
demikian, seorang pemimpin memiliki sifat-sifat bawaan yang membedakannya dari
yang bukan pemimpin. Pendekatan ini menyarankan beberapa syarat yang harus
dimiliki pemimpin yaitu: kekuatan fisik dan susunan syaraf, penghayatan
terhadap arah dan tujuan, antusiasme, keramahtamahan, integritas, keahlian
teknis, kemampuan mengambil keputusan, inteligensi, keterampilan memimpin, dan
kepercayaan (Tead, 1963).
b.
Pendekatan Perilaku
Pendekatan
Perilaku memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin
dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain (pengikut). pendekatan perilaku
kepemimpinan banyak membahas keefektifan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh
pemimpin misalnya gaya yang perhatian, inisiatif, demokrasi, percaya pada
bawahan, partisipatif, dan lain-lain.
c.
Pendekatan Situasional
Pendekatan
situasional hampir sama dengan pendekatan perilaku, keduanya menyoroti perilaku
kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini kepemimpinan lebih merupakan
fungsi situasi daripada sebagai kualitas pribadi, dan merupakan suatu kualitas
yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi tertentu.
Menurut
pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari beberapa variabel yang
mempengaruhi perilaku akan memudahkan menentukan gaya kepemimpinan yang paling
cocok. Pendekatan ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang
paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu. Misalkan pada situasi
kematangan pegawai yang rendah dapat diterapkan gaya mendikte. Jika kematangan
pegawai rendah sampai sedang, digunakan gaya menjual. Apabila situasi
kematangan pegawai sedang hingga tinggi digunakan gaya melibatkan diri. Jika
kematangan pegawai tinggi, digunakan gaya mendelegasikan.
2. Kepemimpinan
dalam MBS
Standar Kompetensi Kepala
Sekolah/Madrasah telah ditetapkan melalui Permendiknas No. 13 Tahun 2007 yang
ditetapkan pada tanggal 17 April 2007. Dalam Permendiknas ini disebutkan bahwa
untuk diangkat sebagai kepala sekolah seseorang wajib memenuhi standar
kualifikasi dan kompetensi. Untuk standar kualifikasi meliputi kualifikasi umum
dan khusus. Kualifikasi umum kepala sekolah yaitu, kualifikasi akademik (S1),
usia maksimal 56 tahun, pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun,
dan pangkat serendah-rendahnya III/c atau yang setara. Sedangkan kualifikasi
khusus yatu berstatus guru, bersertifikat pendidik, dan memiliki sertifikat
kepala sekolah.
Dalam Permendiknas No.
13 Tahun 2007
disyaratkan 5 kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah, yaitu:
1.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi yang harus
dimiliki kepala sekolah dalam dimensi kompe-tensi keribadian antara lain: (1) berakhlak mulia,
mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia
bagi komunitas di sekolah/madrasah; (2) memiliki integritas kepribadian sebagai
pemimpin; (3) memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai
kepala sekolah/madrasah; (4) bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsi; (5) mengen-dalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan
sebagai kepala sekolah/ madrasah; dan (6) memiliki bakat dan minat jabatan
sebagai pemimpin pendidikan.
2.
Kompetensi Manajerial
Dalam perspektif
kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama
kepala sekolah yaitu, sebagai: (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3)
administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta
iklim kerja; dan (7) wirausahawan.
Sebagai seorang
manajer, kepala sekolah harus mempunyai empat kompetensi dan ketrampilan utama
dalam menajerial organisasi, yaitu ketrampilan membuat perencanaan,
keterampilan mengorganisasi sumberdaya, keterampilan melaksanakan kegiatan, dan
keterampilan melakukan pengendalian dan evaluasi. Empat keterampilan manajerial
kepala sekolah akan dibahas secara detail berikut ini.
Pertama, keterampilan
melakukan perencanaan. Kepala sekolah harus mampu melakukan proses perencanaan,
baik perencanaan jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Perencanaan
jangka pendek adalah perencanaan yang dibuat untuk kepentingan jangka pendek,
misalnya untuk satu bulan hingga satu tahun ajaran. Perencanaan jangka menengah
adalah perencanaan untuk pekerjaan yang memerlukan waktu 2-5 tahun, sedangkan
perencanaan jangka panjang meliputi perencanaan sekitar 5-10 tahun. Proses
perencanaan menjadi salah satu keterampilan yang penting mengingat perencanaan yang baik merupakan setengah dari
kesuksesan suatu pekerjaan. Prinsip perencanaan yang baik, akan selalu mengacu
pada: pertanyaan: “Apa, siapa, kapan, di mana, dan
bagaimana”, Detail perencanaan inilah yang akan menjadi kunci kesuksesan
pekerjaan.
Kedua, keterampilan
melakukan pengorganisasian. Lembaga pendidikan mempunyai sumberdaya yang cukup
besar mulai sumberdaya manusia yang terdiri dari guru, karyawan, dan siswa,
sumberdaya keuangan, hingga fisik mulai dari gedung serta sarana dan prasarana
yang dimiliki. Salah satu masalah yang sering melanda lembaga pendidikan adalah
keterbatasan sumberdaya. Kepala sekolah harus mampu menggunakan dan
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia dengan sebaik-baiknya. Walaupun terbatas,
namun sumberdaya yang dimiliki adalah modal awal dalam melakukan pekerjaan.
