BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Globalisasi
merupakan suatu keniscayaan bagi semua bangsa, termasuk Indonesia. Bangsa
Indonesia juga sudah kenyang merasakan bagaimana manis dan pahitnya terbawa
arus globalisasi. Gerakan reformasi yang berhasil menumbangkan rezim Soeharto
tidak lepas dari berkah reformasi. Sebaliknya, merebaknya kejahatan dan
pornografi, misalnya, tidak dapat dilepaskan dari dampak buruk globalisasi.
Globalisasi akan membawa perubahan yang mencakup hampir semua aspek kehidupan,
termasuk bidang teknologi, sosial, dan pendidikan.
Globalisasi
dunia, menurut ilmuwan sosial dipicu oleh perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang pada dekade ini berlangsung sangat cepat. Jalaludin Rahmat
dalam bukunya Islam Aktual bahkan menyebut fase ini sebagai era
Revolusi teknologi infomasi dan komunikasi mengingat akselarsi dan percepatan
perubahan dan pengaruhnya dalam berbagai sisi kehidupan manusia.
Kemajuan
di bidang teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan transaksi business
lewat kaca komputer. Jasa perbankan di saku dan genggaman tangan. Rentang jarak
antar benua sudah bukan lagi hamatan bagi manusia untuk saling berkomunikasi
melalui berbagai jejaring sosial. Dan, temuan chip komputer akan memungkinkan
seseorang membawa komputer dalam saku bajunya. Komputer tersebut sangat
interaktif dan wireless. Multi fungsi terdapat dalam komputer, sebagai
alat telepon, fax dan penyimpan data. Di samping itu, perkembangan industri
komputer akan melahirkan “Edutainment”, yakni pendidikan yang menjadi
hiburan dan hiburan yang merupakan pendidikan. Dengan “Edutainment”
proses pendidikan akan semakin menarik dan menghasilkan lulusan yang semakin
berkualitas.
Perkembangan
yang cepat di bidang teknologi, diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak
kalah cepatnya akan berdampak pada aspek kultural dan nilai-nilai suatu bangsa.
Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi
globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras.
Namun, di sisi lain, kompetisi yang ketat pada era globalisasi akan juga
melahirkan generasi yang secara moral mengalami kemerosotan: konsumtif, boros
dan memiliki jalan pintas yang bermental “instant”. Dengan kata lain,
kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi, khususnya pada dua
dasawarsa terakhir ini, telah mengakibatkan kemerosotan moral di kalangan warga
masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan
ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material,
telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi
miskin dalam rohani”.
Di
dunia pendidikan, globalisasi akan mendatangkan kemajuan yang sangat cepat,
yakni munculnya beragam sumber belajar dan merebaknya media massa, khususnya
internet dan media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Dampak
dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
Hasilnya, para siswa bisa menguasai pengetahuan yang belum dikuasai oleh guru.
Oleh karena itu, tidak mengherankan pada era globalisasi ini, wibawa guru
khususnya dan orang tua pada umumnya di mata siswa merosot.
Kemerosotan
wibawa orang tua dan guru dikombinasikan dengan semakin lemahnya kewibawaan
tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan
tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan
penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama,
kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin
meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret,
pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Di
sisi lain, pengaruh-pengaruh pendidikan yang mengembangkan kemampuan untuk
mengendalikan diri, kesabaran, rasa tanggung jawab, solidaritas sosial, memelihara
lingkungan baik sosial maupun fisik, hormat kepada orang tua, dan rasa
keberagamaan yang diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, justru semakin
melemah. Nah, disinilah urgensi para pendidik, khususnya para guru, lebih
khusus lagi para pendidik dan guru yang berkecimpung pada sekolah keagamaan
atau sekolah yang dikelola oleh Organisasi Keagamaan, harus mengambil perhatian
masalah ini dan mencari cara-cara pemecahannya. Sekolah harus menjadi benteng
terakhir yang berperan membendung dampak negatif bawaan yang muncul dari
teknologi informasi dan komunikasi yang menjamur tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.
Apakah hakekat
pendidikan di era global?
2.
Apa saja yang
termasuk tantangan pendidikan di era global?
3.
Bagaimana solusi
menghadapi tantangan di era global?
4.
Bagaimana persiapan
sumber daya manusia dalam menghadapi era global?
C.
Tujuan
Makalah
Tujuan
pembahasan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui hakekat pendidikan di era global.
2. Mengetahui
yang termasuk tantangan pendidikan di era global.
3. Mengetahui solusi menghadapi tantangan di era global.
4. Mengetahui
persiapan sumber daya manusia dalam menghadapi era
global.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Pendidikan di Era Global
1.
Pengertian Pendidikan
Dilihat dari pandangan antropologik,
melihat pendidikan dari aspek budaya antara lain pemindahan pengetahuan dan
nilai – nilai kepada generasi berikutnya. Pendekatan sistem perlu dipergunakan
dalam menjelaskan pendidikan, karena pada era global sekarang ini dunia
pendidikan telah berkembang
sedemikian rupa sehingga menjadi hal ikhwal. Proses pendidikan merupakan upaya
yang mempunyai dua arah yaitu yang pertama bersifat menjaga kelangsungan
hidupnya (Maintenance synergy) dan kedua menghasilkaan sesuatu (Effective
synergy).
Rogers, Burdge, Korsching dan Donner
Meyer (1988:437) menyatakan
bahwa pendidikan sebagai proses trasmisi dudaya mengacu kepada setiap bentuk
pembelajaran budaya (culturale learning) yang berfungsi sebagai transmisi
pengetahuan, mobilitas sosial, pembentukan jati diri dan kreasi pengetahuan.
Toffler (dalam Sonhadji, 19993 : 4)
menyatakan bahwa sekolah atau lembaga pendidikan masa depan harus mengarahkan
peserta didiknya untuk belajar bagaimana belajar (learn how learn). Kebutaan
dalam era global adalah ketidakmampuan belajar bagaimana belajar. Raka Joni
merumuskan bahwa ciri utama manusia masa depan Indonesia adalah manusia yang
mendidik diri sendiri sepanjang hayat dan masyarakat belajar yang terbuka
tetapi memiliki pandangan hidup yang mantap. Maka peserta didik harus dibekali
informasi tentang latar belakang yang memberi dampak pengganda pada
pembelajarannya sehingga dapat memberikan motivasi yang besar untuk membaca dan
mempelajari informasi dari berbagai sumber. Kita harus siapkan kompetensi agar
siswa eksis di era global yang sangat kompetitif, maka sangat strategis dalam
pembudayaan pembelajaran di sekolah dengan siswa menjadi pusat pembelajaran
dalam proses pencarian informasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Makagiansar
yang menyatakan bahwa agar pendidik dapat mempersiapkan peserta didik yang
eksis, maka pendidik harus mengenbangkan kemampuan mengantisipasi, mengerti dan
mengatasi situasi, mengakomodasi serta mereorientasi kepada peserta didik.
Dari beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah
2.
Pengertian
Era
Global
Secara etimologi, menurut kamus besar bahasa Indonesia
“era” diartikan sejumlah tahun dalam jangka waktu antara beberapa
peristiwa penting dalam sejarah atau masa. Sedangkan menurut kamus ilmiah
popular era berarti zaman, masa atau kurun
waktu. Sedangkan kata “globalisasi” berasal dari kata dasar global,
yang artinya menyeluruh, seluruhnya, garis
besar, secara utuh, dan kesejagatan. Jadi
globalisasi dapat diartikan sebagai pengglobalan seluruh aspek kehidupan,
perwujudan (perubahan) secara menyeluruh aspek kehidupan. Dan perubahan
merupakan suatu proses actual yang tidak pernah hilang selama manusia hidup di
muka bumi ini. Keharusan ini dimungkinkan karena manusia pada dasarnya adalah
makhluk kreatif sebagai sunnatullah atas rasa, cipta, dan karsa
yang diberikan maha pencipta kepadanya.
Era globalisasi dalam arti terminologi adalah sebuah
perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan diantara masyarakat dan
elemen-elemen yang terjadi akibat transkulturasi dan perkembangan teknologi
dibidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan
ekonomi internasional. Globalisasi juga dimaknai dengan gerakan mendunia, yaitu
suatu perkembangan pembentukan sistem dan nilai-nilai kehidupan yang bersifat global.
Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara menyeluruh
dan perubahan itu dihadapi bersama sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab
mau tidak mau, siap tidak siap perubahan itu akan terjadi. Era ini di tandai
dengan proses kehidupan mendunia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
terutama dalam bidang tranformasi dan komunikasi serta terjadinya lintas
budaya.
Istilah globalisasi menurut Akbar S.
Ahmad dan Hasting Donnan yang memberikan batasan bahwa globalisasi
pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat didalam
teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian
dunia yang jauh ( menjadi hal-hal ) yang bisa dijangkau dengan mudah.