Karena itulah, seni mengola sumberdaya menjadi ketrerampilan manajerial yang
tidak bisa ditinggalkan.
Ketiga, adalah kemampuan
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Tahapan
ini mengisyaratkan kepala sekolah membangun prosedur operasional lembaga
pendidikan, memberi contoh bagaimana bekerja, membangun motivasi dan kerjasama,
serta selalu melakukan koordinasi dengan ber bagai elemen pendidikan. Tidak ada
gunanyua perencanaan yang baik jika dalam implementasinya tidak dilakukan
secara sungguh-sungguh dan professional.
Keempat, kepala
sekolah harus mampu melakukan tugas-tugas pengawasan dan pengendalian.
Pengawasan (supervisi) ini meliputi supervise manajemen dan juga supervisi
dalam bidang pengajaran. Sepervisi manajemen artinya melakukan pengawasan dalam
bidang pengembangan keterampilan dan kompetensi adminstrasi dan kelembagaan,
sementara supervisi pengajaran adalah melakukan pengawasan dan kendali terhadal
tugas-tugas serta kemampuan tenaga pendidik sebagai seorang guru. Karenanya
kepala sekolah juga harus mempunyai kompetensi dan keterampilan professional
sebagai guru, sehingga ia mampu memberikan supervisi yang baik kepada
bawahannya.
3.
Kompetensi Kewirausahaan
Dimensi kompetensi
kewirausahaan dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007 terdiri atas lima
kompetensi, yaitu: (1) menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan
sekolah/madrasah; (2) bekerja keras untuk mencapai keberhasilan
sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; (3) memiliki
motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai pemimpin sekolah/madrasah; (4) pantang menyerah dan selalu mencari
solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah; dan (5)
memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa
sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
Ranah kompetensi nomor
1 sampai dengan nomor 4 merupakan jiwa, sikap, dan perilaku kewirausahaan yang
harus dimiliki oleh kepala sekolah di seluruh jenjang pendidikan. Sedangkan
ranah ke-5, yang harus memiliki adalah kepala SMK karena bidang kegiatan
pendidikan di SMK diantaranya mengelola kegiatan produksi/jasa. Kebanyakan yang
ada yaitu koperasi sekolah. Walaupun demikian, naluri kewirausahaan harus
dimiliki oleh seluruh kepala sekolah.
Kewirausahaan dalam
persekolahan, tidak harus diartikan dengan kegiatan yang mampu menghasilkan
keuntungan bagi sekolah secara materiil (berupa uang). Kewirausahaan dalam yang
paling penting adalah kemauan bekerja keras serta kreatif dan inovatif. Kepala
sekolah yang memiliki jiwa kewirausahaan akan mampu menghitung kelemahan dan
kelebihan yang dimiliki menjadi modal awal sekolahnya. Dengan modal awal
tersebut, kepala sekolah mendayagunakan untuk kemajuan sekolah. Contoh: peserta
didik yang besar merupakan kekuatan (strenght) bagi sekolah. Orang tua peserta
didik bisa dijadikan investir dengan memberikan pinjaman dana, misalnya untuk
pembangunan kantin sekolah.Kantin tersebut kemudian disewakan. Hasil sewa ini,
sebagian untuk cadangan pengembalian pinjaman dan sebagian yang lain untuk
pendapatan sekolah.
Selain itu
prinsip-prinsip kewirausaan juga dapat digunakan untuk peningkatan kompetensi
guru. Di zaman teknologi, informasi dan komunikasi sekarang ini, kepala sekolah
dengan kreativitas dan inovasinya mendorong guru untuk menciptakan proses
belajar mengajar yang dinamis, yakni dengan kemampuan mengadopsi berbagai model
atau metode pembelajaran yang baru. Misalnya dalam hal membaca permulaan, guru
dapat menggunakan metode iqra’. Dengan metode ini kemampuan membaca permulaan
siswa akan mengalami perkembangan yang pesat. Dalam hal berhitung, guru dapat
menggunakan metode berhitung jarimatika atau jarimagic. Kepala sekolah
menciptakan kompetisi yang sehat di sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru.
Apalagi kemampuan melakukan penelitian tindakan kelas (Class Action Research)
dihargai secara akademis.
4.
Kompetensi Supervisi
Selama ini kegiatan
supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah merupakan kegiatan insidental.
Kegiatan ini biasanya dilaksanakan bagai guru yang akan naik pangkat atau untuk
mengisi DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai). Kegiatan ini dilakukan
kepala sekolah dengan sekadar melakukan kunjungan kelas dan menilai performa
guru. Setelah kagiatan ini selesai maka selesailah kegiatan supervisi ini.
Supervisi dalam
pengertian intinya adalah kegiatan membantu guru bukan hanya untuk memvonis
guru (benar atau salah). Kegiatan membantu guru harus dilakukan secara
terencana dan sistematis bukan insidental sehingga dengan kegiatan supervisi
kemampuan profesional guru dapat berkembang dengan optimal.
Dalam Permendiknas No.
13 Tahun 2007 tentang kompetensi kepala sekolah, dimensi kompetensi supervisi
terdiri atas tiga kompetensi, yaitu: (1) merencanakan program supervisi
akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru; (2) melaksanakan
supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik
supervisi yang tepat; dan (4) menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap
guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Kebanyakan kegiatan
supervisi yang dilaksanakan kepala sekolah terhadap guru baru pada butir dua
yaitu melaksanakan supervisi akademik dengan pendekatan dan teknik supervisi
yang terbatas, yakni satu pendekatan dan teknik supervisi untuk semua tipe
guru.