Menurut
Anthony Giddens (2005 : 84) menyatakan bahwa globalisasi dapat diartikan
sebagai intensifikasi relasi sosial sedua yang menghubungkan lokalitas yang
saling berjauhan sedemikian rupa sehungga jumlah peristiwa sosial dibentuk oleh
peristiwa yang terjadi pada jarak bermil- mil.Pandangan berbeda tentang
globalisasi yang dikemukakan oleh Ulrich Beck, pemikir filsafat sosial Jerman
bahwa dalam globalisasi ada tiga pengertian kunci yaitu: (Sindhunata, 2003)
a. Deteritorialisasi
yang berarti batas – batas geografi ditiadakan atau tidak lagi berperan dan
tidak lagi menentukan dalam perdagangan antarnegara.
b. Transnasionalisme
ialah mentiadakan batas- batas geografis seperti blok- blok.
c. Mutilokal
dan translokal, dimana globalisasi memberikan kesempatan bagi manusia di
berbagai belahan dunia membuka horison hidupnya seluas dunia, tanpa kehilangan
kelokalannya.
Globalisasi
bersifat multimedia karena dapat dilihat dari berbagai aspek. Menurut Baharudin
Darus menyatakan bahwa ada lima aspek globalisasi yaitu :
a.
Globalisasi informasi
dan komunikasi;
b.
Globalisasi ekonomi dan
perdagangan bebas;
c.
Globalisasi gaya hidup,
pola konsumsi, budaya dan kesadaran;
d.
Globalisasi media massa
cetak dan elektronik;
e.
Globalisasi polotik dan
wawasan.
Menurut Thomas L. Friedman (2000),
globalisasi adalah sebuah sistem yang netral yang dapat memberikan pengaruh
positif maupun negatif, bisa memperkuat atau melemahkan sendi-sendi kehidupan,
menyeragamkan atau mempolarisasikan, juga mendemokratisasikan atau justru
sebaliknya. Itu semua tergantung bagaimana kita meresponnya.
3. Karakteristik
Era Globalisasi
Era globalisasi akan ditandai dengan persaingan
ekonomi secara hebat berbarengan dengan terjadinya revolusi teknologi
informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi industri. Persaingan ini masih dikuasai
oleh tuga raksasa ekonomi yaitu Jepang dari kawasan Asia, Uni Eropa dan Amerika
Serikat.
Masing-masing menampilkan keunggulan yang dimiliki.
Amerika misalnya unggul dalam product technology, yaitu teknologi yang
menghasilkan barang-barang baru dengan tingkat teknologi yang tinggi,
contoh pembuatan pesawat terbang supersonik, robot, dan lain-lain.
Jerman dan Jepang mengandalkan kelebihan mereka dalam process
technology yaitu teknologi yang menghasilkan proses baru dalam pembuatan
suatu jenis produk yang sudah ada, misalnya CD (compact disc) pertama
kali dibuat oleh Belanda kemudian terus disempurnakan oleh Jepang sehingga
menghasilkan CD dengan kualitas yang lebih bagus dan harga lebih murah. Selain
ketiganya, belakangan muncul Cina sebagai kekuatan baru ekonomi dunia dengan
pertumbuhan ekonominya di atas 9 persen –suatu jumlah tertinggi di dunia.
Kompetisi ekonomi pada era pasar bebas juga ditandai
dengan adanya perjalanan lalu lintas barang, jasa, modal serta tenaga kerja
yang berlangsung secara bebas, kemudian adanya tuntutan teknologi produksi yang
makin lama makin tinggi tingkatannya, sehingga makin tinggi pula tingkat
pendidikan yang dituntut dari para pekerjanya.
Globalisasi adalah bagian dari perubahan
ruang, gerak dan waktu dari nilai-nilai manusia secara universal menuju sebuah
spectrum keluarga besar masyarakat dunia ( Global Citizen )
Dari beberapa
pengertian pendidikan dan globalisasi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendidikan di era global adalah
B.
Tantangan pendidikan di era global
Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan tidak
adanya jarak dan batasan antara satu orang dengan orang lain, kelompok satu
dengan kelompok lain, serta antara negara satu dengan negara lain.
Komunikasi antar-negara berlangsung sangat cepat dan mudah. Begitu juga
perkembangan informasi lintas dunia dapat dengan mudah diakses melalui
teknologi informasi seperti melalui internet. Perpindahan uang dan
investasi modal oleh pengusaha asing dapat diakukan dalam hitungan detik.
Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri
di atas yang berlangsung dengan amat cepat dan ketat di era globalisasi
menuntut setiap negara untuk berbenah diri dalam menghadapi persaingan
tersebut. Bangsa yang yang mampu membenahi dirinya dengan meningkatkan sumber
daya manusianya, kemungkinan besar akan mampu bersaing dalam kompetisi sehat
tersebut.