5.
Kompetensi Sosial
Sekolah merupakan
organisasi pembelajar (learning organization) di mana sekolah selalu berhadapan
dengan stake holder. Kemampuan yang diperlukan untuk berhadapan dengan
stakeholder adalah kemampun berkomunikasi dan berinteraksi yang efektif. Agar
terbina hubungan yang baik antara sekolah dengan orang tua, sekolah dengan
kantor/dinas yang membawahinya maka kepala sekolah harus mampu
mengkomunikasikannya.
Setiap kegiatan yang
melibatkan dua orang atau lebih pasti membutuhkan komunikasi. Pembagian kerja
administrasi dalam manajemen pendidikan yang meliputi 6 substansi manajemen
pendidikan juga memerlukan komunikasi. Ketrampilan berkomunikasi sangat
diperlukan dalam membina hubungan sosial.
Bagi kepala sekolah,
kegiatan komunikasi bermanfaat, antara lain untuk: (a) penyampaian program yang
disampaikan dimengerti oleh warga sekolah, (b) mampu memahami orang lain, (c)
gagasannya diterima oleh orang lain, dan (d) efektif dalam menggerakkan orang
lain melakukan sesuatu.
Kebutuhan sekolah yang
belum terpenuhi oleh pemerintah perlu mendapatkan bantuan dari pihak lain. Oleh
karena itu kepala sekolah harus mampu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak
demi kepentingan sekolah. Kompetensi yang dibutuhkan tersebut dalam
permendiknas No. 13 tahun 2007 dinamakan kompetensi sosial.
Kompetensi sosial
dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007 terdiri atas: (1) bekerja sama dengan
pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah; (2) berpartisipasi dalam
kegiatan sosial kemasyarakatan; dan (3) memiliki kepekaan sosial terhadap orang
atau kelompok lain.
Sekolah supaya tidak
dianggap sebagai menara gading (ivory tower) maka sekolah harus berpartisipasi
aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Ada beberapa
kegiatan yang membutuhkan partisipasi sekolah demi suksesnya kegiatan tersebut. Kegiatan tersebut
diantaranya pembelajaran bagi buta aksara, kelompok belajar Paket A, B, dan C. Sekolah
dapat berpartisipasi dengan menyediakan ruang kelas sebagai sarana belajar atau
menyediakan guru sebagai tenaga pengajar.
Kepala
sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan
menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya
direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa
meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MBS sebagai paradigma baru
pendidikan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Setiap
pemimpin bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi pegawainya, dan dia
sendiri harus berbuat baik. Pemimpin juga harus menjadi contoh, sabar, dan
penuh pengertian. Fungsi pemimpin hendaknya diartikan seperti motto Ki Hadjar
Dewantara: ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani
(di depan menjadi teladan, di tengah membina kemauan, di belakang menjadi
pendorong/memberi daya).
Dalam
rangka melaksanakan MBS, kepala sekolah sebagai pemimpin, harus memiliki
berbagai kemampuan diantaranya yang berkaitan dengan pembinaan disiplin pegawai
dan motivasi.
a. Pembinaan Disiplin
Disiplin merupakan sesuatu yang penting untuk menanamkan
rasa hormat terhadap kewenangan, menanamkan kerjasama, dan merupakan kebutuhan
untuk berorganisasi, serta untuk menanamkan rasa hormat terhadap orang lain. Seorang
pemimpin harus mampu menumbuhkan disiplin terutama disiplin diri (Self-discipline).
Dalam kaitan ini, pemimpin harus mampu membantu pegawai mengembangkan pola
dan meningkatkan standar perilakunya,
serta menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat penegakkan disiplin.
Peningkatan kinerja pegawai dalam manajemen berbasis sekolah
perlu dimulai dengan sikap demokratis. Oleh karena itu, dalam membina disiplin
perlu berpedoman pada sikap tersebut, yakni
dari, oleh dan untuk pegawai, sedangkan pemimpin tut wuri handayani. Dalam hal
ini, Soelaeman. (1985:77) mengemukakan bahwa pemimpin berfungsi sebagai
pengemban ketertiban, yang patut diteladani, tetapi tidak diharapkan sikap yang
otoriter.
Taylor and User (1982) mengemukakan strategi umum membina
disiplin sebagai berikut.
1)
Konsep diri
Strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep diri setiap
individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan
konsep diri, pemimpin disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka sehingga para pegawai dapat mengeksplorasikan
pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalahnya.
2)
Keterampilan
berkomunikasi
Pemimpin harus menerima semua perasaan pegawai dengan
teknik komunikasi yang dapat menimbulkan kepatuhan dari dalam dirinya.
3)
Konsekuensi-konsekuensi
logis dan alami
Perilaku-perilaku yang salah terjadi karena pegawai telah
mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini mendorong
munculnya perilaku-perilaku salah yang disebut misbehavior. Untuk itu pemimpin disarankan menunjukkan secara tepat
tujuan perilaku yang salah sehingga membantu pegawai dalam mengatasi perilakunya,
serta memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
4)
Klarifikasi nilai
Strategi ini dilakukan untuk membantu pegawai dalam
menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.
5)
Latihan keefektifan
pemimpin
Metode ini bertujuan untuk menghilangkan metode represif dan
kekuasaan, misalnya hukuman dan ancaman melalui model komunikasi tertentu.
6)
Terapi realitas
Pemimpin perlu bersikap positif dan benrtanggung jawab.
b.
Pembangkitan Motivasi
Callahan and Clark (1988) mengemukakan bahwa motivasi
adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke
arah tujuan tertentu. Para pegawai akan bekerja dengan sungguh-sungguh apabila
memiliki motivasi yang tinggi. Apabila para pegawai memiliki motivasi yang
positif, ia akan memperlihatkan minat, mempunyai perhatian, dan ingin
ikut serta dalam suatu tugas atau kegiatan. Dengan kata lain, seorang pegawai
akan melakukan semua pekerjaanya dengan baik apabila ada faktor pendorong
(motivasi). Dalam kaitan ini pemimpin dituntut untuk memiliki kemampuan
membangkitkan motivasi para pegawai sehingga kinerja mereka meningkat.
Maslow (1970) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga
pendorong dari dalam yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu atau berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya. Ada dua jenis motivasi, yaitu
intrinsik, dan ekstrinsik (Owen, Cs. 1981). Motivasi instrinsik adalah motivasi
yang datang dari dalam diri seseorang, misalnya pegawai melakukan suatu
kegiatan karena ingin menguasai suatu keterampilan tertentu yang dipandang akan
berguna dalam pekerjaannya. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal
dari lingkungan di luar diri seseorang, misalnya pegawai bekerja karena ingin
mendapat pujian atau ingin mendapat hadiah dari pemimpinnya.
Motivasi intrinsik pada umumnya lebih menguntungkan karena
biasanya dapat bertahan lebih lama. Sedangkan motivasi
ekstrinsik dapat diberikan oleh pemimpin dengan jalan mengatur kondisi dan
situasi yang tenang dan menyenangkan. Dalam kaitan ini pemimpin dituntut untuk
memiliki kemampuan memotivasi pegawai agar mau dan mampu mengembangkan dirinya
secara optimal.
Motivasi berbeda dengan motif. Motif masih bersifat
potensial, dan aktualisasinya dinamakan motivasi, serta pada umumnya
diwujudkan dalam bentuk perbuatan nyata. Dengan demikian, motivasi adalah
keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan,
atau dorongan. Jadi, motivasi adalah keingingan yang menggerakkan
atau mendorong seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu, sedangkan
motif adalah dorongan atau daya gerak yang mendorong seseorang berbuat sesuatu.
Beberapa
teori tentang motivasi yaitu:
1)
Teori Maslow
Menurut Maslow, hierarki kebutuhan
sesungguhnya dapat digunakan untuk mendeteksi motivasi manusia. Ada dua asumsi
yang merupakan dasar teorinya, yakni kebutuhan seseorang bergantung pada apa
yang telah dipunyainya, dan kebutuhan merupakan hierarki dilihat dari
pentingnya. Maslow (1970) membagi kebutuhan manusia ke dalam lima kategori
kebutuhan,
yakni:
a)
Kebutuhan fisiologis (psysiological needs); apabila kebutuhan
ini belum terpenuhi, manusia akan terus
berusaha memenuhi sehingga kebutuhan lain berada pada tinggkat yang lebih
rendah. Apabila kebutuhan fisiologi telah terpenuhi maka kebutuhan berikutnya
akan menjadi kebutuhan yang paling tinggi.
b)
Kebutuhan rasa aman (safety needs); kebutuhan tingkat kedua
ini adalah kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman,
kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungan.
c)
Kebutuhan kasih sayang
(belongingness and love needs)
kebutuhan ini mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif akan ikatan
emosional dengan individu lain.
d)
Kebutuhan akan rasa
harga diri (esteem needs) kebutuhan
ini terdiri dari dua bagian, yang pertama adalah penghormatan atau penghargaan
dari diri sendiri, dan bagian yang kedua adalah penghargaan dari orang lain.
e)
Kebutuhan akan
aktualisasi diri (need for self actualization). Merupakan
kebutuhan yang paling tinggi dan akan muncul apabila kebutuhan yang dibawahnya
sudah terpenuhi dengan baik.
2)
Teori dua faktor
Teori ini dikembangkan oleh
Fredrick Herzberg yang menurutnya ada dua faktor penting, yakni hygiene (lingkungan) dan motivator (pekerjaan itu sendiri).
Faktor hygiene bersifat preventif
terhadap ketidakpuasan dan tidak memotivasi karyawan dalam bekerja.
3)
Teori Alderfer
Teori ini merupakan perluasan lebih
lanjut dari teori Maslow dan Herzberg. Alderfer membedakan tiga kelompok
kebutuhan,
yaitu: kebutuhan akan keberadaan (existance), kebutuhan berhubungan (relatedness), dan kebutuhan untuk
bertumbuh (growth need).
4)
Teori prestasi
McCelland
Teori ini memusatkan pada satu
kebutuhan yakni kebutuhan berprestasi. McCelland mengatakan bahwa manusia pada
hakikatnya mempunyai keinginan untuk melakukan karya yang berprestasi atau yang
lebih baik dari karya orang lain. McCelland
mengatakan ada tiga kebutuhan manusia, yakni: kebutuhan
untuk berprestasi, kebutuhan
untuk berafiliasi, dan kebutuhan
kekuasaan. Ketiga unsur tersebut sangat
penting dalam menentukan prestasi seorang pekerja.