Di sinilah pendidikan diharuskan menampilkan
dirinya, apakah ia mampu mendidik dan menghasilkan para siswa yang berdaya
saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi gempuran
berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut.
Dengan demikian, era globalisasi adalah tantangan
besar bagi dunia pendidikan. Dalam konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999),
memerinci berbagai tantangan pendidikan menghadapi era global.
Pertama, tantangan
untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas
kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk
memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing
development ).
Kedua, tantangan
untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan
transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke
masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta bagaimana
implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM.
Ketiga, tantangan dalam
persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing bangsa
dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil
pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Keempat, tantangan
terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang
menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang
berkualitas dan berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan
komparatif yang berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh
ke depan (visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta
memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.
Kemampuan-kemampuan itu harus dapat diwujudkan
dalam proses pendidikan Islam yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan
lulusan yang berwawasan luas, unggul dan profesional, yang akhirnya dapat
menjadi teladan yang dicita-citakan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara.
Pertanyaan selanjutnya, apakah yang harus dilakukan
oleh dunia pendidikan Islam? Untuk menjawabnya, agaknya kita perlu menengok
kerangka pendidikan Islam dalam konteks kenasionalan. Sehingga kita bisa
menyiapkan strategi yang tepat menghadapi sebuah tantangan sekaligus peluang
tersebut.
Secara kuantitas, perkembangan jumlah peserta didik
pendidikan formal Indonesia mulai dari tingkat TK hingga jenjang perguruan
tinggi (PT) mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Namun secara kualitas
masih tertinggal jauh ketimbang negara-negara lain, baik negara-negara maju,
maupun negara-negara anggota ASEAN sekalipun.
Institusi pendidikan Islam dituntut mampu menjamin
kualitas lulusannya sesuai dengan standar kompetensi global paling tidak mampu
mempersiapkan anak didiknya terjun bersaing dengan para tenaga kerja asing sehingga
bisa mengantisipasi membludaknya pengangguran terdidik. Di sini harus diakui,
lembaga-lembaga pendidikan Islam ternyata belum siap menghadapi era pasar
bebas. Masih banyak yang harus dibenahi; apakah sistemnya ataukah orang
yang terlibat di dalam sistem tersebut.
C.
Solusi menghadapi tantangan di era global
1.
Orientasi pendidikan tidak hanya
berupa teori-teori, namun harus dibarengi dengan praktik. Praktek pembelajaran
harus lebih diperbanyak. Sehingga siswa akan mudah mengembangkan
keterampilannya.
2.
Dalam proses belajar mengajar,
guru harus benar-benar mau mengembangkan pendidikan yang berbasis siswa
sehingga akan terbentuk karakter kemandirian sebagai karakter yang dituntut
dalam era global.
3.
Guru harus benar-benar menguasai materi pelajaran dan ilmu mendidik. Hal ini
bisa dilakukan dengan studi lanjut sesuai dengan spesialisasi, pelatihan, work
shop, maupun studi banding ke institusi-institusi yang sudah maju.
4.
Perlunya pembinaan dan pelatihan
tentang peningkatan motivasi belajar terhadap siswa. Harus ditanamkan pola
pembelajaran yang berorientasi proses bukan hasil, sehingga siswa akan terbiasa
untuk belajar maksimal dengan mementingkan pada substansi bukan formalitas. Profesi
guru harus dihargai dengan maksimal.
5.
Mengembangkan budaya baca bagi
kalangan anak usia sekolah maupun masyarakat umumnya. Pemerintah harus
konsisten dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Contoh yang paling nyata
adalah alokasi APBN untuk pendidikan seharusnya benar-benar 20 %.
6.
Perlunya dukungan dan paartisipasi
komprehensif dari semua pihak yang memiliki kepentingan dengan pendidikan.
Perlu adanya kerjasama antar pengelola lembaga pendidikan, pemerintah,
perusahaan dan masyarakat. Jika ditinjau dari skup KSB, maka dibutuhkan
kerjasama antara pengelola lembaga pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, mapun
perguruan tinggi), pemerintah (Bupati KSB sebagai pemegang kebijakan tertinggi
di KSB), perusahaan (PT. NNT sebagai salah satu perusahaan raksasa yang hidup
dan berperan sebagai penguras kekayaan alam KSB), dan masyarakat.
D.