5)
Teori X dan teori Y
Menurut Gregor, ciri-ciri organisasi
tradisional pada
dasarnya bertolak dari asumsi mengenai sifat dan motivasi manusia. Lebih lanjut Gregor
mengungkapkan bahwa teori X menganggap sebagian besar manusia lebih diperintah
dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab, serta masih bersifat anak-anak.
Orang-orang yang tergolong
teori X pada hakikatnya tidak suka bekerja, berkemampuan kecil untuk mengatasi
masalah-masalah organisasi, dan hanya membutuhkan motivasi fisiologis saja.
Oleh karena itu, Gregor memberikan
alternatif teori
Y. Teori Y merupakan kebalikan teori X. Teori Y menganggap manusia suka
bekerja, dapat mengontrol diri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk
beraktifitas. Oleh karena itu, orang semacam ini tidak perlu diawasi secara
ketat.
c.
Penghargaan
Penghargaan (rewards) sangat penting untuk
meningkatkan kegiatan yang produktif dan mengurangi kegiatan yang kurang produktif. Dengan penghargaan, pegawai akan
terangsang untuk meningkatkan kinerja yang positif dan produktif. Penghargaan
ini akan bermakna apabila dikaitkan dengan prestasi pegawai secara terbuka
sehingga setiap pegawai memiliki peluang untuk meraihnya. Penggunaan penghargaan
ini perlu dilakukan secara tepat, efektif, dan efisien agar tidak menimbulkan
dampak negatif.
3. Kepemimpinan
Kepala Sekolah yang Efektif
Kepala
sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan
menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya
direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa
meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MBS sebagai paradigma baru
pendidikan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat
dilihat berdasarkan kriteria berikut:
1.
Mampu
memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancar, dan produktif;
2.
Dapat
menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan;
3.
Mampu
menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan
mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan;
4.
Berhasil
menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan
pegawai lain di sekolah;
5.
Bekerja
dengan tim manajemen; serta
6.
Berhasil
mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Pidarta
(1988) mengemukakan tiga macam keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah
untuk menyukseskan kepemimpinannya, yaitu:
1.
Konseptual,
yaitu keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi. Untuk
memiliki keterampilan konsep, para kepala sekolah diharapkan melakukan
kegiatan-kegiatan berikut: (1) senantiasa belajar dari pekerjaan sehari-hari
terutama dari cara kerja para guru dan pegawai sekolah lainnya; (2) melakukan
observasi kegiatan manajemen secara terencana; (3) membaca berbagai hal yang
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan; (4) memanfaatkan
basil-hasil penelitian orang lain; (5) berpikir untuk masa yang akan datang,
dan (6) merumuskan ide-ide yang dapat diujicobakan.
2.
Keterampilan
manusiawi, yaitu keterampilan untuk bekerja sama, memotivasi dan memimpin
3.
Keterampilan
teknik ialah keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu, menerapkan gaya kepemimpinan
yang efektif sesuai dengan situasi dan kebutuhan serta motivasi para guru dan
pekerja lain
D.
Peran
Stakeholder
Stakeholder adalah pihak-pihak baik yang berupa perorangan maupun
kelembagaan yang mempunyai hubungan kepentingan dengan sekolah. Stakeholders dalam pendidikan terdiri
dari orangtua siswa, pemerintah, dunia usaha dan industry (DUDI), dan masyarakat lainnya. Stakeholder pendidikan
dibagi dalam tiga kategori utama yaitu: sekolah, pemerintah, dan masyarakat.
Jika dijabarkan satu persatu, maka stakeholder
pendidikan yaitu: guru, kepala sekolah, tata usaha sekolah, murid, pengawas,
penilik, dinas pendidikan, walikota sampai menteri pendidikan nasional, orang
tua siswa, pengamat dan ahli pendidikan, LSM, komite sekolah, DUDI (perusahaan, penerbit buku,
penyedia alat pendidikan, dan lain-lain).
1.
Peranan Orang Tua
a.
Peran Serta Orang Tua
dalam Pembelajaran
Orang tua tidak saja membantu belajar
anak di rumah, bisa juga dilakukan di sekolah. Bahkan kalau perlu orang tua
yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus, misalnya ahli dalam musik atau
seni rupa, dengan koordinasi yang baik dengan pihak sekolah, para orang tua ini
bisa saja membantu mengadakan proses pembelajaran musik dan seni rupa pada
ekstrakulikuler sekolah.
b.
Peran Serta Orang Tua
Dalam Perencanaan Pengembangan Sekolah
Cara orang tua untuk terlibat dalam
perencanaan pengembangan sekolah, yaitu bisa dilakukandengan orang tua dapat
datang ke sekolah tanpa/ dengan undangan sekolah yang mengundang. Sekelompok
orang tua mengadakan pertemuan di luar sekolah untuk bersama – sama membahas
dan memberikan masuka untuk peningkatan mutu sekolah, hasilnya kemudian
diserahkan kepada sekolah.
c.
Peran Serta Orang Tua
Dalam Pengelolaan Kelas
Pengaturan kelas dapat dilakukan
berdasarkan masukan dengan dan/ atau kompromi dengan para orang tua. Misalnya,
dalam hal isi dan penataan pajangan kelas, serta pengaturan tempat duduk dan
kenyamanan kelas. Untuk mengetahui kebutuhan kelas yang menunjang proses
belajar di kelas sudah tentu anda harus mengenali jenis peran serta orang tua
dalam pengelolaan kelas, mencatat keadaan sekarang, dan kondisi yang
dikehendaki, serta menemu – kenali hambatan – hambatan yang dihadapi.
2.
Peran Serta Masyarakat
(PSM)
Pendidikan adalah tanggungjawab bersama
antara pemerintah, orangtua, dan masyarakat. Tanpa dukungan masyarakat,
pendidikan tidak akan berhasil dengan maksimal. Sekarang hampir semua sekolah
telah mempunyai komite sekolah. Pada dasarnya masyarakat baik yang mampu dan
tidak mampu, golongan atas, menengah maupun yang bawah, memiliki potensi yang
sama dalam membantu sekolah yang memberikan pembelajaran bagi anak- anak
mereka. Akan tetapi hal ini bergantung pada bagaimana cara sekolah mendekati
masyarakat tersebut. Oleh karena itu, sekolah harus memahami cara mendorong
peran serta masyarakat agar mau membantu sekolah.
Ada
7 tingkatan peran serta masyarakat:
a.
Peran serta dengan
menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. Jenis PSM ini adalah jenis yang
paling umum. Pada tingkatan ini masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah
untuk mendidik anak – anak mereka.
b.
Peran serta dengan
memberikan kontribusi dana, bahan dan tenaga. Pada PSM jenis ini masyarakat
berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sekolah dengan
menyumbangkan dana, barang, atau tenaga.
c.
Peran serta secara
pasif. Masyarakat dalam tingkat ini menyetujui dan menerima apa yang diputuskan
pihak sekolah (komite sekolah), misalnya komite sekolah memutuskan agar
orangtua membayar iuran bagi anaknya yang bersekolah dan orang tua menerima
keputusan itu dengan mematuhinya.
d.
Peran serta melalui
adanya konsultasi. Pada tingkatan ini, orangtua datang kesekolah untuk
berkonsultasi tentang masalah pembelajaran yang dialami anaknya.
e.
Peran serta dalam
pelayanan. Orangtua/masyarakat terlibat dalam kegiatan sekolah, misalnya
orangtua ikut membantu sekolah ketika ada studi tur pramuka, kegiatan
keagamaan.
f.
Peran serta sebagai
pelaksana kegiatan. Misalnya sekolah meminta
orangtua/ masyarakat orangtua memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan,
masalah jender, gizi, dsb. Dapat pula misalnya, berpartisipasi dalam mencatat
anak usia sekolah di lingkungannya agar sekolah dapat menampungnya, menjadi
narasumber, guru bantu, dsb.
g.
Peran serta dalam
pengambilan keputusan. Orangtua/ masyarakat terlibat daalam pembahasan masalah
pendidikan baik akademik maupun non akademik, dan ikut dalam proses pengambilan
keputusan dalam rencana pengembangan dan peningkatan mutu pembelajaran disekolah.
3.
Peran Serta Dunia Usaha
dan Industri (DUDI)
Dunia usaha dan dunia industry (DUDI) memnberikan kontribusi
yang sangat besat terhadap dunia pendidikan, baik dalam perencanaan, proses
peningkatan kualitas pendidikan, maupun pemanfaatan hasil pendidikan. Sebagai
contoh pendidikan tinggi, peran DUDI
dalam membiayai riset inilah sangat besar. Demikian pula untuk pendidikan dasar
dan menengah, orangtua, masyarakat, perguruan tinggi, dan kelompok – kelompok
masyarakat donatur pendidikan sangat berperan dalam perencanaan, pelaksanaan,
sampai monitorinh program sekolah.
Dengan mencermati peran masyarakat di negara maju serta semangat
desentralisasi pendidikan indonesia saat ini, diharapkan DUDI juga turut bertanggung
jawab atas kemajuan dan peningkatan mutu pendidikan di daerah.
Dalam MBS, DUDI dapat dijadikan mitra
sekolah sehingga demand approach dapat benar–benar dilaksanakan oleh setiap
sekolah dalam hal perbaikan kualitas pendidikan. DUDI merupakan stakeholder pendidikan, yang
dapat menolong terjadinya pelaksanaan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Peran serta DUDI
dalam MBS dapat diwujudkan dalam bentuk partisipasi penggalangan dana,
pengadaan fasilitas sarana dan prasarana
sekolah, penciptaan relasi eksternal yang dapat memberikan akses yang lebih
luas dalam membangun hubungan masyarakat, serta membantu pengembangan SDM
pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan teknik –teknik pengembangan mutu.
Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No. 044/U/2002 bahwa stakeholder
pendidikan yaitu dewan pendidikan dan komite sekolah memiliki 4 peran, yaitu:
1.