Persiapan sumber daya
manusia dalam menghadapi globalisasi
1. Perlunya landasan
Dalam menghadapi era globalisasi yang
penuh dengan kompetisi, yang harus dilakukan adalah penyediaan sumber daya
manusia yang memiliki kesiapan mental sekaligus kesiapan skill atau manusia
professional, namun demikian untuk menjadi manusia professional haruslah
mempunyai landasan yaitu ajaran agama Islam, landasan motivasi, inspirasi dan
aqidah. Agar mampu menjawab tantangan dan menghadapi ancaman ajaran islam
memberikan petunjuk sebagai berikut:
·
Menumbuhkan kesadaran
kembali tentang tujuan hidup menurut islam. Baik manusia sebagai hamba Allah,
maupun kholifah Allah. Seperti yang dijelaskan pada QS. Al-Baqarah : 30 yang
berbunyi :
ۖ خَلِيفَةً۬لۡأَرۡضِ ٱ فِى جَاعِلٌ۬
إِنِّى لِلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةِ رَبُّكَ قَالَ وَإِذۡ
Artinya: “Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi’…
Disini iman dan taqwa sangatlah penting untuk
dijadikan sebagai landasan hidup. Kita sadar bahwa kepuasan lahiriyah yang
pernah dinikmati oleh manusia hanyalah sebatas sementara. Dengan begitu kita
akan sanggup mengatur diri kita, dan pada akhirnya mampu merasakan kenikmatan
yang hakiki ketika kita berbuat baik, hal ini baik untuk hal-hal yang
hubungannya dengan khaliq maupun antar sesama umat manusia. Dengan demikian,
ketika kita akan terbawa arus globalisasi, maka kita akan selalu ingat
kesadaran keberagaman kita, yang mempunyai aturan main didunia dan diakhirat.
·
Mempertanggung jawabkan
apa yang diperbuat didunia, baik formalitas administrative sesuai ketentuan
yang ada didunia sendiri maupun hakiki yang menceburkan diri dalam kehidupan
globalisasi., maka seharusnya kita sadar akan tanggungjawab kita sendiri
terhadap apa yang kita perbuat. Setitik apapun yang dilakukan oleh seseorang,
ia akan dimintai pertanggungjawabannya[4].
Sebagaimana disebutkan dalam surat Az-Zalzalah ayat 7-8 yang berbunyi :
(٨)يَرَهُ ۥ شَرًّ۬ا ذَرَّةٍ۬مِثۡقَالَ يَعۡمَلۡ وَمَن (٧) يَرَهُ ۥ خَيۡرً۬ا ذَرَّةٍ مِثۡقَالَ يَعۡمَلۡ فَمَن
Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat [balasan] nya. (7) Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan
melihat [balasan]nya pula. (8)
Disini, pendidikan Agama Islam yang
diharapkan dapat berperan sebagai filter terhadap kemungkinan timbulnya dampak
negative dari akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
cepat, serta sekaligus dapat menghilangkan pandangan dikotomi antara ilmu
pengetahuan dan agama.[5]
2. Persiapan sumber daya manusia dengan
kriteria pribadi berkualitas
a.
Aspek Intelektual
·
Kemampuan Analisis
·
Kemampuan Fokus
·
Kemampuan Organisasi
·
Kemampuan Teknis Praktis
·
Kemampuan penguasaan
multi bahasa, dasar : Indonesia dan Inggris ; Pilihan tambahan : Mandarin,
Perancis, Jepang ( salah satu ).
·
Menyenangi bukti, music,
kesenian, filsafat, dan Ilmu pengetahuan.
·
Bekerja keras untuk
mendapatkan nilai/hasil yang baik
·
Memiliki wawasan
nasional dan internasional
·
Sistematika kerja, kecepatan kerja dan
ketelitian kerja.
b.
Aspek Ketrampilan
c.
Aspek Kepribadian ;
16 Nilai Dasar ( Basic Values )
·
Integritas Tinngi
·
Terbuka
·
Konsisten
·
Berorientasi hasil
·
Rajin
·
Disiplin
·
Kontrol Diri
·
Keberanian
·
Kesederhanaan
·
Pendengar yang baik
·
Bisa dipercaya
·
Mempunyai tujuan jelas
·
Memikirkan orang
·
Jujur
·
Memiliki prinsip
·
Memanfaatkan peluang
·
Mengakui kesalahan
·
Kemandirian
·
Kreatif
·
Berani mengambil resiko
·
Humor
·
Daya tahan
·
Rasa hormat
·
Suka menolong
·
Kerjasama
·
Semangat belajar seumur
hidup
·
Pemberdayaan
·
Kepemimpinan
·
Komitmen
·
Kebanggaan
·
Keadilan
·
Kesabaran.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
1.
DAFTAR PUSTAKA
Makasih sangat membantu
BalasHapusDaftar pustaka nya apa ya
BalasHapus