Pemberi Pertimbangan atau Nasihat (Advisory Agency)
Peran sebagai pemberi pertimbangan atau
nasihat, menunjukkan respon dan keikutsertaan dewan pendidikan dan komite
sekolah dalam memajukan dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di
daerah dan di sekolah. Bentuk aktivitas dewan pendidikan dan komite sekolah (stakeholder pendidikan), antara lain:
a. Pemberi
pertimbangan mengenai program dan kegiatan yang disusun dalam rencana pembangunan
pendidikan tingkat kabupaten atau kota dan Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) dan
Rencana Kegiatan Tahunan (RKT) tingkat satuan pendidikan.
b. Memberikan
pertimbangan buat guru dalam pelaksanaan tugas supaya tidak sewenang-wenang
dalam menangani siswa. Misalnya, selain guru memberi hukuman tetapi juga
memberi penghargaan bagi yang berprestasi.
c. Memberi
pertimbangan dalam peningkatan disiplin guru dan memberi solusi bagi
kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru.
d. Memberi
pertimbangan dalam mengembangkan bakat dan minat siswa. Seperti olimpiade mata
pelajaran, seni dan olah raga.
2.
Badan Pendukung (supporting Agency)
Peran pendukung dewan pendidikan dan
komite sekolah (stakeholders
pendidikan), berkaitan dengan internal manajemen sekolah yaitu:
1. Mendata
jumlah guru yang memerlukan pendidikan dan latihan, mendata
pendidikan guru yang memerlukan peningkatan kualifikasi pendidikan.
pendidikan guru yang memerlukan peningkatan kualifikasi pendidikan.
2. Memberikan
pelatihan mengenai mata pelajaran dan layanan belajar bagi guru yang
membutuhkan.
3. Mendata
jumlah siswa dan indeks prestasinya, guru dan komite sekolah.
4. Mendukung
program pengayaan bagi siswa yang lebih pintar, dan remedial bagi siswa yang
belum mencapai hasil yang dipersyaratkan.
5. Menyediakan
tropi dan hadiah atas keberhasilan siswa mengikuti berbagai perlombaan yang
dilakukan sekolah.
6. Untuk
meningkatkan kualitas keagamaan, mengadakan pesantren kilat di sekolah.
7. Mendukung
pemanfaatan sarana prasarana untuk memberikan layanan belajar.
8. Membuat
media belajar sesuai dengan kebutuhan belajar.
9. Memaksimalkan
anggaran operasional yang bersumber dari APBD, bantuan masyarakat, dan
mendorong penggunaan anggaran yang bersumbar dari dana BOS dengan
mengimplementasikan program dan kegiatan yang tepat sasaran. Pertanggung
jawaban pelaksanaan kegiatan harus disampaikan pada publik atau stakeholder pendidikan, kepala sekolah,
orang tua dan masyarakat, serta kepada instansi pemerintah yang terkait seperti
dinas pendidikan, termasuk pemimpin proyek yang bersangkutan. Dewan pendidikan
dan komite sekolah (stakeholder
pendidikan), dalam batas-batas tertentu dapat saja memberikan rekomendasi pada
pihak yang terkait, dengan rasional yang kuat dan obyektif bukan karena atas
faktor “like and dislike” dalam hal ketenagaan ini, dewan pendidikan dan komite
sekolah (stakeholder pendidikan)
perlu mengembangkan standar kinerja guru dan tenaga kependidikan lainnya.
3.
Pengontrol (Controlling Agency)
Peran sebagai pengontrol, sesuai peran
dewan pendidikan dan komite sekolah (stakeholder
pendidikan), sebagai badan pengawas terhadap kegiatan sekolah termasuk
pelaksanaan dan penggunaan Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) dan Rencana Kegiatan
Tahunan (RKT). Fungsi pengontrol menunjukkan bahwa dewan pendidikan dan komite
sekolah (stakeholders pendidikan) melakukan
aktifitas:
a.
Menanyakan proses
belajar mengajar (ke guru dan kepala sekolah) apakah sudah mengarah pada
standar yang dipersyaratkan.
b.
Menanyakan kondisi
kesehatan, gizi, dan bakat peserta didik.
c.
Memantau pelaksanaan
rencana kegitan sekolah (RKS) dan rencana kegiatan tahunan (RKT).
d.
Ikut serta dalam
penyusunan RKS dan RKT.
e.
Ikut memantau
penggunaan anggaran yang bersumber dari BOS.
f.
Ikut serta dalam rapat
pembagian raport.
g.
Mengontrol
kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan lainnya.
h.
Mengontrol pelaksanaan
PBM dengan memakai kartu data sesuai dengan perlindungan anak; cara belajar
mengajar guru. (misalnya kartu yang ditanda tangani oleh guru dan orangtua).
4.
Penghubung (Mediating Agency)
Pusat pendidikan adalah keluarga,
sekolah, dan masyarakat harus saling bekerja sama secara sinergis untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Untuk dapat bekerja secara sinergis harus ada
yang menghubungkan antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Itulah sebabnya
salah satu peran dewan pendidikan dan komite sekolah (stakeholders pendidikan) adalah
peran penghubung. Jika ada kerja sama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat,
maka dari beberapa banyak program yang inovatif dapat dicoba untuk dilaksanakan
oleh sekolah. Peran penghubung menunjukkan bahwa dewan pendidikan dan komite
sekolah (stakeholders
pendidikan), yaitu:
a.
Menghubungkan dengan
instansi pemerintah.
b.
Menghubungi orang tua
siswa yang mampu, untuk meminta kesediaannya menjadi donator atau bantuan
lainnya yang disetujuinya untuk keperluan sekolah, atau dengan menjelaskan
program kerja yang akan dilakukan oleh sekolah.
c.
Mencari informasi yang
bisa dipakai oleh sekolah untuk mengembangkan sekolah.
d.
Memberi laporan kepada
masyarakat tentang keuangan dan pelaksanaan program.
Keempat peran dewan pendidikan dan
komite sekolah (stakeholders pendidikan) tersebut
dalam melakukan aktifitas bukanlah melakukan dan perannya secara
terpisah-pisah, tetapi berlangsung secara simultan. Dalam melakukan
aktifitasnya, mereka mengedepankan peningkatan kualitas pendidikan, bukan
menyalurkan kehendaknya pribadi, apalagi melakukan pemerasan. Dalam
melaksanakan perannya dilakukan secara seimbang dengan memperhatikan etika dan
aturan yang berlaku serta fokus pada perolehan mutu yang kompetitif.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pengelolaan MBS yang baik itu
berdasarkan prinsip pengelolaan yaitu partisipasi, transparansi, dan
akuntabilitas. Tata kelola MBS dapat berupa tata kelola pada komponen-komponen
MBS misalnya pengelolaan Sumber Daya Manusia, kurikulum, kesiswaan, keuangan,
sarana dan prasarana, dan kerja sama sekolah dengan masyarakat.
Kepemimpinan merupakan kegiatan untuk
mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Dalam melaksanakan kepemimpinannya, seorang pimpinan memiliki gaya kepemimpinan
masing-masing. Gaya kepemimpinan sendiri merupakan pola perilaku seorang pemimpin
yang khas saat mempengaruhi anak buahnya. Gaya kepemimpinan dapat dikaji dari
pendekatan sifat, perilaku, dan situasional.
Kepemimpinan dalam MBS hendaknya seorang
pemimpin seperti motto ki Hajar Dewantara yaitu di depan menjadi teladan, di tengah membina kemauan, di
belakang menjadi pendorong/memberi daya. Strategi kepemimpinan dalam MBS
misalnya dengan pepembinaan disiplin, peningkatan motivasi, dan penghargaan.
Kepemimpinan
yang efektif itu adalah yang mampu
memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancar, dan produktif; dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan; mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan
masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka
mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan; berhasil menerapkan prinsip
kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di
sekolah; bekerja dengan tim manajemen; serta berhasil mewujudkan tujuan sekolah
secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Stakeholder
adalah pihak-pihak baik yang berupa perorangan maupun kelembagaan yang
mempunyai hubungan kepentingan
dengan sekolah. Anggota stakeholder
adalah: guru, kepala sekolah, tata usaha sekolah, murid, pengawas, penilik,
dinas pendidikan, walikota sampai menteri pendidikan nasional, orang tua siswa,
pengamat dan ahli pendidikan, LSM, DUDI,
dan lain-lain. Peran stakeholder
adalah sebagai pemberi pertimbangan atau nasihat, badan pendukung, pengontrol,
dan penghubung.
B. Saran
Untuk
dapat memaksimaklan pelaksanaan MBS, diperlukan tata kelola MBS yang baik,
kepemimpinan dalam MBS, dan memahami peran stakeholder.
Maka dari itu makalah ini disarankan untuk dibaca oleh calon guru, calon kepala
sekolah, guru, kepala sekolah, masyarakat agar dapat memahami tata kelola MBS
yang baik, kepemimpinan dalam MBS. Selain itu makalah ini dapat digunakan
sebagai rujukan para guru dan kepala sekolah untuk dapat meningkatkan
kepemimpinan yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa. 2012. Manajemen
Berbasis sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Tim Penyusun. 2001. Manajemen
Berbasis Sekolah untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Taman
Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar
NN.
2011. Diklat Penguatan Kepala Sekolah di LPMP. Diunduh dari http://situsguru.wordpress.com/2011/08/13/diklat-penguatan-kepala
-sekolah-di-lpmp-9-15-ags-2011/ pada tanggal 1 Mei 2013.
Hobong Sofian. 2010. Para Stakeholder
Pendidikan. Diunduh dari http://gemapendidikan.com/2010/05/para-stake-holder-pendidikan/
pada tanggal 1 Mei 2013
Aplia. 2012. Stakeholder dan Produk
Jasa Organisasi Pendidikan. Diunduh dari http://aplia08.wordpress.com
pada tanggal 1 Mei 2013
STUDI KASUS
Kasus:
Pak
X adalah seorang kepala sekolah di SD A yang belum lama lulus dari pendidikan
S2nya dan belum lama menjabat sebagai kepala sekolah. Beliau merupakan kepala
sekolah yang cukup berwibawa. Namun sayangnya ketika bawahannya melakukan
kesalahan, beliau kurang tegas, tidak dapat mengambil keputusan mungkin karena
rikuh pakewuh. Bagaimana caranya agar kepemimpinan pak X dapat lebih tegas
terhadap bawahannya khususnya apabila melakukan kesalahan.
Solusi:
1.
Pengawas menegur pak X
agar lebih tegas untuk menindak bawahannya yang melakukan kesalahan sehingga
sebagai kepala sekolah tidak diremehkan oleh bawahannya.
2.
Teguran diberikan oleh
guru tanpa sepengetahuan bawahan yang melakukan kesalahan agar kepemimpinan pak
X berjalan benar-benar dapat berjalan semestinya
3.
Pak X mengikuti
seminar, loka karya, workshop dan kegiatan lain yang sejenis untuk meningkatkan
kinerja kepemimpinan yang efektif.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut